Tutur Atma Prasangsa

Setelah meninggal dunia, sang Atman meninggalkan badan kasarnya dan memulai perjalanan panjang menuju alam selanjutnya. Perjalanan ini bukan sekadar langkah menuju pembebasan atau ganjaran, melainkan juga penghakiman atas perbuatan selama hidup. Dalam proses ini, setiap tindakan yang dilakukan semasa hidup akan menjadi cermin yang menentukan nasib sang Atman di kehidupan berikutnya. Oleh karena itu, kehidupan di dunia dianggap sebagai kesempatan untuk menanam kebajikan dan mencapai kesadaran yang lebih tinggi.

Jul 24, 2025 - 06:17
Jul 24, 2025 - 07:19
Tutur Atma Prasangsa
Tutur Atma Prasangsa (Sumber: Koleksi pribadi)

Dalam setiap tahap perjalanan ini, sang Atman akan melewati berbagai dimensi spiritual yang menjadi cerminan dari batin dan karma yang telah dikumpulkan selama hidup. Setiap perbuatan, baik maupun buruk, akan terbuka dengan jelas, menghadirkan pemahaman mendalam tentang makna kehidupan yang telah dijalani. Proses ini bukan sekadar perjalanan menuju tempat baru, melainkan sebuah penyadaran penuh akan konsekuensi dari setiap tindakan. Di sinilah sang Atman dihadapkan pada pelajaran dan penghakiman yang akan menentukan langkahnya menuju pembebasan (moksha) atau kelahiran kembali dalam siklus samsara.

Ilustrasi Tegal Penangsaran (Sumber: Koleksi Pribadi)

Ketika roh keluar dari tubuh, ia pertama-tama tiba di Tegal Penangsaran, sebuah tempat yang menyerupai gurun pasir tanpa pohon atau sumber air. Panasnya tidak tertahankan, dan Atman yang tersiksa berlarian mencari tempat berteduh atau seteguk air, tetapi tidak menemukan apa pun. Di tempat ini, penderitaan Atman adalah cerminan dari dosa-dosa yang telah dilakukannya di dunia. Ia terombang-ambing, tanpa harapan dan tanpa kelegaan.

Ilustrasi Kawah Candradimuka (Sumber: Koleksi Pribadi)

Setelah meninggalkan Tegal Penangsaran, sang Atman akan bertemu dengan Kawah Candradimuka, sebuah jambangan besar berbentuk kepala banteng. Kawah ini melambangkan perut dan mulut manusia. Atman yang masuk ke sini dihukum karena kesalahan yang bersumber dari perkataan. Mereka yang suka memfitnah, memaki, atau menyakiti orang lain melalui kata-kata akan merasakan panasnya kawah ini. Kawah Candradimuka mengingatkan manusia akan pepatah: mulutmu harimaumu.

Ilustrasi Kawah Weci (Sumber: Koleksi Pribadi)

Kemudian, Atman bergerak menuju Kawah Weci, sebuah jambangan besar berisi kotoran manusia. Tempat ini adalah hukuman bagi jiwa yang selama hidup hanya memikirkan dirinya sendiri, yang enggan berbagi, tidak pernah berderma, dan tidak peduli terhadap sesama. Di sini, mereka tenggelam dalam kotoran, merasakan jijik dan malu atas keegoisan mereka semasa hidup.

Ilustrasi Batu Masepak (Sumber: Koleksi Pribadi)

Selanjutnya, Atman dihadapkan pada Batu Masepak, sebuah batu raksasa yang dapat terbuka dan menutup secara tiba-tiba. Tidak ada Atman yang tahu kapan batu itu akan menjepit mereka. Mereka yang sombong, angkuh, dan kasar dalam perkataannya dihukum di sini. Suara erangan dan tangisan terdengar ketika batu tersebut menghimpit tubuh-tubuh roh yang tak berdaya.

Ilustrasi Titi Gonggang (Sumber: Koleksi Pribadi)

Setelah itu, Atman harus melewati Titi Gonggang, sebuah jembatan yang menggantung di atas jurang api. Jembatan ini tanpa tiang penyangga, dan ujung-ujungnya tampak rapuh. Di bawahnya, nyala api berkobar siap menelan siapa saja yang tidak bisa menjaga keseimbangan. Atman yang semasa hidupnya gemar menipu, melanggar janji, atau mengkhianati orang lain sering kali jatuh ke dalam jurang ini, terbakar oleh api penyesalan dan dosa. Belum selesai, Atman kemudian dihadapkan pada Titi Ugal-Agil, sebuah jembatan yang bergoyang-goyang. Jembatan ini adalah tempat hukuman bagi Atman yang selama hidupnya suka memfitnah atau menciptakan fitnah terhadap orang lain. Mereka yang tidak mampu menjaga keseimbangan akan jatuh ke jurang di bawahnya, menghadapi penderitaan yang tiada akhir.

Ilustrasi Kayu Curiga (Sumber: Koleksi Pribadi)

Perjalanan Atman masih berlanjut hingga bertemu dengan pohon-pohon simbolis. Salah satunya adalah Kayu Curiga, sebuah pohon yang berdaun keris. Atman yang berlindung di bawahnya akan dihujani daun-daun keris yang tajam, melukai tubuh mereka tanpa henti. Hukuman ini diberikan kepada mereka yang selama hidupnya gemar berbuat zinah atau berselingkuh, menghancurkan kepercayaan dan kehormatan orang lain.

Ilustrasi Petung Agni (Sumber: Koleksi Pribadi)

Terakhir, ada Petung Agni, sebuah pohon bambu yang penuh dengan api. Atman yang dihukum di sini digantung terbalik dengan kepala di bawah dan kaki di atas. Hukuman ini diperuntukkan bagi mereka yang semasa hidupnya mempraktikkan ilmu hitam, guna-guna, atau perbuatan-perbuatan magis yang mencelakai orang lain. Api yang berkobar membakar tanpa henti, mengingatkan mereka pada kejahatan yang pernah dilakukan.

Perjalanan Atman ini adalah pengingat bahwa semua tindakan di dunia akan mendapatkan balasan yang setimpal. Setiap jembatan, kawah, dan pohon adalah simbol penghukuman yang mengajarkan manusia untuk hidup dengan bijaksana, berbudi luhur, dan penuh kasih kepada sesama. Hanya dengan perbuatan baik, Atman dapat mencapai kebahagiaan abadi dan terlepas dari siklus penderitaan ini.