Keistimewaan Mata Air di Desa Adat Penestanan
Pulau Bali atau Pulau Dewata bukan hanya mengenai keindahan alamnya. Dibalik keindahan alam Bali, terdapat beberapa sejarah yang otentik. Salah satunya adalah desa adat yang memiliki sejuta keunikan dan keistimewaan.
Desa Penestanan bukan hanya sekedar sebuah desa biasa. Dibalik terbentuknya desa tersebut terdapat berbagai sejarah yang otentik. Desa Penestanan memiliki banyak peninggalan-peninggalan sejarah. Salah satunya adalah mata air. Mata Air yang berada di Desa Adat Penestanan menjadi pusat perhatian saat berkunjung ke desa tersebut. Bukan hanya karena letaknya yang indah, mata air ini juga memiliki sejarah dan arti yang sangat sulit ditebak oleh orang pada umumnya.
Pura Desa Adat Penestanan (Sumber Photo: Koleksi Redaksi)
Desa Adat Penestanan dulunya merupakan hutan belantara. Yang saat ini menjadi pemukiman bagi warga sekitar. Desa Adat Penestanan identik dengan perjalanan Rsi Markandya. Rsi Markandya adalah seorang Pendeta Hindu dari Jawa Dwipa. Sebelumnya, Rsi Markandya berasal dari Gunung Tohlangkir dan kemudian pindah ke perbukitan kecil yang juga merupakan tempat pertemuan dari 2 alur Sungai yaitu Sungai Oos Lanang dan Oos Istri. “Oos” diambil dari kata “Osadha” yang memiliki arti “Obat”.
Karena kekuasaannya terhapat tempat itu, Rsi Markandya memerintahkan seluruh pengikutnya untuk membersihkan hutan disekitar perbukitan. Setelah hutan belantara tersebut bersih, didirikanlah sebuah Pura Suci yang digunakan untuk memuja Dewi Danu. Pura tersebut dinamakan dengan “Pura Gunung Lebah”. Daerah disekitar Pura dijadikan pemukiman dengan sebuah perbatasan atau “Pacek”, sehingga nama daerah tersebut diubah menjadi “Pacekan”. Lama setelah itu, para warga Pacekan diserang oleh kawanan semut yang mengharuskan semua warga mengungsi ke arah barat melalui Sungai Wangsuh, yang saat ini dikenal dengan “Tukad Blangsuh”. Dengan Pindahnya warga Pacekan, nama daerahpun berubah menjadi Penestanan. Penestanan berasal dari kata “Penestan” yang memiliki arti Wangsuh atau air suci yang digunakan untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi.
Mata Air Desa Adat Penestanan (Sumber Photo: Koleksi Redaksi)
Mata air yang ada di desa Penestanan berbeda dari mata air pada umumnya. Mata air tersebut memiliki arti dan sejarah. Sebagian besar penglukatan yang berada di Pulau Dewata, utamanya dari arah utara dan timur. Namun, mata air di desa Penestanan ini muncul dari arah selatan sehingga arah palinggih pun menghadap utara yang membuat mata air tersebut sangat istimewa. Sumber air dari Tukad Blangsuh diberi nama “Beji Sudamala” dan di sumber air tersebut terdapat Pura yang diberi nama Pura Ulun Danu. Dan Pada saat itu, para pelingsir di daerah tersebut mempercayai mata air ini memiliki taksu sebagai mata air yang bertuah sekaligus beji Pura tersebut. Dikarenakan Beji Sudamala ini adalah perbejian dari sasuhunan Pura Ulun Danu yang dipuja para penguasa Kerajaan Ubud, terjadilah perang antara Kerajaan Ubud dengan Kerajaan Mengwi yang mengakibatkan warga Penestanan mengungsi ke arah barat. Termasuk Pretima yang ada di Pura Dalem Pacekan dan Pura Puseh Penestanan juga dibawa mengungsi ke arah barat yaitu di Bongkasa.
Sesampainya di tempat baru, warga berinisiatif untuk mendirikan sebuah Pura untuk memuja Pretima yang diberi nama “Pura Dalem Pacekan Bongkasa”. Karena warga Penestanan sudah mengungsi, Raja Ubud merasa khawatir akan diserang dari arah barat. Karena pada saat itu, Desa Adat Penestanan menjadi sangat sepi. Tidak tinggal diam, Raja Ubud meminta bantuan ke daerah Sanur yaitu kepada penguasa daerah Sanur yang bernama Dayu Dat. Raja Ubud meminta kepada Dayu Dat agar warga yang tinggal di Penestanan diajarkan ilmu gaib atau ilmu hitam demi menjaga Kerajaan Ubud dari arah barat. Sebagai penguasa daerah Sanur, Dayu Dat menyetujui permintaan Raja Ubud tersebut dengan imbalan Raja Ubud harus membantu mencari Pusaka di Griya Sanur yang hilang.
Oleh karena itu, desa Penestanan yang dulunya memiliki arti desa air suci disalahartikan menjadi Desa Pengleakan. Hal itu membuat Desa Penestanan menjadi salah satu desa angker atau mistis. Desa Adat Penestanan dengan Puri Ubud memiliki hubungan yang erat yang dapat dilihat secara Niskala maupun Sekala. Secara Sekala, setiap adanya acara penting di desa Penestanan, Penglingsir dari Puri Ubud pasti akan diundang begitupula sebaliknya. Jika di Puri Ubud ada kegiatan besar, maka warga Penestanan akan dilibatkan dalam acara atau kegiatan tersebut. Sedangkan secara Niskala, ditandai dengan pelawatan Ida Ratu Bhatara yang bergelar “Ida Ratu Mas Alit” yang memiliki istana di Pura Dalem Pacekan Penestanan.
Dulunya Ida Ratu Mas Alit merupakan barong yang digunakan untuk ngelawang bahkan dijadikan mainan oleh Raja Ubud. Dulu Ida Ratu Mas Alit disimpan di Pura Gunung Lebah. Yang dulunya dijadikan untuk ngelawang atau barong ngelawang, akhirnya kalinggihan atau dimasuki roh dan kemudian dilakukan pawisik. Setelah itu, Ida Ratu Mas Alit menginginkan agar dia diistanakan di Pura Dalem Pacekan Penestanan. Supaya Ida Ratu Mas Alit dapat menjaga Kerajaan Ubud dari arah barat.
Mata air yang muncul dari arah selatan sudah ada dan terus mengeluarkan sumber air hingga saat ini. Dan pemangku yang tinggal di desa Penestanan mengatakan bahwa adanya sinar biru keluar dari mata air tersebut dipercaya merupakan bentuk perwujudan dari Tuhan atas adanya Beji Sudamala. Banyak orang meyakini bahwa Beji Sudamala dapat dijadikan destinasi spiritual untuk yang mengalami gangguan psikologi dan mimpi buruk. Berbeda dari beji pada umumnya, orang yang tangkil tidak perlu basah-basahan untuk melukat, karena dapat dipercikkan air dari sumber mata air Beji Sudamala tersebut.