"Lubdaka: Pemburu Menebus Dosa di Malam Siwa"

Lubdaka, seseorang yang diketahui sebagai pemburu yang telah membunuh banyak hewan untuk dijual hasil buruannya, berburu seperti biasanya ke hutan. Setelah tidak menemukan hasil sepanjang hari, beliau dihadapkan ancaman bahaya di dalma hutan pada malam hari. Di atas pohon tua di tengah hutan, saat malam Dewa Siwa bersamadhi, beliau menyesali semua dosa-dosa yang beliau lakukan. Setelah selamat, Lubdaka pulang kerumahnya dan hidup dengan tenang sampai akhir ajalnya, dimana roh beliau dibawa oleh Dewa Siwa ke surga.

Oct 26, 2024 - 00:13
Oct 23, 2024 - 12:18
"Lubdaka: Pemburu Menebus Dosa di Malam Siwa"
Lubdaka (Source: Personal Collection)

Alkisah pada zaman dahulu kala hiduplah seorang pemburu Bernama Lubdaka dengan keluarganya. Lubdaka pada saat itu menjadikan berburu binatang ke hutan sebagai jalan utama untuk menafkahi keluarganya. Dia memanglah orang yang sudah membunuh banyak binatang untuk kemudian dijual. Pada suatu hari, Lubdaka hendak pergi ke hutan untuk mencari binatang buruan seperti biasanya.

Dengan berat hati, dia mengucapkan selamat tinggal kepada istri dan anak-anaknya dirumah. Kebetulan pada saat itu merupakan sasih ke-tujuh, dan pada malam hari, akan terjadi bulan mati, menyebabkan kurangnya pencahayaan. Oleh karena itu, Lubdaka bertekad untuk menemukan binatang buruan secepatnya dan pulang kerumah.

Lubdaka Pergi Berburu (Source: Personal Collection)

Lubdaka pergi seorang diri ke dalam hutan hanya dengan berbekal alat untuk berburu dan keyakinan dalam dirinya untuk berjuang mencari nafkah untuk keluarganya. Di dalam hutan, Lubdaka mencari hewan buruan kesana kemari. Matanya melirik sekeliling, telinganya berusaha menangkap suara apapun yang menjadi pertanda hasil buruan. Namun sayangnya, tidak ada tanda-tanda hewan atau sesuatu yang dapat menjadi hasil buruan untuk hari itu disekitarnya.

Dengan wajah kesal, dia melanjutkan perjalanannya kedalam hutan. Di tengah hutan yang rimbun, Lubdaka berkelana mencari hasil buruan. Sudah selang beberapa jam dari saat dia memasukoi hutan. Namun selama dia berkelana di hutan, mencari hasil buruan, dia tidak menjeumpai satupun hewan buruan. 

Pikirannya terlintas kepada anak dan istrinya yang ada dirumah. Dalam hatinya lubdaka berseru; “Kalau aku tidak mendapatkan hasil buruan hari ini, apa yang akan aku jual untuk menafkahi dan memberi makan keluargaku?” Dengan kekhawatiranya itu, dan keinginan untuk menafkahi keluarganya, Lubdaka pun melanjutkan langkahnya kedalam hutan. Dia tidak berniat pulang sebelum mendapatkan hewan buruan untuk dibawa dan dijual hasilnya. 

Lubdaka Yang Khawatir (Source: Personal Collection)

Lambat laun, matahari mulai terbenam. Langit mulai memerah, pertanda sore telah tiba. Kekhawatiran Lubdaka semakin besar dan dia terus masuk ke dalam hutan hanya untuk mendapatkan seekor hewan buruan atau apapun hasil yang bisa dia dapatkan. Namun sepanjang jalan yang dia lewati, dia tidak menemukan apapun. Dengan kepanikan dan kekesalan tercampur pada wajahnya, dia melangkah bebrapa kali lagi ke dalam hutan. Namun naas, Lubdaka sekali lagi tidak mendapatkan hasil apapun, hingga tiba saatnya malam hari. Lubdaka sendiri berkehendak mencari jalan untuk pulang pada saat itu.

Namun karena kurangnya pencahayaan disekitarnya yang disebabkan oleh bulan mati, dia memutuskan untuk bermalam di hutan. Dia pun mencari tempat yang aman untuk dapat dijadikan tempat untuk beristirahat. Hingga tiba Lubdaka pada sebuah telaga air yang tenang. Di pinggir telaga tersebut, Lubdaka melihat sebuah pohon tua kokoh. Dia pun memutuskan untuk beristirahat disana. Waktu terus berjalan, dan malam semakin larut.

Lubdaka Duduk DIbawah Pohon Tua (Source: Personal Collection)

Insting dan indra Lubdaka sebagai pemburu mengatakan bahwa ada bahaya di sekitar yang mengintai dirinya. Dan benar saja, dibalik pepohonan dan rerumputan yang rimbun di sekitar telaga, terdapat seekor harimau yang mendekati tempat Lubdaka beristirahat. 

