Satua Bali I Siap Selem, Kisah Kecerdikan Ibu demi Anaknya
Kisah ini menceritakan seekor ayam hitam yang menggunakan kecerdikannya untuk menyelamatkan anaknya dari bahaya. Walaupun terkesan sebagai cerita biasa, satua Bali ini sering didongengkan kepada anak-anak Bali secara turun-temurun sebagai pembelajaran hidup. Yuk, simak cerita selengkapnya!
Rakyat Bali nampaknya sudah sangat akrab dengan satua Bali atau kisah rakyat Bali yang berjudul I Siap Selem, yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi Si Ayam Hitam. Hingga saat ini masih belum diketahui siapa pengarang asli dari cerita I Siap Selem, akan tetapi berdasarkan satua-nya, kisah ini termasuk golongan satua tantri. Naskah tertua dari I Siap Selem berada pada koleksi Gedong Kirtya dengan katalog nomor 1742/6b dengan judul Syap Badëng atau I Syap Sëlëm dan diterbitkan pada Satua-satua Bali 12 oleh I Nengah Tinggen dan Kembang Rampe Kasusastraan Bali Purwa.
Kisah ini menceritakan seekor ayam hitam yang menggunakan kecerdikannya untuk menyelamatkan anaknya dari bahaya. Walaupun terkesan sebagai cerita biasa, satua Bali ini sering didongengkan kepada anak-anak Bali secara turun-temurun sebagai pembelajaran hidup. Satua Bali I Siap Selem mencerminkan bagaimana seseorang dapat menggunakan kecerdikannya untuk menipu atau pun untuk menyelamatkan diri dan orang terkasihnya. Bagaimana kisah lengkapnya? Yuk, simak cerita di bawah ini.
I Siap Selem dan Anak-anaknya (Sumber: Koleksi Pribadi)
Dikisahkan tentang seekor induk ayam bernama I Siap Selem. Dia memiliki 7 anak. Anaknya yang paling kecil dinamakan I Doglagan dan dia tidak memiliki bulu. Setiap hari, I Siap Selem dengan anak-anaknya akan mencari makan. Tidak jarang pula, mereka mencari makan sampai ke sebelah barat sungai.
I Siap Selem dan Anak-anaknya Melihat Akan Hujan (Sumber: Koleksi Pribadi)
Suatu hari, I Siap Selem dengan anak-anaknya sedang mencari makan di sebelah barat sungai. Tiba-tiba saja, langit menjadi mendung dan menandakan akan segera hujan. Anak-anak I Siap Selem pun langsung panik dan memanggil-manggil Ibunya.
“Me, ayo pulang sekarang! Langitnya mendung sekali, Me”, ujar salah satu anaknya sembari menunjukkan raut wajah gelisah (dalam bahasa Bali, Meme berarti Ibu).
“Bener, Me. Aku takut kita akan kehujanan di sini,” sahut anaknya yang lain. Begitu mendengar perkataan anak-anaknya itu, I Siap Selem lalu memutuskan untuk pulang bersama dengan mereka. Namun masalah baru muncul, mereka terlalu jauh dengan rumah. Jika dipaksakan, maka mereka pasti kehujanan. I Siap Selem khawatir kepada I Doglagan bila itu terjadi.
I Siap Selem Menunjuk ke Suatu Rumah (Sumber: Koleksi Pribadi)
I Siap Selem lalu menghela nafas dan berkata kepada anak-anaknya, “anak-anakku semua, lihat, di sana ada rumah. Ayo kita berteduh di sana terlebih dahulu. Kalau kita pulang sekarang, pasti akan kehujanan. Lihatlah adikmu, I Doglagan, dia tidak punya bulu. Kalau kehujanan dia akan mati”. Lalu, mereka semua pun bergegas pergi ke rumah yang ada di samping sungai itu.
I Siap Selem Bertemu dengan Meng Kuuk (Sumber: Koleksi Pribadi)
Segera setelah sampai pada rumah tersebut, I Siap Selem lalu mengetuk pintu rumahnya. “Jero jero yang punya pondok ini, apalah kami boleh berdiam dulu di sini untuk berteduh,” begitu tanyanya sambil mengetuk pintu. Tak lama kemudian pemilik rumahnya pun datang dan membukakan pintunya. Ternyata yang memiliki rumah tersebut adalah kucing betina bernama Meng Kuuk.
