Dewi Tripura Sundari: Pertempuran untuk Keharmonisan Semesta
Di tengah kekacauan yang ditimbulkan oleh Bhandasura, makhluk jahat yang terlahir dari abu Dewa Kama, Dewi Tripura Sundari hadir sebagai perwujudan keindahan dan kekuatan surgawi untuk melawannya. Dengan kecerdasan dan pesona yang luar biasa, ia memimpin pasukan surgawi dalam pertempuran sengit melawan Bhandasura dan pengikutnya.

Sebelum menyelami inti cerita, mari kita telusuri entitas yang menjadi dasar kelahiran Bhandasura dan Dewi Lalita, tidak lain adalah Sang Raja Asura. Tarakasura, raja para Asura, dilahirkan dengan takdir kelam sebagai musuh para dewa. Sebagai putra dari Bajrangga dan Waranggi, dia memendam kebencian mendalam terhadap para dewa. Dengan tekad kuat, Tarakasura melakukan tapa yang sangat lama hingga akhirnya menarik perhatian Dewa Brahma. Ketika Dewa Brahma muncul, Tarakasura meminta anugerah untuk menjadi tak terkalahkan, kecuali oleh anak Dewa Siwa.
Tarakasura tahu Siwa tengah berduka atas kematian istrinya, Dewi Sati, dan merasa yakin Siwa tak akan memiliki keturunan, menjadikannya penguasa abadi. Setelah mendapatkan anugerah itu, Tarakasura memimpin pasukannya untuk menyerang tiga dunia bumi, surga, dan alam bawah membuat para dewa panik dan tak berdaya. Dalam keputusasaan melawan Trakasura, para dewa memohon kepada Dewa Brahma. Brahma mengungkapkan bahwa hanya anak Dewa Siwa lah yang bisa mengalahkan Tarakasura. Namun, Dewa Siwa masih tenggelam dalam kesedihan, sehingga para dewa merencanakan untuk membangkitkan cintanya kembali dengan bantuan Dewa Kama, sang Dewa Cinta
Dewa Kama Mencoba Memanah Dewa Siwa (Sumber: Koleksi Pribadi)
Dewa Kama, dengan busur bunga dan panah cintanya, mendekati Dewa Siwa yang sedang dalam meditasi. Dengan hati-hati, Dewa Kama mengarahkan panah cintanya, berharap bahwa itu akan membuat Siwa jatuh cinta pada Parwati. Namun, begitu panah dilepaskan, sesuatu yang tak terduga terjadi. Siwa, dengan kesadaran ilahinya, segera menyadari upaya tersebut.
Dengan kemarahan yang tak terbendung, Siwa membuka mata ketiganya, mata api yang terletak di dahinya. Dalam sekejap mata, api dari mata ketiga Siwa menyala dan melahap Dewa Kama, mengubahnya menjadi abu. Seluruh alam semesta bergemuruh dengan kekuatan luar biasa dari amarah Siwa, dan harapan para dewa pun tampak musnah bersama dengan hilangnya Dewa Kama. Namun, Rathi Devi, istri Dewa Kama, tidak mau menerima kenyataan ini. Dengan hati yang hancur, ia bersama para dewa memohon kepada Paramashiva, bentuk tertinggi dari Siwa, untuk memberikan kehidupan kembali kepada suaminya. Hati Siwa yang agung tidak bisa menolak permintaan mereka yang penuh ketulusan.
