Tabia Bun, Rahasia Penyembuhan Epilepsi dari Kekayaan Alam Bali yang Tersembunyi

Tabia Bun adalah tanaman yang memiliki peran penting dalam pengobatan tradisional dan upacara keagamaan. Naskah kuno, Lontar Usadha Taru Pramana, menyebutkan bahwa Tabia Bun digunakan untuk mengobati epilepsi. Tanaman ini juga digunakan dalam pengobatan dalam Lontar Usadha Tiwang seperti penyakit Tiwang Asu dan sakit bahu meluang. Ini mencerminkan kekayaan alam dan tradisi Bali yang penting untuk menjaga kesehatan dan alam demi manfaat kita.

Dec 19, 2023 - 06:00
Sep 27, 2023 - 22:02
Tabia Bun, Rahasia Penyembuhan Epilepsi dari Kekayaan Alam Bali yang Tersembunyi
Tabia bun (Sumber Photo : Koleksi Pribadi)

Indonesia, negeri yang kaya akan keanekaragaman alamnya, menyimpan berbagai rahasia tanaman yang memiliki peran penting dalam pengobatan tradisional. Di antara tanaman-tanaman tersebut, ada satu yang mungkin belum banyak dikenal di luar pulau Bali, yaitu Tabia Bun, juga dikenal sebagai Tabia Dakep atau Piper Retrofractum dalam bahasa Latin. Namun, Tabia Bun bukan sekadar tanaman biasa ia juga merupakan harta intelektual yang dimiliki oleh masyarakat Bali.

 

Tabia Bun bukanlah nama yang asing bagi penduduk Bali. Tanaman ini bukan hanya dikenal, melainkan juga menjadi bagian tak terpisahkan dalam berbagai aspek budaya dan ritual Bali. Tabia Bun dapat ditemukan tumbuh secara alami di beragam tempat, mulai dari tembok penyengker, kori, hingga pintu masuk ke luar halaman rumah yang terbuat dari bahan seperti beton, bata, atau batu cadas. Selain itu, tanaman ini juga bisa hidup subur, baik pada pepohonan yang sudah mati maupun pada pohon yang masih hidup. 

 

Tabia Bun Tumbuh Pada Tembok Penyengker (Sumber Photo: Koleksi Pribadi)

 

Keberadaan Tabia Bun dalam budaya Bali juga memiliki keterkaitan erat dengan pembuatan banten, terutama dalam banten pembersihan yang dikenal sebagai banten prayascita, yang merupakan upacara pembersihan. Dalam tradisi Bali yang kaya akan ritual dan kepercayaan, Tabia Bun menjadi simbol penting dalam proses membersihkan dan memurnikan ruang dan diri manusia. Upacara banten prayascita sendiri adalah sebuah perayaan spiritual yang digunakan untuk membersihkan jiwa, menghilangkan dosa, serta memulai hal-hal yang baru dengan kesucian dan kesejajaran dengan alam semesta. Dalam konteks ini, Tabia Bun bukan hanya sebuah tanaman, melainkan juga manifestasi spiritual yang mendalam, mengikat erat antara manusia dan alam, serta tradisi yang telah diperkaya selama berabad-abad.

 

Namun, Tabia Bun, yang terungkap melalui naskah kuno bernama Lontar Usadha Taru Pramana, tak hanya menjadi elemen penting dalam upacara keagamaan, melainkan juga diakui sebagai obat untuk epilepsi. Lontar Taru Pramana, sebagai panduan resep alami yang sangat terperinci dari alam, memperkenalkan karakteristik Tabia Bun, bagian-bagian yang dapat dimanfaatkan, dan manfaat istimewanya. Dalam keseluruhan konteks, bersama dengan Lontar Usada, naskah kuno lain yang memegang peran kunci dalam pengobatan tradisional Bali dengan mengidentifikasi beragam jenis penyakit, keduanya berpadu harmonis, memberikan wawasan yang lebih komprehensif mengenai kekayaan warisan pengobatan Bali.

 

Dalam naskah Lontar Taru Pramana tersebut tertulis, "Titiang tabia bun daging panes, akah babakan panes, don titiange anggen loloh ayan. Ra kapkap mica, lunak tanek, temu tis 2 sisir". Dari kutipan ini, kita dapat memahami bahwa Tabia Bun memiliki karakteristik daging yang panas, akar serta kulitnya juga panas, sementara daunnya bisa digunakan sebagai bahan jamu atau obat penyakit epilepsi dengan campuran daun lada yang sudah tua, endapan asam, dan temu tis sebanyak dua iris.

 

Proses pengolahan Tabia Bun sendiri tidaklah sulit. Bahan-bahan tersebut dihaluskan hingga benar-benar halus, kemudian diperas, disaring, dan dicampurkan ke dalam air untuk membuat loloh yang siap diminum. Penting untuk diingat bahwa pengobatan tradisional seperti ini memerlukan konsistensi. Tidak ada obat ajaib yang bisa menyembuhkan seketika, kuncinya adalah melanjutkan penggunaan secara rutin.

 

Loloh Tabia Bun (Sumber Photo: Koleksi Pribadi)

 

Namun, kisah Tabia Bun tidak berhenti di sini. Tabia Bun juga sering digunakan sebagai komponen penting dalam pengobatan berbagai penyakit tertentu, seperti yang dapat ditemukan dalam naskah klasik, yaitu Lontar Usadha Tiwang. Tabia Bun membantu mengatasi penyakit Tiwang Asu yang gejalanya terasa seakan-akan sakit tercabik-cabik. Dalam proses pembuatan obatnya, berperan bersama bahan-bahan alami lainnya seperti Kunir, Tabia Bun, Trikatuka, dan Daging Kameri. Proses pengobatannya melibatkan penghalusan dan pengurapan, yang dapat memberikan penghilangan rasa sakit dan kenyamanan kepada mereka yang menderita penyakit ini.

