Asal Usul Buleleng dan Singaraja: Perjalanan Menuju Kehebatan

I Gede Pasekan diperintahkan oleh ayahandanya, Raja Sri Bagening, untuk melakukan perjalanan ke Desa Panji, bukan sekadar perjalanan biasa, melainkan sebuah perjalanan spiritual yang akan menentukan nasibnya. Sebuah takdir besar menantinya, meskipun ia tidak tahu apa yang akan ia hadapi di sepanjang jalan. Dikirim dengan tujuan mencari petunjuk bagi masa depannya, perjalanan ini dipenuhi misteri dan ujian yang akan menuntun jalannya menuju kebesaran.

Nov 21, 2024 - 07:11
Nov 11, 2024 - 19:44
Asal Usul Buleleng dan Singaraja: Perjalanan Menuju Kehebatan
Raja Sri Bagening & Ni Luh Pasek (Sumber: Koleksi Pribadi)

Di wilayah utara Bali, hiduplah seorang raja bijaksana bernama Sri Bagening. Ia adalah pemimpin yang adil dan dicintai oleh rakyatnya. Bersama permaisurinya, Ni Luh Pasek, mereka memimpin kerajaan dengan penuh kebijaksanaan. Meskipun Raja Sri Bagening adalah seorang penguasa yang kuat, ia selalu mendengarkan suara rakyatnya dan memastikan kesejahteraan mereka. Dari pernikahan ini, lahirlah seorang anak laki-laki yang diberi nama I Gede Pasekan.

I Gede Pasekan tumbuh menjadi seorang pemuda yang tampan dan bijaksana. Sejak kecil, ia menunjukkan rasa cinta yang besar kepada rakyatnya. I Gede Pasekan sering menghabiskan waktu dengan berkeliling desa, mendengarkan keluh kesah rakyatnya, dan membantu mereka dengan segala kemampuannya. Karena sifatnya yang ramah dan perhatian, ia sangat disayangi oleh rakyat di seluruh kerajaan.

Ketika I Gede Pasekan berusia 20 tahun, Raja Sri Bagening merasa sudah saatnya untuk memberikan tanggung jawab lebih besar kepada putranya. Ia memanggil I Gede Pasekan dan memberikan sebuah perintah penting. “Anakku, engkau kini telah dewasa. Sudah waktunya bagimu untuk mengetahui akar leluhurmu. Pergilah ke Desa Panji, tempat kelahiran ibumu. Di sana, engkau akan menemukan petunjuk untuk masa depanmu,” kata Raja Sri Bagening.

Sebelum I Gede Pasekan berangkat, Raja Sri Bagening memberikan dua pusaka sakti kepadanya: sebuah keris bernama Ki Baru Semang dan tombak bernama Ki Tunjung Tutur. Kedua pusaka ini tidak hanya sebagai simbol kekuatan, tetapi juga sebagai pelindung dalam perjalanannya. Dengan penuh rasa hormat, I Gede Pasekan menerima pusaka tersebut dan bersiap untuk memulai perjalanannya.

I Gede Pasekan memulai perjalanannya seorang diri, menempuh perjalanan panjang dari kerajaannya menuju Desa Panji. Ia melewati hutan lebat, sungai-sungai deras, dan pegunungan terjal. Setiap langkah yang diambilnya penuh dengan tekad dan keberanian, meskipun ia sadar bahwa perjalanan ini penuh dengan bahaya yang tidak terduga.

Suatu hari, setelah berhari-hari berjalan, I Gede Pasekan merasa sangat lelah. Ia memutuskan untuk beristirahat sejenak di bawah sebuah pohon besar di tengah hutan. Angin sepoi-sepoi yang berhembus membuatnya tertidur pulas di bawah naungan pohon itu. Namun, saat ia tertidur, ada sosok besar yang mengawasi dari kejauhan. Sosok itu adalah seorang raksasa, yang dengan cepat menghampiri I Gede Pasekan dan mengangkatnya dengan mudah.

Ketika I Gede Pasekan terbangun, ia terkejut menemukan dirinya berada di atas pundak raksasa. Namun, ia tidak merasa takut. Dengan tenang, I Gede Pasekan bertanya kepada raksasa itu, “Siapa engkau? Mengapa engkau membawaku?”