Meng Kuuk tersenyum dan bertanya, “Meong.. ih Siap Selem, kenapa kamu di sini?”.
“Jero Meong,” jawab I Siap Selem, “saya ke sini dengan anak-anak saya untuk berteduh dari hujan. Kasian anak-anak saya, masih kecil, saya tidak ingin menerobos hujan dengan mereka”.
Mendengar alasan dari I Siap Selem, Meng Kuuk pun langsung setuju dan mengizinkan mereka untuk berteduh di rumahnya. “Ya sudah kalau begitu, mari masuk ke dalam,” ajaknya sambil tersenyum berseri-seri. Begitu masuk, Meng Kuuk langsung memberikan mereka sarang untuk beristirahat dan bersikap ramah, Benar saja, setelah I Siap Selem dengan anak-anaknya masuk ke rumah Meng Kuuk, hujan pun langsung turun dengan deras dan menyebabkan sungainya banjir.
Meng Kuuk lalu menawarkan I Siap Selem untuk menginap saja di rumahnya. Setelah berpikir sejenak, I Siap Selem setuju dengan ajakan Meng Kuuk karena dia sangat khawatir dengan anak-anaknya.
I Siap Selem Mendengarkan Meng Kuuk (Sumber: Koleksi Pribadi)
Malamnya, entah mengapa I Siap Selem tidak dapat tidur. Dia memiliki firasat buruk, dan benar saja firasatnya itu. Tidak lama kemudian dia mendengar percakapan Meng Kuuk dan anak-anaknya yang sedang merencanakan sesuatu.
“Anak-anakku semua, malam ini kita akan pesta besar! Meme punya ayam betina dan tujuh anaknya, loh!” ujar Meng Kuuk bersemangat. Tentu saja anak-anak Meng Kuuk menyambut hal itu dengan sangat senang.
“Aku mau bokongnya, Me!” begitu kata salah satu anaknya.
“Aku mau sayapnya, Me!”, ada lagi yang berkata begitu.
I Siap Selem Ketakutan (Sumber: Koleksi Pribadi)
Mendengar percakapan Meng Kuuk dengan anak-anaknya, I Siap Selem langsung merasa takut. Dia tidak ingin dirinya dan anaknya celaka. Dia pun membangunkan anak-anaknya secara perlahan agar tidak diketahui oleh Meng Kuuk.
I Siap Selem Meminta Anak-anaknya untuk Pergi (Sumber: Koleksi Pribadi)
Dengan gelisah, I Siap Selem berkata, “anak-anak, ayo bangun. Si Meng Kuuk mau memakan kita. Ayo kita pergi dari sini secepatnya. Nanti, kalian dahulu yang terbang pergi dari sini, nanti Meme akan menyusul”. Tak lama kemudian, satu per satu anaknya pun terbang melompati sungai. Brrr.. brr.. suakk.. begitu suaranya.
Meng Kuuk Bertanya pada I Siap Selem (Sumber: Koleksi Pribadi)
Meng Kuuk yang mendengar suara aneh lantas bertanya kepada I Siap Selem, “Siap Selem, suara apa tadi itu?” tanyanya. I Siap Selem pun langsung berkata “sepertinya itu daun timbul yang jatuh”. Lalu terdengar lagi suaranya, Meng Kuuk bertanya, “Ada suara lagi, suara apa itu, Siap Selem?”, dan I Siap Selem kembali menyaut, “sepertinya itu daun bambu yang jatuh”.
Lantas, hampir seluruh anak I Siap Selem berhasil kabur dari rumah Meng Kuuk, kecuali satu orang yakni I Doglagan yang masih bersama dengan I Siap Selem. I Doglagan tidak bisa terbang melintasi sungai seperti saudaranya, oleh sebab itu I Siap Selem harus berpikir keras. Dengan kecerdikannya, dia pun merencanakan sesuatu.
I Siap Selem Menasehati I Doglagan (Sumber: Koleksi Pribadi)
“Doglaganku, sekarang Meme akan meninggalkan kamu di sini. Jika nanti kamu akan dimakan oleh Meng Kuuk, pintar-pintarlah kamu memohon kepadanya. Bilanglah saat ini kamu masih pahit, masih kecil, tidak pantas dimakan dulu. Mintalah dia untuk memelihara kamu sampai kamu tumbuh bulunya. Jika sudah tumbuh, maka kamu harus langsung terbang melarikan diri,” nasehatnya kepada I Doglagan.
