Pura Pegulingan: Jejak Buddha dan Hindu yang Bersatu di Tanah Bali

Pura Pegulingan, temuan tak terduga saat pembangunan pada 1982, merupakan pura kuno di Bali, diduga dibangun pada abad ke-11 M. Artefak Buddha, seperti stupa mini dan kotak pripih dengan mantra Sanskerta, ditemukan selama penggalian. Tata letaknya mencerminkan ajaran Buddha dan Hindu, dan temuan seperti arca Budha dan prasasti menambah kekayaan sejarah pura ini, memberikan wawasan unik tentang perkembangan Buddha di Bali pada masa lalu.

Oct 25, 2024 - 10:35
Oct 25, 2024 - 18:59
Pura Pegulingan: Jejak Buddha dan Hindu yang Bersatu di Tanah Bali
Pura Pegulingan (Source Photo: Koleksi Pribadi)

Pura Pegulingan adalah sebuah pura kuno yang terletak di Desa Manukaya, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar. Letak pura ini tidak jauh dari lingkungan Pura Tirta Empul, Tampaksiring. Posisi Pura ini juga sangat strategis karena terletak di areal persawahan, sehingga secara tidak langsung kita disuguhi panorama alam yang sangat indah. 

Berdasarkan Lontar Usana Bali, pura ini diperkirakan dibangun pada masa pemerintahan Raja Masula Masuli di Bali pada abad ke-11 Masehi atau tahun caka 1178. Situs Pura Pegulingan ditemukan pada tahun 1982 dan masyarakat hendak mendirikan sebuah Padmasana Agung pada saat itu.3

Saat warga desa sedang menggali untuk membuat pondasi candi Padmasana yang megah, mereka menemukan artefak. Mengetahui hal tersebut, bendesa adat setempat memerintahkan pekerjaan untuk diberhentikan dan melaporkan temuan tersebut kepada otoritas setempat. 

Gapura Candi Bentar Pura Pegulingan (Source Photo: Koleksi Pribadi)

Pada tahun 1983, Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala, yaitu sebuah organisasi arkeologi yang sekarang dikenal sebagai Pusat Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) melakukan penelitian awal. Mereka menemukan batu dasar stupa Buddha yang di dalamnya berdiri stupa mini yang memiliki tinggi sekitar 80 sentimeter.

Selain itu, ditemukan juga kotak pripih yang berisi 62 cap tanah liat, plat logam, dan banyak pecahan mangkuk perunggu tunggal. Di cap tersebut terdapat mantra yang ditulis dalam bahasa Sanskerta dan Pre-Nagari. Seperti kotak pripih yang ditemukan di Gunung Kawi, ini biasanya digunakan di dekat monumen, seperti candi, untuk memfasilitasi upacara keagamaan dan ritual. 

Ditemukan juga berbagai perlengkapan keagamaan lainnya, seperti vajra, kendi dupa, dan berbagai pecahan patung Buddha. Secara keseluruhan, koleksi artefak memberikan kesan bahwa komunitas Buddha berkembang di era yang sama dengan raja-raja besar Bali yang membangun Gunung Kawi yang terdekat dan monumen penting lainnya.

Madya Mandala atau Halaman Tengah Pura Pegulingan (Source Photo: Koleksi Pribadi)

Selain stupa, Pura Pegulingan juga mencakup beberapa lusin struktur lain. Ini diorganisir ke dalam tiga mandala (halaman) yang dikenal sebagai Nista Mandala (halaman luar), Madya Mandala (halaman tengah), dan Utama Mandala (halaman dalam). Dari sudut pandang Buddha, tata letak ini mengingatkan pada "tiga alam", yang terdiri dari Alam Keinginan (kāma-loka), Alam Bentuk (rūpa-loka), dan Alam Tanpa Bentuk (ārūpya-loka). 

Sedangkan dari perspektif Hindu, tata letak ini mencerminkan ajaran Tri Kaya Parisudha, yaitu sebuah filsafat yang mendorong perbuatan baik, perkataan yang baik, dan pikiran yang benar. Namun, karena pura Bali umumnya terdiri dari dua atau lebih halaman, ini mungkin mencerminkan tata letak tradisional pura Bali dengan zona yang semakin suci saat seseorang bergerak lebih dalam ke dalam monumen.

Candi Padmasana Pura Pegulingan (Source Photo: Koleksi Pribadi)

Berikut merupakan penemuan yang ditemukan pada Pura Pegulingan dari hasil penelitian oleh Kantor Suaka Sejarah dan Purbakala:

1. Arca Budha

Arca Budha yang ada di Pura Pegulingan diperkirakan ada lima buah dan terbuat dari batu padas.Namun pada saat dilakukan penggalian, hanya ditemukan empat buah dalam kondisi rusak.

a. Arca pertama, diperkirakan dengan sikap tangan dharmacakramudra, yang dimiliki oleh Dhyani Budha Wairocana yang menempati bagian tengah.

b. Arca kedua, diperkirakan dengan sikap tangan bhumisaparsamudra, yang dimiliki oleh Dhyani Budha Aksobhya yang menguasai arah timur.

c. Arca ketiga, diperkirakan dengan sikap tangan abhayamudra yang dimiliki oleh Dhyani Budha Amoghasidhi yang menguasai arah utara.

d. Arca keempat, diperkirakan dengan tangan kiri digambarkan dengan sikap dyanamudra, dimiliki oleh Dhyani Budha Amitabha yang menguasai arah barat.

e. Arca kelima, diperkirakan dengan sikap waramudra, dimiliki oleh Dhyani Budha Ratnasambhawa yang menguasai arah selatan.

2. Prasasti

Temuan prasasti di Pura Pegulingan adalah berupa materai tanah liat dan lempengan ema. Lalu, diantara materi tanah liat tersebut berisi Mantra Formula Ye-Te dengan huruf Pranagari dan bahasa Sansekerta, yang merupakan mantra agama Buddha Mahayana mengenai tiga ajaran Dharma. 

Relief juga ditemukan pada pusat pondasi yang bersegi delapan, yang menggambarkan dua gajah saling membelakangi dan berdiri di sebelah kiri dan kanan sebuah gapura. Dalam bilik stupa ini, terdapat Arca Budha dari emas, lempengan emas, perak dan perunggu, serta pedagingan.

Stupa Penemuan Pura Pegulingan (Source Photo: Koleksi Pribadi)

Cagar budaya memiliki sifat rapuh, unik, langka, terbatas, tidak terbaharui dan rentan dari ancaman baik dari faktor alam maupun ulah manusia. Sehingga kegiatan-kegiatan pelestarian terhadap cagar budaya menjadi penting dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menanggulangi kerusakan dengan cara menjaga keterawatannya seperti yang biasa dilakukan oleh komunitas Bali Pelestarian Cagar Budaya beserta warga setempat di area Pura Pegulingan.