Menyusuri Warisan Tradisi Ngusaba Bantal di Desa Wisata Penglipuran: Cerminan Syukur Menjelang Nyepi
Desa Penglipuran di Bangli tidak hanya memikat lewat keindahan tata ruang dan lingkungannya yang asri, tetapi juga lewat tradisi leluhur yang masih terjaga. Salah satunya adalah upacara Ngusaba Bantal yang rutin digelar menjelang Hari Raya Nyepi. Tradisi sakral ini diwariskan secara turun-temurun dan menjadi wujud rasa syukur masyarakat atas hasil panen yang melimpah.
Warisan Tradisi di Balik Pesona Desa Penglipuran
Jalan Utama Desa Penglipuran dengan Deretan Angkul-angkul Seragam (Sumber: Koleksi Pribadi)
Mendengar nama Desa Penglipuran yang berlokasi di Kabupaten Bangli, sebagian besar orang akan langsung membayangkan jalan lurus ber-paving yang rapi, deretan angkul-angkul seragam, serta lingkungan bersih yang membuat desa ini pernah dinobatkan UNESCO sebagai salah satu desa terbersih di dunia. Namun keindahan Penglipuran sejatinya tidak berhenti pada tatanan fisiknya. Yang membuatnya istimewa adalah napas budaya berupa tradisi yang diwariskan lintas generasi, membuat desa ini tak lekang oleh modernisasi.
Mengapa Disebut Ngusaba Bantal?
Jaje Bantal, Persembahan Utama dalam Tradisi Ngusaba Bantal (Sumber: Koleksi Pribadi)
Bagi masyarakat Bali, Ngusaba merupakan upacara keagamaan sebagai wujud syukur dan doa kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa agar selalu diberkahi kesejahteraan serta keselamatan. Setiap daerah memiliki tradisi Ngusaba yang berbeda-beda. Di Desa Penglipuran, tradisi ini dikenal dengan nama Ngusaba Bantal. Disebut demikian karena persembahan utamanya berupa jaje bantal, kue tradisional berbahan dasar beras ketan. Upacara ini dilaksanakan sekali dalam setahun menjelang Hari Raya Nyepi, tepatnya pada Sasih Kesanga atau bulan kesembilan dalam kalender Bali, yang berpusat di Pura Ratu Sakti Mas Ayu Manik Melasem.
Persiapan Menjelang Upacara Ngusaba Bantal
Pura Ratu Sakti Mas Ayu Manik Melasem, Tempat Pelaksanaan Upacara Ngusaba Bantal (Sumber: Koleksi Pribadi)
Persiapan Ngusaba Bantal dimulai enam hari sebelum puncak acara. Pada hari pertama, warga Desa Penglipuran melaksanakan ngaturang piuning di Pura Ratu Sakti Mas Ayu Manik Melasem, doa persembahan yang dipanjatkan agar seluruh rangkaian upacara berjalan lancar.
Jaje Bantal, Persembahan Suci dalam Ngusaba Bantal
Banten yang Dipersembahkan dalam upacara Ngusaba Bantal (Sumber: Koleksi Pribadi)
Sekilas, jaje bantal tampak sederhana. Terbuat dari beras ketan, dibungkus daun ron atau daun aren, lalu diikat tali bambu hingga menyerupai guling kecil. Namun, di balik bentuknya yang mungil tersimpan nilai sakral yang dijunjung tinggi masyarakat Desa Penglipuran.
Puncak Prosesi Ngusaba Bantal
Prosesi Petabuhan yang Dilakukan oleh 76 Perempuan sebagai Simbol Setiap Keluarga (Sumber: Koleksi Pribadi)
Pada hari puncak upacara Ngusaba Bantal, prosesi berlangsung di Pura Ratu Sakti Mas Ayu Manik Melasem mulai pukul 06.00 WITA hingga sekitar pukul 11.00 WITA. Salah satu bagian yang paling khas adalah prosesi petabuhan, di mana 76 krama perempuan bergiliran menuangkan tuak ke persembahan. Jumlah ini mencerminkan jumlah rumah di karang induk Desa Penglipuran, sehingga setiap keluarga turut diwakili dalam ritual.
Keberlanjutan Tradisi Desa Penglipuran
Ngusaba Bantal bukan sekadar ritual tahunan, tetapi bagian penting dari tradisi yang menjaga kelestarian Desa Penglipuran. Tradisi ini mengajarkan masyarakat untuk bersyukur atas hasil panen dan menghormati alam sebagai sumber kehidupan.