Pantai Mertasari: Ketika Alam, Seni, dan Spirit Bali Menyatu
Bali bukan hanya tentang pantai berpasir putih atau gemerlap pariwisata, tetapi juga tentang ruang-ruang hening di mana alam, seni, dan spiritualitas menyatu. Salah satu tempat yang menghadirkan harmoni itu adalah Pantai Mertasari di Sanur. Bagi sebagian orang, pantai ini hanyalah garis pasir yang membentang di tepi laut, namun bagi yang merasakannya, Mertasari adalah wajah lain dari jiwa Bali.
Pantai Mertasari terletak di ujung selatan kawasan Sanur, Denpasar. Tidak setenar Kuta atau Seminyak, namun justru di situlah letak pesonanya. Suasananya tenang, jauh dari hiruk pikuk, membuat siapa saja yang datang seolah diajak untuk berhenti sejenak dari kebisingan dunia. Hamparan pasir kecokelatan terbentang, berpadu dengan air laut yang tenang, menciptakan lanskap sederhana namun memikat.
Saat pagi menjelang, Pantai Mertasari berubah menjadi panggung keindahan alam. Matahari terbit perlahan dari ufuk timur, menyinari perahu-perahu tradisional jukung yang berjejer di tepi pantai. Cahaya jingga keemasan yang memantul di permukaan laut menghadirkan suasana syahdu, seakan memberi ruang bagi jiwa untuk bermeditasi. Banyak orang datang untuk berolahraga, berlari kecil di sepanjang bibir pantai, atau berlatih yoga, menjadikan tempat ini bukan sekadar destinasi wisata, melainkan ruang untuk merawat diri.
Pemandangan Pantai Mertasari (Sumber : Koleksi Pribadi)
Di sudut lain, terlihat para nelayan yang baru pulang dengan perahu jukungnya. Mereka menambatkan perahu dengan tenang, seolah laut dan manusia sudah terjalin dalam percakapan panjang yang penuh kesetiaan. Kehidupan sederhana ini justru menjadi lukisan indah tentang bagaimana manusia bisa hidup berdampingan dengan alam tanpa harus merusaknya.
Pantai ini adalah saksi bisu perjalanan manusia. Dari anak-anak yang belajar berlari di atas pasir, hingga orang tua yang menenangkan diri di tepi laut, Mertasari selalu memberi ruang bagi siapa saja untuk merasa diterima. Ia mengajarkan bahwa pantai bukan hanya tempat berlibur, tetapi juga tempat untuk pulang—pulang pada alam, pulang pada kebersahajaan, dan pulang pada diri sendiri.
Melayangan Di Pantai Mertasari (Sumber : Koleksi Pribadi)
Di Pantai Mertasari, laut bukan satu-satunya alasan orang datang. Langit luasnya yang terbuka menjadi ruang bermain bagi anak-anak hingga orang dewasa. Terlihat beberapa layangan tradisional Bali menghiasi angkasa, menari-nari mengikuti irama angin sore. Bukan sekadar permainan, melainkan warisan budaya yang telah hidup turun-temurun di tengah masyarakat.
Melayang-layangkan benang di tangan, setiap orang seolah merasakan kebebasan. Ada kebahagiaan sederhana saat melihat layangan naik semakin tinggi, menembus awan, seakan sedang mengirim doa dan harapan ke langit. Suasana ini menghadirkan keintiman antara manusia dan alam, di mana kebersamaan tercipta tanpa perlu banyak kata.
Upacara Di Pantai Mertasari (Sumber : Koleksi Pribadi)
Terlihat umat dengan busana adat serba putih sedang berkumpul di tepi laut, melaksanakan upacara keagamaan. Di bawah langit mendung, langkah-langkah mereka menuju laut seolah menghubungkan manusia dengan alam, serta menyatukan doa dengan debur ombak.
Ritual seperti ini mencerminkan harmoni antara manusia, alam, dan Sang Pencipta. Pantai menjadi saksi bisu bagaimana tradisi tetap hidup, diwariskan dari generasi ke generasi. Suasana hening bercampur dengan suara alam menciptakan ruang sakral, di mana kebersamaan terasa bukan hanya antar manusia, tetapi juga dengan semesta.