Dug Dug Mong: Warisan Sakral Batuyang yang Menyelamatkan Ribuan Jiwa
Tradisi Dug Dug Mong lahir dari musibah besar yang menimpa Desa Batuyang pada abad ke-17. Wabah misterius berhasil dihentikan melalui upacara Mecaru yang dipimpin Raja Cokorda Raka dengan iringan Barong dan Rangda. Sejak saat itu, ritual yang diiringi gamelan khas “Dug” dan “Mong” ini menjadi warisan budaya tahunan. Tradisi tersebut tidak hanya menyelamatkan warga, tetapi juga menjadi simbol harmoni spiritual dan identitas sakral masyarakat Batuyang.

Sesuhunan Ratu Sakti Pura Penataran Batuyang (Sumber: Koleksi Pribadi)
Dari Wabah Menuju Ritual Sakral
Pada abad ke-17, Desa Batubulan Kangin atau yang kerab dikenal Desa Adat Batuyang dilanda pagebluk misterius. Warga jatuh sakit tanpa sebab jelas, hingga banyak meninggal dunia. Dalam suasana mencekam itu, Raja Cokorda Raka mendapat wahyu atau pewisik dari Sang Hyang Widhi Wasa, untuk menghentikan wabah, masyarakat harus melaksanakan Mecaru di seluruh pertigaan dan perempatan desa. Dengan keyakinan penuh, raja memimpin masyarakat menjalankan ritual tersebut. Prosesi ini diiringi turunnya Sesuhunan Barong dan Rangda dari Pura Penataran Batuyang yang diyakini sebagai manifestasi leluhur kerajaan. Keduanya melambangkan pertarungan abadi antara dharma (kebaikan) dan adharma (kejahatan).
Prosesi Mecaru Pertigaan Desa Adat Batuyang (Sumber: Koleksi Pribadi)
Lahirnya Tradisi Dug Dug Mong
Setelah upacara dilakukan, perlahan wabah menghilang. Ribuan jiwa terselamatkan, dan peristiwa itu kemudian dijadikan tonggak lahirnya tradisi tahunan yang dikenal sebagai Dug Dug Mong. Nama tradisi ini berasal dari bunyi gamelan pengiringnya. Kendang yang dipukul dua kali menghasilkan suara “Dug” yang melambangkan awal kehidupan, serta dentangan kempur yang berbunyi “Mong” melambangkan akhir kehidupan. Keduanya mencerminkan konsep Rwa Bhineda yakni dua hal berlawanan yang saling melengkapi dan tidak dapat dipisahkan.
Patung Catus Pata Desa Adat Batuyang (Sumber: Koleksi Pribadi)
Harmoni untuk Generasi Mendatang
Kini, Dug Dug Mong menjadi identitas kuat Desa Batuyang. Tradisi ini bukan hanya pengingat sejarah penyelamatan leluhur, tetapi juga wujud filosofi Tri Hita Karana: menjaga harmoni dengan Tuhan, alam, dan sesama. Setiap dentuman “Dug” dan “Mong” bukan sekadar suara gamelan, melainkan gema sejarah yang diwariskan lintas generasi, pesan abadi untuk hidup dalam keseimbangan, dan bukti kekayaan spiritual masyarakat Batuyang.