Siwa pun menatap abu Dewa Kama dengan penuh kasih, berharap untuk mengembalikannya.Tetapi, nasib memiliki rencana lain. Dari abu Dewa Kama, tidak terlahir kembali sosok yang penuh cinta, melainkan Asura yang baru, bernama Bhanda. Bhanda, yang lahir dari api kemarahan Siwa, membawa kebencian dan dendam yang mendalam terhadap para dewa. Darah Asura mengalir dalam dirinya, dan dia memutuskan untuk memihak Tarakasura serta para Asura lainnya
Pasukan Bhandasura (Sumber: Koleksi Pribadi)
Bhanda, yang kini dikenal sebagai Bhandasura, menjadi ancaman baru yang lebih mengerikan. Dia memutuskan untuk membangun kerajaannya sendiri, dan dari kota yang disebut Shonithapura, dia memerintah dengan tangan besi, mengganggu para dewa dan menyebabkan kehancuran di seluruh dunia. Sekarang, para dewa tidak hanya harus menghadapi Tarakasura, tetapi juga Bhandasura, dua kekuatan besar yang lahir dari kutukan dan kemarahan. Para dewa, yang dulu penuh dengan kepercayaan diri dan kekuatan, kini dilanda kebingungan yang semakin mendalam. Musuh mereka bukan hanya bertambah, tetapi juga semakin kuat dan merajalela. Bhandasura, yang terlahir dari abu Dewa Kama, telah mengerahkan pasukannya untuk menghancurkan dunia tanpa ampun. Dunia, yang dulu damai dan tenteram, kini berada di ambang kehancuran.
Dalam situasi yang sangat genting ini, para dewa sekali lagi memutuskan untuk menemui Dewa Brahma, berharap akan petunjuk yang bisa menyelamatkan mereka dari kehancuran yang tak terelakkan. Dengan hati penuh pengharapan, mereka meminta nasihat kepada Sang Pencipta. Dewa Brahma, dengan kebijaksanaan yang tak terukur, memberikan jawaban yang sangat mengejutkan mereka. “Dewi Sati-lah yang bisa menyelamatkan dunia ini,” kata Brahma dengan suara yang dalam dan penuh makna. “Namun, untuk itu, dia harus membakar dirinya dengan menggunakan seluruh kayu bakar dari pohon-pohon yang telah mati di dunia.”
Pelaksanaan Api Pengorbanan Oleh Para Dewa (Sumber: Koleksi Pribadi)
Para dewa, meskipun terkejut dan mungkin sedikit ragu, tahu bahwa mereka harus melakukan apa yang dikatakan Brahma. Mereka pun segera mengumpulkan setiap kayu bakar dari pohon-pohon mati di seluruh dunia, menciptakan tumpukan yang tinggi dan besar, dan menyalakan api pengorbanan. Dengan keikhlasan yang luar biasa, mereka mulai melaksanakan upacara api pengorbanan. Dewi Sati, yang bersemayam dalam tubuh Parwati, merasakan gelombang pengorbanan ini dan tidak bisa mengabaikan ketulusan dari para dewa. Hatinya yang penuh kasih sayang tergerak oleh pengorbanan mereka, dan dia pun menerima panggilan itu.
Lahirnya Dewi Tripura Sundari Dari Kobaran Api (Sumber: Koleksi Pribadi)
Dari api yang menyala dengan kekuatan ilahi, muncul sosok yang begitu agung dan mempesona yaitu Dewi Lalita Tripura Sundari, perwujudan dari Dewi Sati dan Parwati dalam bentuk yang baru, penuh dengan keindahan yang tak terbandingkan. Dewi Lalita Tripura Sundari adalah perwujudan kecantikan dan kekuatan ilahi. Rambutnya yang hitam panjang memancarkan aroma bunga-bungaan, sementara dahinya dihiasi tilaka musk yang menambah keanggunan. Matanya, seperti ikan yang tenang di danau, bersinar di bawah kelopak mata yang menyerupai gerbang menuju cinta. Telinganya dihiasi oleh matahari dan bulan, simbol penguasaan atas waktu, sementara pipinya bercahaya seperti cermin Padmaraga. Senyumannya yang segar dan suaranya yang merdu mengalun seperti melodi surgawi, memikat bahkan sang Dewa Siwa. Dengan pakaian sutra dan perhiasan yang melambangkan keabadian, keindahan tubuhnya memancarkan cahaya merah keemasan yang memukau semua yang melihatnya.