Dengan sigap, dia kemudian memanjat pohon yang dia pakai sebagai tempat istirahat tersebut. Rasa takut yang dia alami pada saat itu memungkinkan Lubdaka untuk memanjat pohon dengan cepat. Dan benar saja, ada seekor harimau yang berjalan dan mengintai Lubdaka dari bawah pohon. Harimau tersebut tampak sedang mencari mangsa, dan pandangannya fokus terhadap Lubdaka yang sedan berada di atas pohon. Dikarenakan hal tersebut, Lubdaka tidak dapat turun dari pohon dan terpaksa bermalam di atas cabang pohon tua yang dinaikinya. 

Lubdaka Diatas Pohon Tua  (Source: Personal Collection)

Rasa kekhawatiran Lubdaka meningkat Ketika malam semakin larut dan dia bisa merasakan matanya mulai terasa berat. Dia mulai mengantuk, dan dia menyadari, jika dia tertidur di atas cabang pohon, ada kemungkinan dia bisa terjatuh dari atas pohon dan berakhir sebagai mangsa harimau atau hewan buas lainnya.Melihat sekitar untuk mencari solusi untuk beberapa saat, Lubdaka kemudian memutusukan untuk mencabut satu-satu daun yang ada di ranting pohon yang dinaikinya untuk menghabiskan waktu dan agar dirinya tetap terbangun. 

Dedaunan Jatuh Di Atas Lingga  (Source: Personal Collection)

Daun-daun tersebut terjatuh dari atas pohon ke arah tengah telaga. Di tengah-tengah telaga yang tenang, terdapat sebuah Lingga yang bercorak dan terbuat dari batu. Nampaknya, daun-daun yang berjatuhan tadi berkumpul di atas Lingga tersebut. Lubdaka tidak mengatahui keberadaan Lingga tersebut, dan bahwa Lingga tersebut adalah lambang dari Dewa Siwa, dan pada saat itu adalah malam dimana Dewa Siwa sedang melakukan Yoga Samadhi. Pada saat daun-daun tersebut berguguran, Lubdaka mulai memikirkan tentang perbuatannya sebagai pemburu selama ini. Dia telah membunu banyak hewan.

Perlahan, Lubdaka mulai meyeseali hal-hal yang telah dia perbuat. Sepanjang malam, dia merenung, bergadang dan menyesali semua dosa-dosa yang telah dia perbuat. Lambat laun, Lubdaka memilki keinginan untuk merubah pekerjaannya dari seorang pemburu menjadi seorang petani. Dan kala itu, keinginannya diperkuat dengan sebuah bisikan halus yang mengiyakan keinginannya tersebut. Lubdaka menganggap hal tersebut sebagai pertanda bahwa dirinya harus berubah. Dengan menyesali perbuatan dosanya di masa lalu, Lubdaka melanjutkan malam bulan mati tersebut dengan penuh kesadaran, di atas pohon tua tersebut.

Lubdaka Menyesali Dosanya Saat Dewa Siwa Bersamadhi  (Source: Personal Collection)

Menjelang pagi tiba, bahaya yang tadi mengintari Lubdaka telah lama menghilang. Menyadari hal tersebut, Lubdaka dengan cepat mengambil perlengkapannya dan bergegas mencari jalan pulang.Singkat cerita, setibanya dia dirumah, dia disambut dengan keluarganya dengan hangat. Istri dan anak-anaknya pada saat itu yang telah khawatir sepanjang malam merasa senang Lubdaka telah kembali dengan selamat, dan menyambutnya. Setelah peristiwa tersebut, Lubdaka mulai mengganti pekerjaannya menjadi petani, yang kemudian didukung oleh keluarganya. Lubdaka juga menjadi pribadi yang lebih baik dan menghindari perbuatan berdosa. Begitulah adanya selama Lubdaka menjalani hidupnya hingga ajal menjemputnya. 

Pada saat roh Lubdaka yang sedang dalam perjalanan ke alam roh, ia dicegat oleh Pasukan Cikrabala yang datang hendak membawanya ke kawah Candragomuka yang berada di Neraka. Menurut mereka, Lubdaka telah berdosa karena telah banyak membunuh hewan dalam hidupnya. Namun sebelum mereka pergi ke neraka, mereka dihentikan oleh Dewa Siwa yang tiba-tiba mencegah pembawaan roh Lubdaka ke neraka. Disana, terjadilah sebuah persidangan antara Dewa Siwa dan Pasukan Cikrabala. 

Dewa Siwa Menghadang Pasukan Cikrabala Untuk Menjemput Lubdaka  (Source: Personal Collection)

Dewa Siwa menerangkan bahwa pada hari Siwaratri, Lubdaka tanpa sadar telah melakukan perbuatan penebusan dosa dengan cara merenungi semua dosa-dosanya pada malam dimana Dewa Siwa sedang melakukan tapa Samadhi. Terlebih lagi, Lubdaka berubah setelah malam siwaratri tersebut. Menyetujui hal tersebut, Pasukan Cikrabala membiarkan Dewa Siwa untuk membawa roh Lubdaka ke alam surga.

Sejak saat itu, malam dimana Lubdaka bergadang duduk di atas pohon untuk menyesali dosa-dosanya dikenal sebagai malam Siwaratri, yang dirayakan setahun sekali, pada saat Purwaning Tilem Sasih Kapitu, atau bulan mati ketujuh sesuai kalender Hindu, dimana seluruh umat Hindu dapat duduk dan bergadang untuk merenungi semua perbuatan dan dosa yang telah diperbuat selama mereka hidup di dunia ini.

Files