Men Sugih dan Men Tiwas: Sebuah Dongeng yang Mengajarkan Kesederhanaan

Di desa Bali kuno, Men Sugih yang kaya dan sombong berhadapan dengan Men Tiwas yang miskin tapi baik hati. Kisah mereka mengajarkan bahwa harta bukan segalanya dan kesederhanaan bisa membawa keberuntungan. Takdir selalu adil, memberi balasan bagi setiap perbuatan.

Mar 17, 2025 - 06:00
Mar 16, 2025 - 11:52
Men Sugih dan Men Tiwas: Sebuah Dongeng yang Mengajarkan Kesederhanaan
Gambar Ilustrasi Men Tiwas Dan Men Sugih (Sumber: Koleksi Pribadi)

Di sebuah desa Bali kuno, hiduplah dua wanita dengan nasib yang sangat berbeda yaitu Mén Sugih dan Mén Tiwas. Mén Tiwas, seorang wanita miskin yang memiliki dua anak, hidup dari menjual kayu bakar di pasar. Hasil penjualan kayu bakar hanya cukup untuk membeli sedikit beras. Jika tidak ada yang membeli kayu bakarnya, Mén Tiwas dan anak-anaknya terancam kelaparan karena tidak punya pekerjaan lain. Berbeda dengan Mén Tiwas, Mén Sugih adalah wanita kaya yang hidup mewah. Meski memiliki harta melimpah, Mén Sugih terkenal sombong dan sering meremehkan orang miskin.

Gambar Ilustrasi Men Tiwas Berkunjung Ke Rumah Men Tiwas (Sumber: Koleksi Pribadi)

Suatu hari, Mén Sugih mengunjungi rumah Mén Tiwas dan melihat anak-anaknya kelaparan karena belum makan sejak pagi. Dengan sinis, Mén Sugih bertanya, "Mén Tiwas, kenapa anak-anakmu kelaparan? Mengapa kamu tidak memasak?" Mén Tiwas menjawab dengan sedih, "Apa yang bisa aku masak, Mén Sugih? Berasnya habis, dan kayu bakarku tidak laku dijual. Kamu mau beli kayu bakarku?" Mén Sugih menjawab dengan ketus, "Aku tidak mau beli kayu bakar, itu hanya akan memenuhi gudangku. Tapi kalau kamu mau mencari kutu di rambutku, aku akan memberimu sedikit beras." Karena putus asa, Mén Tiwas setuju dan mulai mencari kutu di rambut Mén Sugih.

Setelah selesai, Mén Sugih memberikan segenggam beras sebagai upah. Namun, beberapa saat kemudian, Mén Sugih menemukan kutu lagi di rambutnya. Dengan marah, ia mendatangi Mén Tiwas dan berkata, "Mén Tiwas, kamu ini bagaimana? Kutu masih ada di rambutku! Kembalikan beras yang tadi kuberikan!" Mén Tiwas menjawab dengan pelan, "Berasnya sudah aku masak, Mén Sugih." Mén Sugih pun berkata, "Kalau begitu, kembalikan nasi yang sudah kamu masak!" Tanpa belas kasihan, Mén Sugih mengambil kembali nasi yang sedang dimasak Mén Tiwas, bahkan sampai ke panci-pancinya. Setelah itu, nasi tersebut ia bawa pulang untuk diberikan kepada babi-babinya. Mén Tiwas dan anak-anaknya hanya bisa menatap sedih tanpa bisa berbuat apa-apa.

Gambar Ilustrasi Men Tiwas Pergi Ke Hutan Bersama Anaknya (Sumber: Koleksi Pribadi)

Keesokan harinya, Mén Tiwas bersama anak-anaknya pergi ke hutan mencari kayu bakar. Dengan hanya membawa sebilah golok tua yang sudah berkarat, mereka mulai menebang kayu. Tiba-tiba, seekor kijang putih muncul mendekati mereka. Kijang itu berkata, "Masukkan tanganmu ke pantatku." Awalnya, Mén Tiwas ragu, namun karena kijang itu terus memaksa, ia akhirnya menurut. Ketika tangannya dimasukkan, keluar emas dan perhiasan dari dalam tubuh kijang tersebut. "Masukkan lebih dalam lagi!" ujar kijang itu. Saat Mén Tiwas melakukannya lagi, lebih banyak emas dan perhiasan keluar. Setelah itu, kijang tersebut menghilang. Mén Tiwas dan anak-anaknya sangat gembira dan pulang dengan membawa harta berlimpah.

