Sejarah Pura Luhur Mekori: Permusuhan Naga Gombang dengan Naga Rarik

Sejarah terciptanya Pura Luhur Mekori erat kaitannya dengan mitos tentang permusuhan antara Naga Rarik dan Naga Gombang. Pertempuran ini dipicu oleh rasa dendam Naga Rarik terhadap Naga Gombang, karena perbuatan Naga Gombang telah menghancurkan keluarga Naga Rarik. Kisah ini tidak hanya menceritakan pertempuran mereka, tetapi juga menggambarkan pengorbanan luar biasa serta perjalanan spiritual hingga mencapai moksa.

Oct 31, 2024 - 09:55
Oct 24, 2024 - 19:31
Sejarah Pura Luhur Mekori: Permusuhan Naga Gombang dengan Naga Rarik
Pura Luhur Mekori (Koleksi Pribadi)

Ilustrasi Pura Luhur Mekori (Sumber : Koleksi Pribadi)

Pura Luhur Mekori terletak di jalan utama yang menghubungkan Pupuan dan Tabanan. Pura ini tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga menyimpan sejarah dan keunikan yang sangat menarik. Nama Pura Luhur Mekori berasal dari kata ‘Mekori’, yang terdiri dari ‘Kori’ yang berarti gapura atau candi kurung, dan ditambahkan awalan ‘Me’, sehingga bermakna bergapura atau bercandi kurung. Secara visual, Pura Luhur Mekori tampak seperti gapura yang diapit oleh dua pohon bunut besar yang menambah kesan sakral dan mistis.

Menurut kepercayaan lokal, nama “Mekori” awalnya berasal dari "Mas Kori", di mana beberapa orang dengan kemampuan supranatural melihat gapura Pura Luhur Mekori seolah terbuat dari emas. Meskipun tampak biasa, pura ini dianggap sebagai tempat suci yang menyimpan kekuatan spiritual yang besar. Dua pohon bunut besar yang mengapit pura dipercaya sebagai penjaga gerbang gaib, melindungi pura dari pengaruh buruk dan menjaga kesuciannya.

Pura Luhur Mekori erat kaitannya dengan mitos permusuhan antara Naga Gombang dan Naga Rarik. Dahulu kala, di sebuah desa kecil bernama Kentel Gumi, hiduplah sepasang suami istri bersama dua anak mereka, seorang laki-laki dan seorang perempuan. Mereka hidup dalam kesederhanaan, mencari nafkah sebagai petani. Desa ini dikelilingi oleh hutan lebat dan sungai yang jernih, menjadi saksi bisu dari kisah penuh magis yang akan mengubah nasib mereka. 

Gambar seorang wanita bertemu dengan seekor ular (Sumber : Koleksi Pribadi)

Suatu hari, sang ibu pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar. Setelah mengumpulkan cukup banyak kayu, ia bersiap pulang. Namun, kapak miliknya hilang entah di mana. Dalam kegelisahannya, ia berkeliling hutan, namun tetap tidak menemukannya. Menyadari bahaya yang mengintai karena ia seorang wanita sendirian di hutan saat matahari berada tepat di atas kepala, ia membuat janji kepada alam: siapa pun yang menemukan kapaknya, jika perempuan, ia akan menjadi saudaranya, dan jika laki-laki, ia akan menjadi istrinya.

Tak lama kemudian, terdengarlah suara batuk dari sebuah gua di bawah pohon besar. Ia mendekati sumber suara, dan betapa terkejutnya ketika menemukan seekor ular besar dengan sorot mata tajam, ekornya melilit kapak miliknya. Meskipun ketakutan, ia terikat dengan janjinya, dan takdir mempertemukannya dengan ular itu. Mereka kemudian hidup sebagai suami istri di bawah pengaruh guna-guna sang ular.

       Ilustrasi kulit anak laki-laki tersebut mulai bersisik (Sumber : Koleksi Pribadi)

Seiring waktu, anak-anak mereka mulai merasa ada yang aneh dengan perilaku ibu mereka, yang setiap pagi memasuki lumbung padi. Rasa ingin tahu mendorong anak laki-laki untuk memeriksa lumbung tanpa sepengetahuan ibunya. Di dalam, ia menemukan lima telur ular di atas tumpukan padi, telur yang berada di tengah-tengah berdiri tegak, tampak seperti telur ayam. Karena lapar, ia memutuskan untuk menggoreng telur itu. Namun, terjadi keanehan; telur yang tampak biasa menjadi sangat banyak, memenuhi piring, dan bahkan memenuhi jamban ketika diletakkan di sana.

