Legenda Selat Bali: Takdir Pisahnya Pulau Jawa dengan Bali
Selat Bali, sebuah jalur perairan yang memisahkan Pulau Jawa dan Pulau Bali, memiliki sejarah panjang yang melibatkan proses geologis dan mitos budaya. Selat ini bukan hanya merupakan jalur pelayaran yang vital bagi transportasi dan perdagangan di Indonesia, tetapi juga menyimpan cerita-cerita menarik yang menggambarkan hubungan erat antara alam dan budaya di kawasan ini.
Selat Bali adalah salah satu jalur pelayaran yang penting di Indonesia yang terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Bali. Selat ini memiliki sejarah yang panjang dan kaya akan cerita, mitos, dan kejadian sejarah yang menarik. Berikut merupakan salah satu cerita yang terkait dengan Selat Bali.
Dalam salah satu legenda, terdapat kisah tentang seorang Brahmana benama Sidi Mantra yang memiliki kekuatan yang sangat terkenal. Sanghyang Widya memberi Sidi mantra hadiah berupa harta karun dan istri yang cantik. Mereka mendapatkan seorang anak laki-laki bernama Manik Angkeran setelah beberapa tahun menikah.
Manik Angkeran, yang tumbuh menjadi pemuda tampan dan cerdas, memiliki kelemahan dalam kecenderungan berjudi. Dia seringkali kehilangan dan menghabiskan harta milik orang tuanya. Karena tak sanggup melunasi hutang-hutangnya, dia mencari pertolongan. Sidi Mantra, ayahnya, berdoa dan berpuasa dengan harapan memohon pertolongan dewa. Tiba-tiba, suara terdengar, "Hai, Sidi Mantra, di kawah Gunung Agung terdapat harta karun yang dimiliki oleh Naga Besukih. Pergilah ke sana dan ajukan permintaanmu agar kamu mendapatkan sebagian kecil dari harta itu."
Sidi Mantra menjalani perjalanan menuju Gunung Agung dengan mengatasi berbagai rintangan. Setelah tiba di sana, dia duduk dengan khidmat, membaca mantra, dan memanggil Naga Besukih dengan membunyikan bel. Tak lama kemudian, Naga Besukih muncul. Setelah mendengar niat kedatangan Sidi Mantra, Naga Besukih memberinya emas dan berlian.
Sidi Mantra sangat berterima kasih, dan ketika ia kembali, semua harta tersebut diberikannya kepada Manik Angkeran dengan harapan bahwa anaknya tidak akan lagi terjerumus dalam perjudian. Sayangnya, harta itu habis begitu cepat, dan Manik Angkeran kembali meminta bantuan. Sidi Mantra merasa kecewa dan merasa telah dikhianati oleh anaknya.
Manik Angkeran tidak tinggal diam. Dia ingin tahu dari mana ayahnya mendapatkan harta karun tersebut. Tak lama kemudian, Manik Angkeran mengetahui bahwa harta itu berasal dari Gunung Agung. Dia tahu bahwa jika ingin memperoleh harta tersebut, dia harus membaca mantra, tetapi sayangnya, dia tidak pernah belajar doa dan mantra. Akhirnya, dia hanya membawa bel yang diambilnya saat ayahnya sedang tidur.
Setelah sampai di kawah Gunung Agung, Manik Angkeran merasa ketakutan saat melihat Naga Besukih. Kemudian, sang naga berbicara, "Aku akan memberikanmu harta yang kau inginkan, tapi kamu harus berjanji untuk mengubah perilakumu. Kamu tidak boleh lagi berjudi. Ingatlah tentang hukum karma." Setelah Naga Besukih mengetahui niat Manik Angkeran yang sebenarnya.
Manik Angkeran terkesima melihat emas, berlian, dan permata yang terpampang di hadapannya. Meskipun demikian, ia digoda oleh iblis dalam hatinya dan ingin mendapatkan lebih banyak harta karun. Akibatnya, ia memutuskan untuk memotong ekor Naga Besukih saat naga itu kembali ke sarangnya. Manik Angkeran sempat merasa ketakutan, tetapi berkat kekuatan ajaib Naga Besukih, saat jejak Manik Angkeran terkena lidah naga, tubuhnya menjadi abu.
Melihat kematian anaknya, Sidi Mantra merasa sangat sedih dan berusaha mencari Naga Besukih, memohon agar anaknya hidup kembali. Naga Besukih akhirnya mengabulkan permintaannya, dengan syarat bahwa Sidi Mantra dapat mengembalikan ekor naga tersebut ke keadaan semula. Dengan bantuan sihirnya, Sidi Mantra berhasil mengembalikan ekor Naga Besukih ke keadaan semula. Setelah Manik Angkeran hidup kembali, dia meminta maaf dan berjanji untuk tidak lagi melakukan perbuatan buruk. Meskipun demikian, Sidi Mantra memutuskan untuk tidak hidup bersama anaknya lagi.
"Kamu harus memulai kehidupan baru," ucap Sidi Mantra. Dalam sekejap mata, Sidi Mantra menghilang. Di tempat dia berdiri, muncul sebuah sumber air yang semakin besar dan akhirnya menjadi laut. Dengan kekuatan supernaturalnya, Sidi Mantra membentuk garis yang membatasi antara dia dan anaknya.
Berdasarkan cerita ini, tempat itu kemudian menjadi Selat Bali yang memisahkan Pulau Jawa dengan Pulau Bali.Legenda ini adalah contoh bagaimana masyarakat Bali merayakan hubungan erat antara alam dan spiritualitas mereka. Selat Bali, dalam pandangan mereka, bukan hanya sebuah jalur perairan, tetapi juga memiliki makna mendalam dalam kepercayaan dan budaya mereka.
Selat Bali (Sumber Photo: Koleksi Redaksi)
Pembentukan Selat Bali, selain dari cerita ini, sebagian besar berkaitan dengan proses subduksi yang berlangsung puluhan juta tahun yang lalu. Pada masa itu, wilayah ini terdiri dari daratan yang jauh lebih luas, namun karena berlanjutnya proses subduksi, daratan ini mulai terbelah. Tekanan dan gesekan yang terjadi antara lempeng-lempeng bumi menyebabkan terjadinya retakan di lapisan kerak bumi.
Selama berjuta-juta tahun, proses geologis inilah yang akhirnya membentuk Selat Bali sebagaimana yang kita kenal saat ini. Retakan tersebut secara perlahan mengalami erosi akibat aksi air laut dan faktor-faktor alam lainnya. Lambat namun pasti, Selat Bali terbentuk sebagai jalur perairan yang memisahkan Pulau Jawa dan Pulau Bali.
Selat Bali telah memainkan peran sentral dalam sejarah dan kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Sejak zaman kuno, selat ini telah menjadi jalur perdagangan yang sangat vital yang menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Bali. Adanya transportasi melalui Selat Bali memungkinkan pertukaran barang, budaya, dan ide-ide antara kedua pulau ini.
Di masa lampau, Selat Bali juga memiliki peran strategis dalam hubungan politik dan militer antara kerajaan-kerajaan di Jawa dan Bali. Kontrol atas Selat Bali menjadi sangat penting dalam upaya pengendalian wilayah dan pengaruh di kawasan ini.
Selain itu, Selat Bali juga berdampak besar terhadap iklim dan cuaca di kawasan ini. Pola angin dan arus laut yang melintasi Selat Bali mempengaruhi musim hujan dan musim kemarau di Pulau Bali dan sekitarnya. Hal ini memiliki signifikansi penting dalam pertanian dan kehidupan nelayan di wilayah tersebut.