Tiga Naga Sakti Pelindung Alam Semesta
Tiga Naga Sakti, yaitu Antaboga, Basuki, dan Taksaka, lahir dari telur Dewi Kadru dalam kepercayaan Hindu Nusantara sebagaimana tertulis dalam kitab Mahabharata, khususnya Adi Parwa. Persaingan antara Dewi Winata dan Dewi Kadru, kutukan Sang Aruna, dan kemunculan Sang Garuda menjadi elemen kunci dalam perjalanan hidup mereka. Sang Garuda, sebagai pelindung ibunya, terlibat dalam pertarungan dan kesepakatan dengan para Naga, serta menerima tawaran Dewa Wisnu dan Dewa Indra. Selain itu, Tiga Naga Sakti juga berinteraksi dengan tokoh Mahabharata dan dihormati di tempat-tempat suci di Nusantara. Mereka dianggap sebagai penopang alam semesta dengan peran masing-masing di Kahyangan, Bumi, dan Patala.
Kepercayaan Hindu Nusantara mengenal sosok makhluk mistis yang mirip dengan ular dan memiliki kemampuan untuk terbang, mereka dikenal dengan Naga. Di Indonesia sendiri, ada beberapa tokoh yang dimasukkan ke dalam kategori ras naga, beberapa tokoh terkenal itu adalah Antaboga, Basuki, dan Taksaka. Namun, terdapat kisah menarik di balik terkenalnya mereka dalam berbagai kisah di Indonesia.
Kisah-kisah “Tiga Naga Sakti” ini tidak diceritakan di dalam satu sumber saja, ada banyak sumber yang mendukungnya. Salah satu sumbernya adalah kitab Mahabharata, tepatnya pada Parwa pertama kitab ini, Adi Parwa. Adi Parwa menceritakan banyak sekali kisah dan alur penulisannya tidak berurutan karena memuat percakapan antara Bagawan Byasa (Sang Penulis Mahabharata) dengan Raja Janamejaya yang merupakan putra langsung dari Raja Parikesit, Raja Hastinapura.
Dahulu kala di semesta nan jauh, Rsi Kahsyapa menganugrahkan telur kepada dua istrinya, Dewi Winata dan Dewi Kadru. Dewi Kadru dianugerahkan seribu butir telur dan Dewi Winata hanya dianugerahkan dua butir telur saja. Dewi Winata dan Dewi Kadru dikenal sering sekali mengalami sebuah persaingan antara satu dengan yang lainnya, bahkan saat penganugerahan telur ini. Ketika telur-telur itu menetas maka kelak isi di dalamnya akan menjadi anak-anak mereka.
Lima ratus tahun, itu adalah waktu yang diperlukan oleh keseribu telur milik Dewi Kadru untuk menetas. Keseribu telur Dewi Kadru itu menetas dan mengeluarkan sosok monster mirip ular dan mampu mengeluarkan napas api, merekalah yang disebut dengan Naga. Para Naga yang jumlahnya seribu itu lahir bukan tanpa kekuatan apa pun, melainkan mereka sudah dianugerahkan kesaktian yang mampu membuat sebuah bencana alam. Mereka bertiga, Antaboga, Basuki, dan Taksaka, juga lahir kala itu. Di antara keseribu naga, “Tiga Naga Sakti” adalah yang terkuat dan paling perkasa mereka bahkan dihormati di antara saudara-saudaranya.
Patung Tiga Naga Sakti, Goa Raja (Sumber: Koleksi Pribadi)
Mengetahui telur-telur Dewi Kadru sudah menetas, rasa iri Dewi Winata mulai meningkat. Kedua telur milik Dewi Winata belum kunjung menetas setelah sekian lama. Hingga pada akhirnya, rasa irinya memuncak menjadi kekesalan. Kekesalannya ia luapkan dengan cara menetaskan paksa salah satu telur miliknya. Sosok di dalamnya keluar dengan wujud prematur, dia bernama Aruna. Karena merasa sangat kesakitan dengan kelahirannya, Aruna pun mengucapkan kutukannya kepada ibunya sendiri, Dewi Winata. Kutukannya berbunyi, “Bahwa engkau, Dewi Winata, kelak engkau akan menjadi seorang budak untuk waktu yang lama.” Menyesal karena hal itu, Dewi Winata pun memutuskan untuk bersabar menunggu telur berikutnya untuk menetas.
