Tumpek Wayang, Kisah Bhatara Kala akan memangsa Bhatara Kumara, sampai Wayang Sapuh Leger

Dari generasi ke generasi, warga Bali telah menerapkan tradisi unik dalam menentukan hari baik dan buruk berdasarkan kisah masa lalu, seperti Tumpek Wayang yang terkait dengan Dewa Bhatara Kala. Kisah epik ini melibatkan teka-teki, kejar-kejaran, dan upacara Sapuh Leger yang menarik, yang harus dilaksanakan oleh siapa pun yang lahir pada Tumpek Wayang. Kisah ini, selain menjadi bagian dari mitologi Bali, juga mengajarkan pelajaran mendalam tentang mengendalikan sifat negatif dalam diri kita, menjadikannya sebagai inti dari warisan budaya Bali yang penuh misteri dan makna mendalam.

Sep 30, 2023 - 06:58
Sep 25, 2023 - 19:10
Tumpek Wayang, Kisah Bhatara Kala akan memangsa Bhatara Kumara, sampai Wayang Sapuh Leger
Wayang Sapuh Leger (Sumber: Kanal Pujangga Nagari Nusantara)

Penduduk Bali mengenal sebuah istilah yang bernama Dewasa atau hari baik. Tapi, orang Bali juga meyakini eksistensi dari hari buruk. Baik hari baik dan hari buruk dapat dihitung berdasarkan beberapa unsur, seperti wuku, sasih, wewaran, dan masih banyak lagi metode yang dapat digunakan. Tapi, ini berbeda dengan astrologi karena perhitungan hari baik dan hari buruk di Bali ditentukan berdasarkan sebuah kisah atau kejadian yang terjadi di masa lalu. Dari konsep ini lah lahir yang disebut dengan Melik Kelahiran, yang salah satunya adalah anak dengan kelahiran bertepatan dengan Tumpek Wayang.

Tumpek Wayang sendiri biasanya jatuh pada Sabtu Kliwon wuku Wayang. Tapi, mengapa orang-orang yang lahir pada hari ini dikategorikan sebagai seseorang yang melik dan harus diupacarai? Tentu saja, semua ini ada sebuah kejadian di masa lalu yang menjadi latar belakang dari upacara ini.

Upacara ini dilatarbelakangi oleh sosok dewa yang bernama Bhatara Kala. Bhatara Kala diceritakan sebagai sosok dewa yang akan memakan siapa pun yang lahir pada Tumpek Wayang karena itu adalah hari kelahirannya. Kisahnya sendiri memiliki dua versi yang berbeda, versi yang pertama adalah versi yang berasal dari Jawa, yang di mana Bhatara Kala merupakan putra dari Bhatara Guru. Namun, di versi Bali, Bhatara Kala merupakan putra dari Bhatara Siwa. Kita tidak akan jauh-jauh membahas kisah menurut versi Jawa, kita akan membahas menurut veris Bali karena Tumpek Wayang merupakan hari yang khas berasal dari Bali.

Wayang Bhatara Guru (Sumber: Koleksi Pribadi)

Menurut Lontar Kala Tattwa diceritakan bahwa Bhatara Kala lahir dari “air mani” Bhatara Siwa yang terjatuh di lautan. Air mani itu lalu diberikan japa mantra oleh Bhatara Wisnu dan Bhatara Brahma dan lahirlah sosok raksasa yang menggeram-geram mempertanyakan siapa orang tuanya. Setelah diberikan petunjuk, raksasa itu pun mendatangi kediaman Bhatara Siwa. Sebelum menemui Bhatara Siwa langsung, raksasa ini sempat memporak-porandakan kahyangan. Tetapi, diceritakan kalau dia tidak bermaksud melakukannya, dia hanya ingin tahu siapa orang tuanya. Sampai pada akhirnya, dia berhasil menemui Bhatara Siwa langsung bersama istrinya Bhatari Uma.