Gambar Ilustrasi Men Tiwas Mendapatkan Emas Dari Kijang Sakti (Sumber: Koleksi Pribadi)

Setibanya di rumah, mereka memasak nasi dan makan dengan sukacita. Keesokan harinya, anak Mén Sugih lewat di depan rumah Mén Tiwas dan melihat asap mengepul dari dapurnya. Anak itu segera memberitahu ibunya, "Ibu, ibu, aneh sekali, Mén Tiwas sudah bisa memasak sekarang!" kata anak Mén Sugih. Mén Sugih tidak percaya dan memutuskan untuk melihatnya sendiri. Sesampainya di sana, ia terkejut melihat anak-anak Mén Tiwas mengenakan perhiasan emas. Dengan marah, ia bertanya, "Dari mana kamu mendapatkan semua ini? Apakah kamu mencuri?" Anak-anak Mén Tiwas menjawab, "Tidak, kami mendapatkannya di hutan bersama ibu." Mén Tiwas lalu keluar dan menceritakan bagaimana ia bertemu dengan kijang putih di hutan yang memberinya emas dan perhiasan. Mendengar hal ini, Mén Sugih merasa sangat iri dan langsung pulang untuk memberi tahu suaminya.

Bapak, Bapak, kamu tahu, Mén Tiwas mendapatkan keberuntungan di hutan kemarin. Saat dia mencari kayu bakar, dia bertemu dengan kijang putih. Kijang itu menyuruh Mén Tiwas untuk memasukkan tangannya ke pantat kijang. Ketika dia melakukannya, kijang itu mengeluarkan emas dari dalam pantatnya. Besok aku ingin pergi ke hutan bersama anak kita, siapa tahu kita juga bisa mendapatkan keberuntungan seperti Mén Tiwas.” Suaminya menjawab, "Istriku, kalau kamu mau, pergi saja, tapi hati hati. Apakah kamu yakin akan menemukan keberuntungan seperti itu? Mungkin itu hanya kebetulan. Lagipula, lihatlah apa yang sudah kita miliki saat ini, apakah kamu benar-benar perlu mencari hal yang belum pasti?” Namun, Mén Sugih tetap bersikeras dan berencana pergi ke hutan.

In a mystical ancient Balinese forest, a rich woman disguised as a poor villager stands with her two children. She is dressed in simple but elegant traditional Balinese clothing, with fine fabric hidden beneath a worn appearance. Holding a machete in one hand, she looks as if she\'s searching for wood. Towering trees and dense greenery surround them, with vines and ferns adding to the ancient, mystical atmosphere. A glowing white deer emerges from the shadows, radiating a soft, magical light. The woman and the deer stand facing each other, locking eyes in a moment of deep connection and surprise. The woman, still clutching the machete, shows an expression of shock mixed with excitement, but she continues to pretend to be a humble, struggling villager. Her two children, also dressed in simple clothing, watch the scene in awe and joy, their eyes wide with happiness. Sunlight filters through the treetops, casting an ethereal glow over the moment. The illustration should be in a comic style with watercolor-like colors, highlighting the contrast between the woman\'s disguised poverty and the mystical presence of the deer.

Gambar Men Sugih Bertemu Kijang Sakti (Sumber : Koleksi Pribadi)

Keesokan paginya, ia berangkat bersama anak-anaknya membawa parang tua, mengikuti jejak Mén Tiwas. Setelah sampai di hutan, Mén Sugih mulai mencari kayu bakar. Saat parangnya mengenai batang kayu, tiba-tiba muncul kijang putih. Kijang itu menyuruh Mén Sugih untuk memasukkan tangannya ke pantat kijang. "Masukkan tanganmu ke pantatku!" ujar kijang tersebut. Mén Sugih langsung bergegas melakukannya. Namun, begitu tangannya masuk, tangannya terjebak di dalam pantat kijang tersebut dan tidak bisa dilepaskan. Mén Sugih berteriak minta tolong sambil meronta-ronta kesakitan di bawah pohon. Anak-anaknya ketakutan dan tidak berani menolong. Mereka pun akhirnya lari pulang untuk meminta bantuan ayah mereka. "Tolong, tolong, bantu kami," teriak anak-anaknya setibanya di rumah. Setelah beberapa saat, suami Mén Sugih menemukan istrinya yang sedang kesakitan, dengan tubuh yang sudah penuh luka dan lebam. Dengan bantuan suaminya, ia akhirnya bisa dibebaskan dari jeratan kijang tersebut, lalu mereka pulang bersama sama. Sepanjang perjalanan, Mén Sugih terus merintih kesakitan, menyesali nasib malangnya.

Files