Ngelawang Desa Mundeh: Warisan Sakral Penolak Bala sebagai Identitas Budaya Tabanan
Ngelawang merupakan tradisi spiritual yang masih lestari hingga kini di Desa Mundeh, Bali. Prosesi ini dilakukan pada hari-hari tertentu seperti Tilem Sasih Kenem dengan tujuan penyucian desa dan penolak bala. Seluruh warga desa, mulai anak-anak hingga orang tua, berpartisipasi aktif dengan membawa sesajen, barong, serta gamelan pengiring. Tradisi ini tidak hanya menjaga kesucian desa, tetapi juga memperkuat rasa persaudaraan dan pelestarian budaya.
Bali dikenal sebagai pulau dengan kebudayaan yang kaya dan berakar kuat pada tradisi spiritual. Salah satu tradisi yang masih lestari hingga kini adalah Ngelawang, sebuah ritual sakral yang berfungsi sebagai penolak bala dan menjaga keseimbangan hubungan antara manusia, alam, dan dunia niskala. Tradisi ini menjadi identitas budaya yang diwariskan turun-temurun oleh leluhur dan dilaksanakan di seluruh Desa Mundeh, Kabupaten Tabanan.
Persiapan Sarana banten prosesi Ngelawang (Sumber: Koleksi Pribadi)
Tradisi Ngelawang adalah sebuah ritual sakral yang dilakukan masyarakat Bali untuk menolak bala dan memohon keselamatan dari gangguan bhuta kala atau energi negatif yang diyakini dapat mengganggu keseimbangan hidup manusia dan alam. Istilah “ngelawang” berasal dari kata “lawang” yang berarti “pintu”, sehingga secara makna diartikan sebagai aktivitas berkeliling dari pintu ke pintu. Esensi dari tradisi ini bukan hiburan, melainkan penyucian desa melalui perjalanan spiritual.
Tradisi ini melibatkan seluruh lapisan masyarakat, dari anak-anak hingga orang tua. Para pemuda biasanya bertugas mengusung petapakan barong atau rangda yang merupakan simbol pelindung desa, sedangkan kelompok pemain gamelan mengiringi prosesi dengan tabuhan gamelan baleganjur. Perempuan yang sedang menstruasi tidak diperkenankan ikut serta karena alasan kesucian ritual. Masyarakat desa secara aktif terlibat, termasuk menyiapkan banten atau sesajen sebagai wujud partisipasi.
Prosesi Ngelawang sebagai Ritual Penolak Bala (Sumber: Koleksi Pribadi)
Ngelawang dilaksanakan di seluruh Desa Mundeh, Tabanan. Rute prosesi mengelilingi wilayah desa dari ujung utara hingga selatan, melewati perumahan penduduk dan titik-titik sakral seperti pura dan perempatan jalan. Setiap rumah yang dilewati akan diberi sesajen kecil sebagai bentuk penyeimbang dan penyucian area.
Ritual ini hanya dilakukan setahun sekali, pada Tilem Sasih Kenem (bulan mati pada bulan keenam dalam kalender Bali). Warga desa meyakini bahwa pada bulan keenam ini, bhuta kala sedang berkeliaran, sehingga diperlukan upaya penyeimbangan agar energi negatif tidak mengganggu kesejahteraan desa.
Rangkaian prosesi Ngelawang diawali dengan persembahyangan bersama di pura dan rumah masing-masing. Selanjutnya, dilakukan upacara pecaruan atau caru kecil, yaitu persembahan sesajen yang ditempatkan di titik strategis seperti perempatan jalan. Setelah itu, rombongan mengarak barong atau rangda berkeliling desa diiringi gamelan baleganjur. Setiap rumah memberikan sesajen sebagai bentuk partisipasi dan rasa syukur. Prosesi ini biasanya berlangsung hingga seluruh wilayah desa disucikan. Tidak ada pertunjukan tari atau atraksi hiburan karena inti dari prosesi adalah perjalanan spiritual penyucian desa.
Masyarakat Desa Mundeh juga menolak menjadikan tradisi Ngelawang sebagai tontonan wisata. Mereka menegaskan bahwa tradisi ini harus tetap berada dalam konteks upacara keagamaan, berbeda dengan barong ket yang memang dipentaskan sebagai hiburan untuk tamu atau wisatawan. Sikap ini menunjukkan komitmen masyarakat dalam menjaga nilai spiritual dan makna sakral tradisi Ngelawang di tengah arus modernisasi dan pariwisata.
Tradisi Ngelawang merupakan salah satu bentuk kearifan lokal yang memiliki makna spiritual mendalam. Melalui pelaksanaannya, masyarakat Desa Mundeh tidak hanya menolak bala, tetapi juga memperkuat ikatan sosial, gotong royong, dan kesadaran akan pentingnya menjaga keharmonisan dengan alam. Ritual ini menjadi momen penting yang dilakukan setahun sekali pada Tilem Sasih Kenem, mengingatkan seluruh warga untuk tetap bersyukur, menjaga keseimbangan, serta mempertahankan identitas budaya. Meskipun zaman terus berkembang, komitmen masyarakat untuk menjaga kesucian tradisi ini membuat Ngelawang tetap hidup, relevan, dan bermakna sebagai simbol kearifan lokal Bali.
Suasana akrab masyarakat saat menyaksikan tradisi Ngelawang di Desa Mundeh (Sumber: Koleksi Pribadi)