Dewi Kwan Im: Kisah Suci Meniti Jalan Bodhisattva

Kisah ini mengisahkan seorang putri raja yang diasingkan. Meski menghadapi kesedihan, ia menunjukkan ketabahan dan cinta mendalam kepada sesama makhluk. Pengorbanannya dan komitmennya untuk membantu orang lain menjadikannya Bodhisattva, dikenal sebagai Kwan Im, simbol belas kasih dan kebijaksanaan yang menginspirasi banyak orang.

Dec 19, 2024 - 02:09
Nov 11, 2024 - 19:58
Dewi Kwan Im: Kisah Suci Meniti Jalan Bodhisattva
Dewi Kwan Im (Sumber: Koleksi Pribadi)

Dewi Kwan Im dikenal juga sebagai dewi welas asih berbaju putih dan identik dengan perwujudan avalokitesvera, yang berarti dalam bahasa sansekerta : “Melihat ke bawah atau Mendengarkan ke bawah”. Bawah di sini bermakna ke dunia, yang merupakan suatu alam (lokita). Svara (Im / Yin) berarti suara. Yang dimaksud adalah suara dari makhluk-makhluk yang menjerit atas penderitaan yang dialaminya. Oleh sebab itu Kwan Im adalah Bodhisatva yang melambangkan kewelas-asihan dan penyayang.

Raja Miao dengan putri mahkota (Sumber : Koleksi Pribadi)

Pada akhir Dinasti Zhou (abad III SM), di sebuah negara Xing Lin di Tiongkok, raja Miao Zhuang  mempunyai tiga orang putri dan demi mengejar kepentingan duniawi, dia ingin menikahkan mereka dengan keturunan-keturunan bangsawan. Namun putrinya yang paling muda, Miao Shan, mempunyai keinginan yang berbeda. Dia ingin menjadi seorang biarawati dan menyempurnakan diri melalui kultivasi spiritual. Tidak setuju akan hal itu, raja mengasingkannya.Tahun-tahun berlalu, dan raja menjadi sakit parah.

Biksu tua bertemu raja Miao (Sumber: Koleksi Pribadi)

Seorang biksu tua mengunjungi kerajaannya dan memberitahu, “Supaya bisa sembuh, Anda harus meminum ramuan obat yang terbuat dari lengan dan mata dari orang yang bersedia untuk memberikannya dengan sukarela.Putus asa, raja memohon dengan sangat kepada kedua putrinya, yang tidak bersedia membantu. Biksu itu menawarkan, “Di atas Gunung Harum hidup seorang Bodhisattva yang penuh belas kasih. Kirimlah utusan ke sana untuk memohon bantuannya.”Biksu pengelana ini ternyata tidak lain adalah perubahan wujud dari Miao Shan. Setelah latihan spriritual yang berat selama bertahun-tahun, dia menjadi seorang Bodhisatva.Mendengar kabar akan masalah ayahnya, dia berubah wujud menjadi seorang biksu dan menasehatinya. Kemudian di kuil, dia menerima utusan ayahnya dalam wujud asli dan memberitahu sang utusan, “Penyakit ini adalah hukuman atas dosa masa lalu. Namun sebagai putrinya, sudah menjadi kewajiban saya untuk berbakti dan menolongnya.”Kemudian dia mencabut matanya dan memotong lengannya untuk dibawa oleh sang utusan tadi,Kembali ke kerajaan, biksu tua muncul kembali untuk memasak ramuan obat ajaib yang kemudian membuat sang raja sembuh.

Raja Miao bertemu putrinya yang sudah menjadi bodhisatva dan meminta maaf didepan para pengikutnya (Sumber: Koleksi Pribadi)

Dia sangat berterima kasih kepada biksu itu, biksu kemudian dengan sederhana menjawab: “Terima kasih yang paling besar adalah kepada dia yang telah berkorban untuk Anda.”Jadi sang Raja pergi ke Gunung Harum. Di sana, dia terkejut melihat putrinya duduk di depan lebih dari seratus orang pengikut, tanpa lengan dan mata. Air matanya jatuh ketika menyadari bahwa putrinya pasti telah menderita. Namun, Miao Shan menerimanya dengan hormat, dan mengatakan kepadanya untuk hidup dengan belas kasih. Kemudian, sebuah cahaya menyelubungi mereka ketika Miao Shan berubah menjadi wujud seorang Bodhisatva dengan mata dan lengannya yang muncul kembali.

Files