Setelah memakan telur itu, tubuh sang anak mulai berubah, kulitnya bersisik seperti ular. Kejadian ini menjadi titik balik yang membongkar hubungan terlarang ibunya dengan sang ular besar. Sang ayah yang marah dan kecewa mengusir istrinya, merasa dikhianati dan menanggung malu. Sementara itu, anak laki-laki itu, yang kini berubah menjadi makhluk setengah ular, dikenal sebagai Naga Rarik.

Ilustrasi pertempuran antara Naga Rarik dan Naga Gombang (Sumber : Koleksi Pribadi)

Menyadari kesalahan dan dampak dari peristiwa tersebut, sang ayah memutuskan untuk melakukan pemujaan, memohon ampun dan petunjuk dari Ida Sang Hyang Widhi. Dalam proses tapa brata yoga semadi, ia mendapatkan petunjuk bahwa kedua anaknya akan menjadi pelindung bagi umat, namun mereka harus menemukan lokasi yang disebut Puser Jagat, pusat dari alam semesta menurut keyakinan setempat. Naga Rarik yang kini terlahir kembali sebagai naga dengan kekuatan luar biasa, bersumpah untuk mengalahkan Naga Gombang, musuh bebuyutannya yang dianggap bertanggung jawab atas penderitaannya dan keluarganya.

Naga Rarik berhasil mengalahkan Naga Gombang setelah pertempuran panjang yang mengguncang alam. Dengan kemenangan ini, Naga Rarik bersama adiknya, Ayu Mas Sari, memulai perjalanan mencari Puser Jagat. Mereka melintasi hutan belantara, sungai-sungai besar, dan desa-desa terpencil, menelusuri petunjuk spiritual yang diberikan dalam tapa brata ayah mereka.

Ilustrasi Ayu Mas Sari yang ditinggalkan oleh Naga Rarik di pasar (Sumber : Koleksi Pribadi)

Di tengah perjalanan, mereka tiba di sebuah pasar yang ramai. Naga Rarik yang merasa kelelahan meminta Ayu Mas Sari untuk membelikan jajan tape, namun dengan syarat ia tidak boleh ditinggalkan. Ayu Mas Sari, setia kepada kakaknya, pergi mencari makanan yang diminta. Namun, pada saat itulah Naga Rarik menyadari bahwa mereka telah sampai di Puser Jagat. Ia merasakan panggilan alam dan tahu bahwa waktunya untuk memasuki Sapta Petala, dunia bawah yang merupakan tempat bagi roh-roh yang telah mencapai kesempurnaan, semakin dekat.

Naga Rarik harus memutuskan untuk meninggalkan adiknya di pasar, menyatu dengan Ibu Pertiwi atau moksa, meninggalkan bekas lubang sebagai tanda kepergiannya. Ayu Mas Sari, yang tiba kembali di pasar dan menemukan kakaknya telah hilang, mendengar sabda untuk melakukan tapa brata yoga semadi di atas lubang tersebut. Setelah sekian lama bersemedi, Ayu Mas Sari juga mencapai moksa di tempat yang sama, menyatu dengan alam semesta.

Ilustrasi Pura Luhur Mekori (Sumber : Koleksi Pribadi)

Di lokasi di mana Naga Rarik dan Ayu Mas Sari mencapai moksa, konon tumbuhlah Pohon Bunga Soka dengan bunga berwarna oranye, yang kini dikenal sebagai Soka Bang. Pohon ini menjadi sangat disucikan dan dijaga oleh masyarakat setempat, sebagai simbol kesucian dan kelanggengan kisah Naga Rarik dan Ayu Mas Sari. Pohon ini dijadikan sebagai salah satu stana utama di area Utama Mandala Pura Luhur Mekori, dan bunga-bunganya digunakan dalam upacara adat sebagai lambang pengorbanan, kesetiaan, dan pencarian spiritual.

Cerita tentang Pura Luhur Mekori tidak hanya menggambarkan asal-usul nama dan arsitektur pura, tetapi juga mengangkat nilai-nilai spiritual dan kepercayaan masyarakat Bali. Melalui kisah ini, kita dapat melihat bagaimana keyakinan terhadap dunia supranatural dan hubungan manusia dengan alam menjadi bagian penting dari kehidupan spiritual di Bali. Pura Luhur Mekori tidak hanya menjadi tempat pemujaan, tetapi juga simbol dari perjalanan spiritual, pengorbanan, dan pencarian kesejahteraan bagi umat yang memujanya.

Files