Sebelum Bhatara Siwa mengakuinya sebagai anaknya, beliau meminta raksasa itu untuk memotong taringnya. Pemotongan taring ini bukan tanpa sebab, taring identik dengan sifat raksasa yang ada di dalam diri setiap makhluk hidup, jadi Bhatara Siwa memintanya memotong taringnya untuk menetralisir sifat raksasa yang ada di dalam dirinya. Setelah dipotong, barulah raksasa itu diakui sebagai anaknya dan diberikan nama Bhatara Kala. Bhatara Kala juga diberikan anugrah oleh Bhatara Siwa, bahwa tidak ada makhluk yang boleh melampauinya, jadi makhluk apa pun yang lahir bertepatan dengan kelahirannya (saat Tumpek Wayang) boleh dimangsa oleh Bhatara Kala. Dengan kata lain, setiap hari Tumpek Wayang dia akan kembali menjadi sosok raksasa yang memakan manusia yang lahir pada hari itu.

Ternyata, adik dari Bhatara Kala sendiri, Bhatara Kumara lahir pada saat Tumpek Wayang. Bhatara Kala yang mengetahui hal tersebut pun berencana untuk memangsa adiknya sendiri. Namun, Bhatara Siwa menghalanginya dan menyuruhnya untuk menunggu sampai Bhatara Kumara berusia tujuh tahun terlebih dahulu, barulah Bhatara Kala boleh memangsanya. Akan tetapi, hal tersebut diakali oleh Bhatara Siwa dengan cara mengutuk Bhatara Kumara agar tidak bisa mengalami pertumbuhan. Tapi, hal tersebut cepat diketahui oleh Bhatara Kala sehingga membuat Bhatara Kumara kabur sampai ke Bumi.

Karena marah, Bhatara Kala juga hendak memakan orang tuanya, Bhatara Siwa dan Bhatari Uma. Akan tetapi, Bhatara Siwa dan Bhatari Uma pun memberikannya sebuah teka-teki, jika bisa menjawab teka-teki tersebut sebelum matahari terbenam maka dia boleh memakan orang tuanya. Sayangnya, Bhatara Kala tidak mampu menjawab teka-teki tersebut, sehingga dia bergegas ke Bumi untuk mengejar Bhatara Kumara.

Di Bumi, diceritakan Bhatara Kumara meminta bantuan seorang dalang untuk menyembunyikan dirinya dari Bhatara Kala. Sang dalang mengiyakan permintaan Bhatara Kumara dan menyembunyikannya di dalam resonator dari sebuah alat musik gender. Di saat sang dalang mementaskan wayang untuk sebuah ritual, Bhatara Kala pun muncul. Karena saking laparnya, Bhatara Kala pun memakan sesajen dan persembahan yang disembahkan pada saat pementasan wayang tersebut. Sang dalang pun marah, namun Bhatara Kala meminta sang dalang untuk memberikan Bhatara Kumara kepadanya. Karena marah, sang dalang memberikan syarat kepada Bhatara Kala, dia harus mengembalikan sesajen dan persembahan tadi secara utuh. Tentu saja, Bhatara Kala tidak mampu melakukan hal tersebut karena semuanya sudah dimakan olehnya. Karena hal tersebut, sang dalang dan Bhatara Kala membuat sebuah kesepakatan, bahwa siapa pun yang lahir bertepatan pada Tumpek Wayang wajib melaksanakan pertunjukan wayang sapuh leger, jika tidak barulah Bhatara Kala boleh memangsanya.

Benar sekali dugaan kalian, sapuh leger ini merupakan upacara yang harus dilakukan jika seseorang di Bali mengalami melik kelahiran yang bertepatan dengan Tumpek Wayang. Sapuh Leger sendiri merupakan sebuah pementasan wayang. Dan orang-orang Bali masih meyakini kepercayaan ini hingga sekarang.

Tapi memangnya, apa yang spesial dari kisah Bhatara Kala ini? Tentu saja ada, kisah dari Lontar Kala Tattwa ini mengajarkan kita untuk bisa mengendalikan sifat buruk dari dalam diri kita. Dalam kisah ini yang paling di garis besari adalah sifat Krodha atau amarah dan sifat Lobha atau kerakusan.

KadekIndra Seorang mahasiswa yang menggemari multimedia dan berkendara.