Setelah memberikan I Doglagan nasehat, I Siap Selem langsung terbang melewati sungai. Brr.. brr.. suak.. Mendengar hal itu, Meng Kuuk bertanya lagi, “Suara apa itu, Siap Selem?” tanyanya. Akhirnya, tidak ada yang menyahut pertanyaan Meng Kuuk. Merasa bingung, Meng Kuuk pun pergi menengok ke ruangan I Siap Selem. Di sanalah dia sangat terkejut dan menyadari bahwa ia telah ditipu oleh I Siap Selem. Tidak ada siapapun di sana kecuali I Doglagan.
Meng Kuuk Terkejut (Sumber: Koleksi Pribadi)
“Waduh, pasti yang dibilang dedaunan jatuh itu sebenarnya anak-anak dan dirinya sendiri yang terbang dari sini!” ujar Meng Kuuk, kesal dengan apa yang dilihatnya.
“Meme, ya sudah kita makan anak itu saja,” begitu kata anak Meng Kuuk.
I Doglagan Memohon agar Tidak Dimakan (Sumber: Koleksi Pribadi)
Mengikuti nasehat Ibunya, I Doglagan langsung meminta belas kasihan agar tidak dimakan dan berkata, “Aduh Jero Meong kalian, aku mohon jangan makan aku sekarang. Aku belum tumbuh bulu, menandakan rasaku masih sangat pahit, terlalu kecil, dan tidak enak dimakan. Saranku, lebih baik kalian peliharalah aku dahulu hingga tumbuh bulu, lalu makanlah aku”.
Meng Kuuk tahu kalau dia dibodoh-bodohi oleh I Doglagan. Namun, dia tetap mau memelihara I Doglagan. Membayangkan sebesar dan segemuk apa dia bisa memelihara I Doglagan dan lalu memasaknya membuatnya senang tidak terkira, setidaknya lebih baik daripada memakan ayam kecil seperti ini. Meng Kuuk menempatkan I Doglagan ke dalam kandang agar tidak kabur dan diberikan makan setiap hari.
Singkat cerita, bulu I Doglagan sudah tumbuh. Meng Kuuk dan anaknya pun langsung repot mengurus bumbu untuk digunakan saat memasak daging I Doglagan.
Meng Kuuk Memasak dan I Doglagan Sudah Besar (Sumber: Koleksi Pribadi)
“Hei kau Doglagan, akan kami makan kau sekarang,” ujar Meng Kuuk. I Doglagan hanya menjawab, “Baik, silahkan jero. Akan tetapi, agar daging saya enak, ayunkan saya ke atas saya tiga kali. Jika tidak, rugilah persiapanmu, dagingku akan tetap terasa keras”.
Meng Kuuk Mengayunkan I Doglagan (Sumber: Koleksi Pribadi)
Tidak sabar ingin memakan I Doglagan, Meng Kuuk pun langsung menjalankan permintaannya. Prrr.. prrr.. prr… Begitu sampai pada ayunan ketiga, I Doglagan lantas terbang menjauh. Jauh terbangnya lalu hinggap di atas batu. Meng Kuuk langsung panik, marah, dan kesal, dia langsung mengejar I Doglagan dan melihatnya hinggap di atas batu. Meng Kuuk langsung menyergap I Doglagan. Namun sayang, I Doglagan langsung terbang pergi. Yang disergap Meng Kuuk tidak lain adalah batu. Waduh, gigi Meng Kuuk langsung rontok. I Doglagan langsung terbang menjauh sambil menertawakan dan mengejek Meng Kuuk dengan bernyanyi.
Meng Kuuk Menyergap Batu (Sumber: Koleksi Pribadi)
“Ngik ngak ngik nguk gigi pungak nyaplok batu. Ngik ngak ngik nguk gigi pungak nyaplok batu,” begitu nyanyiannya sambil tertawa (artinya: gigi rontok makan batu).
Itulah akibatnya kalau mempunyai niat yang jahat. Dalam satua Bali ini, kita diajarkan untuk selalu berusaha menjadi cerdik dan bijak, terutama pada saat diri kita ataupun orang lain terancam oleh niat jahat seseorang. Tidak boleh pula menggunakan kecerdikan tersebut untuk merugikan orang lain. Semoga satua Bali I Siap Selem dapat menjadi sumber pembelajaran yang berharga untuk kita sebagai pembaca.
Oleh: Tim ILS I Siap Selem