Dewi Lalita Tripura Sundari kemudian dinikahkan dengan Dewa Siwa, dan mereka tinggal di Sree Nagara, sebuah kota yang berada di puncak Gunung Maha Meru, tempat tinggal para dewa dan pusat dari segala keberuntungan dan keindahan. Sree Nagara, sebuah kota yang megah dan misterius, dikelilingi oleh dua puluh lima jalan yang menakjubkan, masing-masing dibangun dengan material yang melambangkan kemewahan dan kekuatan. Jalan-jalan ini, yang terbuat dari berbagai logam mulia seperti besi, baja, tembaga, timah, dan paduan lima logam, serta batu-batu berharga seperti perak, emas, batu Pushpa Raga putih, dan Padmaraga merah, masing-masing menambah keindahan dan keistimewaan kota ini. Tak kalah mempesona, terdapat Onyx, berlian, Vaidoorya, Indra Neela (topaz), mutiara, Marakatha, koral, sembilan permata, dan campuran berbagai permata dan batu mulia yang menghiasi jalan-jalan kota.
Para dewa yang penuh harapan dan keputusasaan memanjatkan doa mereka kepada Dewi Lalita Tripura Sundari, memohon agar dia mengakhiri kekuasaan Bhandasura yang mengancam. Dengan penuh tekad dan kekuatan, Dewi Lalita memutuskan untuk memimpin serangan langsung. Dalam persiapannya, ia membentuk sebuah pasukan yang sangat kuat dan serba lengkap. Pasukan ini terdiri dari berbagai dewa dan kekuatan, termasuk Brahmi, Kaumari, Vaishnavi, Varahi, Mahendri, Chamundi, Maha Lakshmi, serta Nitya Devathas dan Avarna Devathas yang menempati Sri Chakra. Di bawah kehadiran Maha Tripura Sundari, Sri Chakra berfungsi sebagai pusat dari segala keberuntungan dan kebahagiaan ilahi.
Sampatkari Devi bertugas sebagai kapten resimen gajah, sementara Aswarooda Devi memimpin kavaleri dengan keahlian yang mengesankan. Komando utama pasukan dipegang oleh Dhandini, yang memimpin kereta perang bernama Giri Chakra, dengan bantuan Manthrini yang mengendarai kereta bernama Geya Chakra. Di tengah peperangan, Jwala Malini melindungi pasukan dengan menciptakan cincin api yang melingkupi mereka, memberikan perlindungan yang kuat dari ancaman musuh. Para Shakthi yang berkuasa berkuda, memberikan dukungan dan perlindungan tambahan. Dalam pertempuran yang sengit, Nithya Devi berhasil menghancurkan sebagian besar pasukan Bhandasura, sedangkan Bala Devi dengan keberanian dan kekuatannya membunuh putra Bhandasura. Tidak hanya itu, Manthrini dan Dhandini juga berhasil mengalahkan saudara-saudara Bhandasura, Vishanga dan Vishukra, mengurangi kekuatan musuh secara signifikan.
Dewi Tripura Sundari Mengakhiri Hidup Bhandasura Menggunakan Kameshwarasthra (Sumber: Koleksi Pribadi)
Namun, Bhandasura yang licik tidak berhenti di situ. Ia menciptakan blokade yang menghalangi jalan pasukan Dewi Lalita. Dalam menghadapi tantangan ini, Sri Lalita Tripura Sundari menggunakan kekuatannya untuk menciptakan Ganesha dengan bantuan Kameshwara, mengatasi hambatan yang dibuat oleh Asura. Ketika Bhandasura semakin putus asa, ia menciptakan pasukan tambahan yang terdiri dari Asura-asura baru seperti Hiranyaksha, Hiranyakasipu, dan Ravana. Dewi Lalita, dengan kebijaksanaannya, menciptakan sepuluh avatar Wisnu untuk melawan dan menghancurkan para Asura tersebut. Akhirnya Dengan menggunakan Pasupathastra, Dewi Lalita berhasil membunuh semua pasukan Bhandasura, dan akhirnya mengakhiri hidup Bhandasura dengan Kameshwarasthra, senjata yang sangat kuat. Setelah kemenangan yang gemilang ini, para dewa memuji dan menghormati Dewi Lalita Tripura Sundari atas keberhasilannya. Sebagai langkah untuk membawa kebaikan dan keseimbangan ke dunia, Dewi Lalita juga menciptakan kembali dewa kama, sang Dewa Cinta, sehingga dunia dapat merasakan kembali kebaikan dan keindahan cinta.