I Gusti Rangasa: Keangkuhan membawa Kehancuran

Menceritakan kisah I Gusti Rangsasa yang Angkuh yang menganggap dirinya adalah tuhan dengan Dang Hyang Nirartha sebagai tokoh penyebar Agama Hindu dari Jawa. Kisah ini mengajarkan tentang Karmaphala dimana sifat yang angkuh kita mengarah kita terhadap bencana

Dec 13, 2025 - 15:00
Nov 20, 2024 - 18:32
I Gusti Rangasa: Keangkuhan membawa Kehancuran
Dang Hyang Niratha Menyembah Gusti Rangsasa Sumber : Koleksi Pribadi

Pada zaman Kerajaan Gelgel awal, hidup seorang raja yang perkasa dan tangguh dari wilayah barat Bali yaitu Gusti Rangsasa, beliau memiliki peraturan kepada rakyatnya bahwa tidak boleh ada entitas apapun untuk disembah kecuali dirinya. Puri Encak adalah Istana tempat tinggal Sang Raja Gusti Rangsasa, puri ini terletak di pesisir pantai dengan pemandangan alam yang indah dekat dengan muara sungai dari sungai yang Bernama Ijogading.

Puri Encak dan muara sungai Ijogading (Sumber : Koleksi Pribadi)

Dang Hyang Nirartha adalah sosok Pendeta Agung yang datang dari tanah Jawa menuju Bali, yang dimana saat itu bertujuan untuk menyebarkan ajaran agama Hindu ke Bali. Yang dimana saat menuju ke Kerajaan Gelgel, beliau harus melewati Kerajaan milik Gusti Rangsasa.

Penjaga dari Kerajaan Gusti Rangsasa tidak memperbolehkan Dang Hyang Nirartha masuk, Sang Punggawa menyuruh Dang Hyang Nirartha untuk menyembah altar yang tertuju kepada Raja Gusti Rangsasa agar beliau bisa masuk ke kerajaan. Altar Gusti Rangsasa yang terletak di gerbang kerajaan, adalah altar yang ditujukan untuk disembah untuk semua orang bagi yang ingin masuk menuju kerajaan Gusti Rangsasa.

 Saat dimintai untuk menyembah Altar, Dang Hyang Niratha menolak perintah dari punggawa tersebut, karena jika ia menyembah altar tersebut, sesuatu hal buruk akan terjadi kepada altar tersebut Sang Punggawa tidak mengindahkan perkataan dari Dang Hyang Niratha dan tetap memaksa beliau untuk tetap menyembah Altar Gusti Rangsasa, jika tidak, Dang Hyang Niratha ditangkap karena telah menghina Gusti Rangsasa. Dang Hyang Niratha akhirnya mengiyakan permintaan Sang Punggawa untuk menyembah Altar milik Gusti Rangsasa. Dengan ditemani penjaga gerbang, Dang Hyang Niratha mulai mengucapkan mantra untuk Altar tersebut

Saat Dang Hyang Niratha menyembah altar tersebut, altar tersebut menjadi hancur runtuh sehingga membuat Sang Punggawa dan para prajurit keheranan. Setelah berdoa kepada Altar tersebut. Sang Punggawa memerintahkan Prajuritnya untuk menangkap Dang Hyang Niratha. Para prajurit langsung mengarahkan tombaknya ke Dang Hyang Niratha dan membawanya menuju Gusti Rangsasa di Puri Encak Setelah ditangkap oleh para prajurit, Dang Hyang Niratha dibawa bertemu Gusti Rangsasa, Sang Raja di wilayah tersebut. Sang Rangsasa meminta Dang Hyang Niratha untuk menyembahnya langsung sebagai permohonan maafnya.

 

Dang Hyang Niratha menyembah I Gusti Rangsasa (Sumber : Koleksi Pribadi)

Dang Hyang Niratha sempat menolak akan terjadi kejadian yang sama seperti sebelumnya, tetapi Sang Rangsasa tetap kekeh dan mempercayai Dang Hyang Niratha bahwa tidak akan terjadi apa-apa. Dang Hyang Niratha akhir menyetujui permintaan dari Gusti Rangsasa. Saat Dang Hyang Niratha menyembah Gusti Rangsasa. Puri Encak menjadi hancur sehingga membuat seisi kerajaan menjadi panik kebingungan sehingga Puri Encak tersebut di kenal sebagai Perancak. Dan tempat bekas istana tersebut dibangun Pura Perancak.

Kota di sekitaran Puri Encak yang dihancurkan oleh kekuatan Dang Hyang Niratha (Sumber : Koleksi Pribadi)

Setelah kejadian di Puri Encak, masyarakat Gusti Rangsasa yang masih setia dengan beliau, ikut lari dari Puri Encak menuju Wilayah utara, melewati rawa-rawa dan hutan belantara. Hutan-hutan dan rawa-rawa tersebut disebut Jimbarwana atau yang sekarang disebut Jembrana. Di saat perlarian bersama Gusti Rangsasa, kebanyakan pengikut yang mengikuti Gusti Rangsasa, tersesat di berbagai tempat di jalur pelarian tersebut. Warga-warga yang tersesat tersebut membuat pemukiman baru, salah satunya adalah Dewasana.

Gusti Rangsasa dan pengikutnya membuat pemukiman di utara dari wilayah Puri Encak dan disini Gusti Rangsasa tinggal Bersama pengikutnya sampai akhir hayat dan membangun pemukiman tersebut dengan makmur dan sejahtera. Gusti Rangsasa akhirnya sempat meminta maaf kepada Dang Hyang Niratha yang pada saat itu sudah menjadi penasehat Kerajaan Gelgel, yang dimana Gusti Rangsasa memeluk Kembali Agama Hindu. 

I Gusti Rangsasa akhirnya meninggal di usia yang tua di Desa yang ia bangun, penduduk desa tampak terlihat sedih karena kehilangan sosok pemimpinnya, sehingga untuk mengenangnya maka nama desa tersebut dinamakan Sawe Rangsasa yang Sawe berarti Mayat, sehingga Sawe Rangsasa artinya Mayat Rangsasa.

Masyarakat Gusti Rangsasa akhirnya mengubur sang Raja di wilayah barat dari Desa Sawe Rangsasa, dan tempat tersebut dikenal sebagai Desa Pendem, yang berasal dari kata “Mendem” yang berarti dikubur . Setelah penguburan Sang Raja, masyarakat masih banyak yang sedih yang tidak ingin meninggalkan makam rajanya, maka masyarakat yang sedih tersebut tinggal dan membentuk pemukiman yang Bernama Sebetan atau yang sekarang disebut Satria yang sekarang statusnya adalah Banjar.

 

 

 

Files