Perjalanan Maharsi Markandeya Ke Bali
Bali merupakan salah satu pulau di Indonesia yang memiliki kebudayaan yang unik. Kebudayaan yang unik tersebut mampu menarik minat wisatawan dari manca negara untuk berkunjung ke Bali. Budaya dan agama yang sekarang ada di bali mengalami proses perkembangan yang cukup panjang. Perkembangan budaya serta agama di Bali tidak lepas dari pengaruh tokoh-tokoh agama terdahulu. Salah satu tokoh agama yang berpengaruh terhadap penyebaran dan perkembangan kebudayaan dan agama hindu di Bali yaitu Maharsi Markandeya.
Maharsi Markandeya merupakan salah satu tokoh Agama Hindu yang berjasa dalam penyebaran agama hindu di Bali. Beliau merupakan putra dari pasangan Sang Merkanda dan Dewi Manaswini. Maharsi Markandeya adalah seorang Rsi yang berasal dari perguruan Markandya di India. Di Jawa pada awalnya Beliau berasrama di daerah pegunungan Dieng yang termasuk daerah Kerajaan Mataram Kuno (Jawa Tengah). Namun karena pada kala itu terjadi suatu bencana alam, sehingga pusat Kerajaan Mataram dipindahkan ke wilayah Jawa Timur. Maharsi Markandeya juga ikut berpindah ke arah timur sehingga pada akhirnya bermukim di daerah Gunung Raung (Jawa Timur). Di sana Beliau melakukan pertapaan dan mendapatkan petunjuk untuk pergi ke arah timur yaitu pulau Bali.
Sebelum Maharsi Markandeya datang ke Bali sudah ada orang-orang yang lebih dahulu berada di Bali yaitu orang-orang keturunan Austronesia. Orang-orang Austronesia telah lebih dulu menyebar di seluruh wilayah Bali. Mereka tinggal dengan pemimpin mereka masing-masing. Kelompok inilah yang nantinya akan menjadi cikal bakal desa-desa di Bali. Mereka disebut orang Bali Mula. Pada saat itu Orang Bali Mula belum menganut agama, mereka hanya menyembah roh-roh para leluhur.
Dengan didampingi oleh 800 orang pengikutnya yang terdiri dari orang Aga, Beliau datang ke Bali menyeberangi Segara Rupek (Selat Bali). Setelah tiba di Bali Maharsi Markandeya menuju lokasi pertama yaitu Gunung Agung. Di sana, Maharsi Markandeya dan pengikutnya membuka lahan untuk pemukiman dan juga pertanian. Namun secara misterius sebagian besar pengikutnya mengalami kematian baik diserang Binatang buas atau terkena penyakit misterius, sehingga misi beliau mengalami kegagalan. Karena kejadian tersebut beliau memutuskan untuk Kembali ke Gunung Raung untuk meminta petunjuk.
Dari hasil semedi beliau di Gunung Raung diketahui bahwa alasan pengikutnya banyak meninggal karena Beliau belum melaksanakan upacara agama yaitu menanam Panca Datu yang terdiri dari lima jenis logam yaitu emas, perak, perunggu, tembaga, dan besi. Setelah mengetahui hal tersebut Maharsi Markandeya lalu kembali berangkat ke Bali didampingi oleh 400 pengikutnya. Beliau menuju kaki Gunung Agung dan melaksanakan upacara yang telah beliau ketahui. Akhirnya semua pengikut Beliau selamat dan tempat Beliau melaksanakan upacara penanaman panca datu berkembang menjadi Pura Besakih.
Dalam perjalanan Maharsi Markandeya menyebarkan Agama Hindu di Bali, Beliau banyak membangun tempat suci salah satunya yaitu Pura Payogan Agung Gunung Lebah yang berlokasi di Ubud. Pada saat perjalanannya beliau tiba di sebuah lereng bukit kecil yang memanjang ke arah Selatan dan utara , bukit ini diapit oleh dua Sungai. Kedua Sungai ini memiliki muara yang bertemu sehingga dinamakan Sungai Campuhan. Campuhan dalam Bahasa bali artinya bercampur. Di daerah sana Beliau serta pengikutnya membuka lahan lalu membagikannya kepada pengikut-pengikutnya. Di sana juga beliau membuat tempat pertapaan yang akhirnya berkembang menjadi Pura yang bernama Pura Payogan Agung Gunung Lebah.
Pura Payogan Agung Gunung Lebah (Sumber Photo: Koleksi Pribadi)