 

Selain itu, Tabia Bun juga digunakan dalam pengobatan penyakit bahu yang terasa meluang yang terdapat juga pada Lontar Usadha Tiwang. Dalam proses pembuatan obatnya, berperan bersama bahan-bahan alami lainnya seperti Tabia Bun, Bras Barak, Cendana, dan Jeruk. Proses pengobatannya melibatkan penggunaan campuran ini sebagai bedak yang diterapkan pada bahu yang sakit. Dengan demikian, Tabia Bun tidak hanya menjadi bagian integral dari pengobatan tradisional Bali tetapi juga berperan dalam perawatan tubuh untuk meredakan penyakit dan memastikan kesejahteraan. Ini adalah contoh bagaimana masyarakat Bali menghargai kekayaan alam dan tradisinya dalam menjaga kesehatan, bahkan di tengah pesatnya perkembangan medis modern.

 

Dalam Lontar Usadha Tutur Kuranta Bolong, Tabia Bun juga disebutkan sebagai salah satu bahan dalam ramuan pengobatan untuk berbagai penyakit, seperti yang tertulis pada kutipan ini “canging, padāng lephas, kulit talūh syap, pinipis, wdaknā. Pamāpas, rare glêm, kilākanti, tabya bhūn, wenya wrêk lammā, pipis, tāhapāknā. Ta, rare mārlupā lêsu, uwon, śa, don liligundi, bras, ckuh, isin tingkih, triktukā, pinipis, wdaknā, mwang makā wdak sukunya, śa, bras barak, bwah base, maświ, kasunā jangū, wdaknā. Mwah makā sasingêlnya, śa, don bawūs, triktukā, wdāknā. Ta, rare tan kwaṣā mangān, śa, paku nasi, we iraggān ktān gajih, ra, bawwang tambus, pinipis, tahap. Mwah, śa, kasimbukkan

 

Terjemahannya “alang-alang, kulit telor ayam, dilumatkan untuk bedak. Penawar untuk penyakit pada anak-anak, sarananya adalah kilakanti, tabia bun, air arak tahunan, dilumatkan utuk obat urap. Obat untuk anak-anak keletihan, lesu, sarananya adalah daun liligundi, beras, kencur, isi kemiri, bawang putih, jangu, dilumatkan untuk bedak. Dan untuk bedak kaki, sarananya adalah beras merah, buah sirih, masui, bawang putih, jangu. Sarana untuk obat tempel di bawah telinga, terdiri atas daun bawus, bawang putih, jangu. Obat untuk anak-anak tidak kuat makan, sarananya adalah pakis nasi, air ketan gajih, diramu dengan bawang tambus, dilumatkan untuk ditelan. Ada lagi sarana lain, yaitu kasimbukan”.

 

Serta kutipan lainnya juga menyebutkan bahwa “têng, śa, bwah paparon, tabyā būn mābakar, nanghing akahnya, ring miccā, goreng sammi, wus ratêng, lisahaknā rare ikā. Ta, rare koreng makāwāknya, śa, wwading madhuri putih, kasunā jangū, kasunā jangu goreng ring lêngā tanūsan, lisahakna. Ta, rare koreng, śa, bwah crêmme, ra, triktukā we wrêwwak lammā, wdaknā. Ta, rare koreng, śa, carmmāning kwañji, lublub dapdap, bawang tambus, pinipis, wūs ratöng, ḍaḍahin, kcirin lêngis tanūsān, sampun puput, olesaknā. Wus tuh, mwah wdaknya, śa, wwadi kwañji, ra, triktukā, wdakna. Ta”.

 

Terjemahannya “diramu dengan buah paparon, akar tabia bun bakar, merica. Ramuan itu digoreng, setelah matang, digosokkan pada tubuh pasien itu. Obat untuk anak-anak menderita korengan di tubuhnya, sarananya adalah akar meduri putih, bawang putih, jangu, ramuan itu digoreng dengan minyak kelapa, dipakai obat oles. Obat untuk anak-anak menderita korengan, sarananya adalah kulit kwanji, kulit ari pohon dedap, bawang tambus, dilumatkan, dan didadar diisi minyak kelapa, setelah matang dipakai obat oles. Setelah sakit korengan itu mengering, diberi bedak dari ramuan akar kwanji, bawang putih, dan jangu”.

 

Indonesia mungkin terkenal dengan keindahan alamnya, tetapi lebih dari itu, negeri ini menyimpan harta karun berupa pengetahuan tradisional yang bernilai tinggi. Tabia Bun adalah salah satu contoh nyata bagaimana tanaman yang tumbuh subur di pulau Bali mampu menjadi penyelamat dalam pengobatan tradisional, membawa harapan bagi mereka yang mengandalkan kearifan lokal untuk menjaga kesehatan mereka. Tabia Bun, sebuah rahasia yang kini terungkap, mengajarkan kita bahwa terkadang jawaban terbaik untuk kesehatan kita mungkin ada di depan mata, dalam keanekaragaman alam yang mengelilingi kita.

 

Tradisi lama yang masih relevan dan memiliki nilai yang tak ternilai ini adalah contoh nyata kekayaan alam Indonesia yang harus dijaga. Kita sebagai manusia memiliki tanggung jawab untuk memahami dan memanfaatkan harta ini dengan bijak, sejalan dengan prinsip pelestarian alam yang akan memastikan bahwa alam juga akan menjaga dan memberi kehidupan bagi kita. Mari jaga alam kita, agar kita dapat terus merasakan anugerahnya.