Raksasa dan I Gede Pasekan (Sumber: Koleksi Pribadi)

Raksasa itu tidak menjawab, tetapi terus berjalan membawa I Gede Pasekan. Mereka melintasi hutan lebat dan bukit-bukit terjal. Setelah beberapa waktu, mereka tiba di puncak sebuah bukit yang tinggi. Dari puncak bukit itu, I Gede Pasekan dapat melihat pemandangan yang luar biasa indah. Di sebelah selatan, tampak gunung-gunung yang menjulang tinggi, sementara di sebelah utara, terlihat lautan luas yang biru.

Akhirnya, raksasa itu berbicara dengan suara yang dalam dan menggema, “Wahai I Gede Pasekan, ketahuilah bahwa wilayah yang engkau lihat dari puncak bukit ini, dari utara hingga selatan, kelak akan menjadi wilayah kekuasaanmu. Engkau akan menjadi penguasa di daerah ini, dan namamu akan dikenang oleh banyak orang.

Setelah berkata demikian, raksasa itu menghilang begitu saja, meninggalkan I Gede Pasekan sendirian di puncak bukit. Meski merasa bingung dengan apa yang baru saja terjadi, I Gede Pasekan merasa bahwa pertemuan itu bukanlah kebetulan. Ia merasa yakin bahwa apa yang dikatakan raksasa tersebut adalah takdir yang harus ia jalani.

Dengan semangat yang baru, I Gede Pasekan melanjutkan perjalanannya ke Desa Panji. Setibanya di sana, ia disambut dengan penuh kehangatan oleh penduduk desa yang mengetahui bahwa ia adalah putra Raja Sri Bagening. I Gede Pasekan kemudian menetap di Desa Panji dan mulai mengorganisir kehidupan masyarakat di sana, menerapkan ajaran dan kebijaksanaan yang ia peroleh dari ayahnya.

Setelah tiba di Desa Panji, I Gede Pasekan berjalan-jalan ke pantai dan melihat sebuah kapal kandas di antara batu karang. Tak lama kemudian, seorang nahkoda kapal datang memohon bantuan. Kapal tersebut penuh dengan penumpang yang terjebak, dan sang nahkoda sudah berusaha meminta pertolongan, tetapi tak ada yang mampu membantunya. Ia pun menawarkan separuh hartanya kepada I Gede Pasekan jika ia berhasil membebaskan kapal itu.

I Gede Pasekan menemukan kapal kandas (Sumber: Koleksi Pribadi)

I Gede Pasekan menyanggupi tawaran tersebut. Dengan keyakinan dan kemampuan yang ia miliki, ia duduk bersila di tepi pantai, menatap kapal yang terjebak di antara karang. Tak lama kemudian, angin kencang berhembus, dan ombak besar datang menghantam kapal. Dengan kekuatan alam yang di luar dugaan, kapal tersebut akhirnya terlepas dari karang dan kembali mengapung di laut.

Sesuai janjinya, sang nahkoda memberikan separuh hartanya kepada I Gede Pasekan. Dari momen itu, I Gede Pasekan menjadi orang yang sangat kaya dan memperoleh gelar baru, yaitu I Gusti Panji Sakti. Kekuasaannya semakin meluas, dan ia semakin disegani sebagai pemimpin yang kuat.

Selama bertahun-tahun, I Gede Pasekan membangun hubungan yang kuat dengan rakyatnya. Ia berhasil mengembangkan wilayah tersebut menjadi daerah yang makmur dan sejahtera. Seiring berjalannya waktu, I Gede Pasekan menyadari bahwa pesan raksasa di puncak bukit benar-benar menjadi kenyataan. Wilayah yang dulu hanya desa kecil kini telah berkembang menjadi sebuah kerajaan yang luas, membentang dari utara hingga selatan, seperti yang telah diramalkan.

I Gede Pasekan sebagai seorang pemimpin (Sumber: Koleksi Pribadi)

Kerajaan yang dipimpin oleh I Gede Pasekan ini kemudian dikenal dengan nama Buleleng, yang diambil dari nama daerah subur yang penuh dengan air yang melimpah. Sementara itu, pusat pemerintahan di wilayah utara, yang berada dekat dengan laut, diberi nama Singaraja, yang berarti “Raja Singa,” sebagai penghormatan atas keberanian dan kebijaksanaan I Gede Pasekan.

Cerita ini terus dikenang oleh masyarakat Bali sebagai asal-usul dari wilayah Buleleng dan Singaraja, yang hingga kini tetap menjadi pusat kebudayaan dan sejarah yang penting di Bali Utara. Kisah ini juga mengajarkan tentang takdir, keberanian, dan bagaimana kepemimpinan yang bijaksana dapat membawa kemakmuran bagi sebuah bangsa.

Files