Karena Dewi Kadru dan Dewi Winata sering sekali mengalami persaingan, di suatu ketika mereka berdua benar-benar berada di dalam suatu pertarungan yang berakhir dengan kekalahan Dewi Winata. Kekalahannya berakibat pada kutukan Sang Aruna yang menjadi kenyataan. Dewi Winata pun dijadikan seorang budak oleh Dewi Kadru untuk melayani keseribu anaknya yang merupakan para Naga.
Waktu yang lama pun berlalu, Dewi Winata terus-menerus melayani keseribu Naga sebagai seorang budak. Hingga pada akhirnya, telur kedua Dewi Winata menetas, sosok di dalamnya keluar. Sosok itu adalah seorang manusia burung yang gagah perkasa dan mengeluarkan cahaya menyilaukan karena kesaktiannya, dia adalah Sang Garuda. Dengan kesaktiannya, Sang Garuda langsung mengetahui bahwa ibunya, Dewi Winata sedang dalam masalah. Beliau pun bergegas menuju kediaman para Naga dengan kecepatan yang dimilikinya.
Sesampainya di kediaman para Naga, Sang Garuda langsung memporak-porandakan tempat itu. Beliau bertarung dengan seribu ekor Naga sekaligus dan berhasil mengimbangi mereka. Namun, pertarungan tidak menghasilkan pemenang, melainkan hasil yang seri. Pertarungan iba karena Antaboga, Basuki, dan Taksaka mampu mengimbangi kekuatan Garuda walaupun ke-997 saudara mereka sudah banyak yang kalah. Mereka bertiga pun memikirkan sebuah siasat agar pertarungan tidak berlanjut. Mereka membuat kesepakatan, kesepakatan untuk menukar Dewi Winata dengan Tirta Amertha. Tanpa basa-basi, Sang Garuda menyetujuinya, beliau langsung bergegas ke Wisnu Loka.
Wisnu Loka, terjadi percakapan antara Dewa Wisnu dengan Sang Garuda. Melihat ketabahan hati dan keberanian Sang Garuda, Dewa Wisnu pun bersedia memberikan Tirta Amertha kepada Sang Garuda, akan tetapi dengan satu syarat. Sang Garuda harus mau menjadi kendaraan Dewa Wisnu untuk selamanya. Tanpa basa-basi, Sang Garuda menerima tawaran itu, di saat itulah Sang Garuda menjadi kendaraan Dewa Wisnu dan menjadi seorang makhluk abadi. Tirta Amertha di ambil dan beliau segera kembali menuju kediaman para Naga.
Ternyata, selama perjalanan Sang Garuda, dia telah dimata-matai oleh Dewa Indra. Di tengah perjalanan kembali, Dewa Indra pun menyuruh Sang Garuda untuk berhenti. Beliau meminta agar Tirta Amertha yang dibawa Sang Garuda untuk diserahkan kepadanya. Beliau juga meminta untuk Sang Garuda memanggil para Naga ke hadapan Dewa Indra jika mereka menginginkan Tirta Amertha. Sang Garuda hanya bisa mengiyakan permintaan Sang Raja Nirwana itu, beliau langsung bergegas memanggil para Naga.
