Mengungkap Makna Mendalam dari Tradisi Nyacahin di Desa Adat Sebatu
Tradisi Nyacahin adalah tradisi yang biasa disebut juga tradisi Metegen tegenan, tradisi ini adalah tradisi puji syukur kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas berkah hasil panen yang didapatkan oleh masyarakat. Ingin mengetahui lebih lanjut mengenai Tradisi ini, mari simak artikel berikut.

Desa Sebatu merupakan sebuah desa yang terletak di Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar dan merupakan salah satu desa yang berada di ujung Utara Kabupaten Gianyar. Di Desa Adat Sebatu terkenal dengan tradisinya, tradisi merupakan suatu kepercayaan atau perilaku yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Tradisi mencakup berbagai aspek meliputi bahasa, agama, kebiasaan sosial, musik, seni, serta adat istiadat. Seringkali dalam penerapannya, tradisi adalah apa yang diyakini benar atau salah. Di Bali tradisi memiliki daya tarik global yang kuat, dikenal melalui seni pertunjukan, upacara keagamaan, dan filosofi Tri Hita Karana yang memberikan landasan spiritual bagi kehidupan sehari-hari. Salah satunya adalah Tradisi Nyacahin atau Nyacin yang ada di Desa Adat Sebatu.
Tradisi Nyacahin (Sumber: Koleksi Pribadi)
Tradisi Nyacahin ini sudah dilakukan secara turun temurun di Desa Adat Sebatu. Dimana tradisi Nyacahin ini memiliki tujuan untuk menyampaikan rasa syukur kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas berkah yang dilimpahkan melalui hasil panen yang didapatkan oleh masyarakat. Tradisi ini dilaksanakan setiap satu tahun sekali di Desa Sebatu, tradisi ini wajib dilaksanakan dan pantang untuk ditiadakan. Tradisi ini berlangsung setiap sasih Kapitu sampai Kawulu.
Serta selama 12 hari rangkaian pelaksanaan Nyacahin ini krama Desa Adat Sebatu pantang untuk mencukur kumis atau jenggot, memotong rambut, memotong kuku, serta menginap diluar kawasan Desa Adat. Dan juga salama 12 hari masyarakat desa sebatu tidak boleh melakukan kegiatan yang disebut dengan Berata, masyarakat tidak boleh sembahyang, tidak menghaturkan sesajen atau banten khusus untuk upacara nyacahin tersebut. Menurut masyarakat pantangan itu tak berani dilanggar, karena sudah terbukti dengan timbulnya hal-hal buruk saat ada masyarakat yang melanggar pantangan atau larangan tersebut.
Mategen Tegenan Tradisi Nyacahin (Sumber: Koleksi Pribadi)
Rangkaian Tradisi Nyacahin ini berlangsung selama 12 hari lamanya, kemudian tiga hari setelah Nyacahin berlangsung Upacara Mengsanghyang sanghyang yang juga tak kalah uniknya. Setelah itu pada hari ke-enam dilaksanakan Upacara Muat Emping atau disebut juga Nyacahin dengan menyertakan banten Tegenan yang berisi beraneka macam hasil panen. Yang digantungkan pada banten berupa buah, seperti jeruk, salak, nanas, pisang dan aneka buah lainnya sesuai kemampuan, serta hasil panen dari masyarakat. Hasil panen yang diberikan selama kurun waktu satu tahun, masyarakat yang mayoritas menjadi petani dan masih menggarap lahannya dengan baik. Buah-buahan itu dirangkai menjadi satu dengan berbagai jenis jajan, serta berbagai macam daging ayam, babi, kepiting, dan masih banyak lagi. Tradisi ini juga terlihat unik, karena 2 banten disatukan menggunakan bambu.
Diadakannya Tradisi Nyacahin ini masyarakat berharap pertanian ataupun perkebunan bisa kembali memperoleh hasil yang lebih baik. Dengan demikian, Tradisi Nyacahin tidak hanya menjadi ritual keagamaan atau adat istiadat semata, tetapi juga mencerminkan hubungan yang dalam antara manusia dan alam. Dengan harapan dapat membawa berkah dan keberuntungan bagi sektor pertanian dan perkebunan di Desa Adat Sebatu.