Tradisi Ngambeng Pura Samuan Tiga: Memeluk Keindahan Spiritual dan Budaya

Tradisi Pulau Bali terkenal banyak upacara keagamaannya yang tak lepas dari adat, tradisi dan budaya. Menurut sosiologi, tradisi adalah adat kebiasaan turun temurun dari nenek moyang yang masih terus dilestarikan dalam masyarakat. Seperti tradisi Ngambeng yang dilaksanakan oleh masyarakat desa Bedulu, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar ini yang erat dengan keindahan spiritual dan budaya mengidentifikasikan dari Hindu Bali.

Feb 29, 2024 - 00:29
Feb 29, 2024 - 08:21
Tradisi Ngambeng Pura Samuan Tiga: Memeluk Keindahan Spiritual dan Budaya
Bangunan Pura Samuan Tiga (Sumber: Koleksi Pribadi)

Ngambeng adalah tradisi yang dilaksanakan lima belas hari sebelum upacara Dewa Yajna di Pura Samuan Tiga atau kerap disebut dengan nyambut karya piodalan. Ngambeng ini dilakukan oleh sekelompok anak-anak sampai orang dewasa ang berlangsung selama tujuh hari dimulai pada i Tilem Kadasa. Waktu pelaksanaannya dimulai dari jam pulang sekolah.Apabila hasil Ngambeng dirasa tidak cukup untuk menyelenggarakan piodalan di Pura Samuan Tiga, maka prosesi ini dilanjutkan oleh sekelompok dewasa yang ditunjuk oleh panitia karya, yaitu sekaha gong, sekaha angklung, atau sekaha yang nunceg. Sedangkan anak-anak yang ikut terlibat tersebut datang secara spontan tanpa diminta. Berdasarkan sejarah, tradisi Ngambeng dilaksanakan untuk dapat memperbaiki palinggi-hpalinggih di Pura Samuan Tiga yang rusak akibat musibah gunung Batur meletus dan untuk mendukung pelaksanaan Dewa Yajna di Pura Samuan Tiga.

Dalam pelaksanaan Ngambeng ini para pengayah Ngambeng kakan berjalan keliling mendatangi seluruh rumah masyarakat Desa bedulu untuk mendapatkan sarana-saranayang akan digunakan untuk keperluan piodalan di Pura Samuan Tiga. Adapun etika yang dipercaya dalam tradisi ini yaitu ketika bertamu atau saat mendatangi rumah masyarakat Desa Bedulu wajib mengucapkan salam “Om Swastyastu”, dan menyampaikan maksud kedatangan ke rumah tersebut dengan menyatakan diri sebagai pangayah Ngambeng yaitu “tyang Ngambeng”. Ucapan sederhana tersebut merupakan etika khusus bagi para pangayah Ngambeng. Pakaian yang digunakan para pangayah Ngambeng yaitu pakaian adat ringan atau pakaian adat madya. Pakaian adat yang digunakan bagi anak-anak putra yaitu menggunakan, kain (wastra), selendang, baju kaos, dan ikat kepala (destar/udeng).

Anak-anak yang ikut serta dalam kegiatan Ngambeng juga mempersiapkan alat untuk menunjang tradisi Ngambeng. Alat-alat yang dibawa dalam tradisi Ngambeng yaitu, pisau, blakas, sanan, dan beberapa kantong plastik atau karung untuk membawa barang-barang hasil Ngambeng. Pisau digunakan untuk membantu mendapatkan sarana upakara yang masih ada di pohonnya, seperti janur, daun, bunga, dan buahbuahan. Parang (Blakas) memiliki fungsi yang sama dengan pisau, akan tetapi parang biasanya digunakan untuk memotong bahan-bahan yang lebih keras, misalnya apabila ada warga yang mempersembahkan kelapa makan pangayah Ngambeng. Kantong Plastik/Karung digunakan untuk mengumpulkan barang-barang hasil Ngambeng agar terkumpul menjadi satu tempat. Alat Pikul (Sanan) berfungsi untuk membawa barang-barang hasil Ngambeng dengan cara dipikul bersama-sama.

Oleh karena itu, tradisi Ngambeng memberi dampak terhadap pelestarian budaya bagi masyarakat Desa Bedulu sekaligus mengajarkan bdaya gotong-royong kepada anak-anak sejak usia dini. Dalam pelaksanaannya, Ngambeng ini memberikan pelajaran arti pentingnya kerja sama dalam kehidupan dalam mencapai tujuan bersama yang dilakukan secara turun-menurun tertuang dalam balutan spiritual dan budaya. Tradisi Ngambeng ini juga menunjukkan bahwa masyarakat Desa Bedulu masih konsisten mempertahkankan budaya warisan leluhurnya.