Ternyata, Dewa Indra menunggu para Naga di sebuah ladang yang dipenuhi dengan rumput alang-alang. Saat para Naga muncul di hadapan Dewa Indra, beliau langsung saja mengerjai para Naga dengan cara meminum sedikit Tirta Amertha dan menumpahkan sisanya di atas rumput alang-alang. Para Naga yang dibutakan oleh keserakahan pun langsung menyambar rumput alang-alang. Mereka kesakitan hingga lidah mereka terbelah menjadi dua, namun mereka tetap mendapatkan keabadiannya. Di sisi lain, Sang Garuda pun telah berhasil menyelamatkan ibunya, Dewi Winata.
Selain kisah yang dituangkan pada Adi Parwa, Mahabharata, ada juga beberapa Parwa yang menceritakan interaksi para Naga dengan beberapa tokoh di Mahabharata. Kisah yang pertama adalah kisah terbakarnya istana kardus milik para Pandawa. Di saat Pandawa bersama ibu mereka, Kunti, kesulitan untuk mencari jalan ke luar di tengah kobaran api, Sang Antaboga menyamar menjadi sosok luwak jawa dan membantu mereka untuk keluar ke tempat yang aman.
Lalu, ada pula kisah tentang pembentukan kerajaan Indraphrasta. Sebelum dibangun, tempat itu merupakan sebuah hutan bernama hutan Kandava, tempat tinggal Sang Taksaka. Kala itu terjadi pertarungan antara Dewa Indra dengan Arjuna dan Arjuna dibantu oleh Dewa Agni. Api Dewa Agni kala itu menyebabkan terbakarnya hutan Kandava, menyebabkan seluruh keluarga Sang Taksaka hangus terbakar dan hanya menyisakan dirinya seorang. Pada akhirnya, Dewa Indra menurunkan hujannya dan membersihkan api dari hutan tersebut. Tapi, nasi sudah menjadi bubur, Sang Taksaka sudah kehilangan seluruh harta dan keluarganya. Untuk menenangkan hatinya, Sang Taksaka pun diberikan tempat di Kahyangan, agar beliau tidak terintervensi oleh kehidupan di Bumi. Akan tetapi, beliau sudah mengucapkan sumpah, bahwa kelak nanti beliaulah yang akan mengakhiri garis keturunan Pandawa.
Sumpahnya Sang Taksaka benar saja terpenuhi dikarenakan kutukan Parikesit. Parikesit dikutuk akan mati karena gigitan ular dan orang yang memberikan gigitan beracun pada Parikesit itu tidak lain dan tidak bukan adalah Sang Taksaka sendiri. Hal tersebut menyebabkan amarah Janamejaya, anak Parikesit, memuncak. Beliau langsung saja membuat korban suci api yang menyebabkan banyak sekali ular di dunia masuk ke dalam kobaran api itu. Upacara itu pun berhasil dihentikan atas permintaan seorang anak karena ibunya adalah seekor Naga.
Payogan Dang Hyang Sidhi Mantra, Goa Raja (Sumber: Koleksi Pribadi)
Banyak saksi bisu lain, selain epos Mahabharata, yang menjadi bukti eksistensi dari “Tiga Naga Sakti” ini. Di Nusantara sendiri (terutama di Bali) terdapat Pura Goa Raja dan Pura Goa Lawah. Pura Goa Raja sendiri diyakini merupakan sebuah tempat bertemunya Dang Hyang Sidhi Mantra dengan Sang Naga Basuki dalam kisah Terbentuknya Selat Bali. Selain itu, Goa Lawah menjadi saksi bisu sebagai kanal langsung menuju ke Goa Raja itu sendiri.
Tiga Naga Sakti sendiri menduduki tiga tingkatan di alam semesta, orang-orang percaya mereka adalah sosok pelindung alam semesta ini. Sang Taksaka berada dan melindung Kahyangan, Sang Antaboga dipercaya menjadi sosok dewa pelindung alam di Bumi, dan Sang Basuki dipercaya menjadi penguasa di alam Patala. Ketiga tempat tersebut dipercaya sebagai penopang alam semesta, dan karena itulah mereka disebut sebagai Pelindung Alam Semesta.