Pura Tegal Penangsaran: Tempat Berstana Ida Bhatara Sanghyang Jogor Manik sebagai Simbol Neraka dan Pengadilan Roh

Pura Tegal Penangsaran adalah salah satu pura yang terletak di kompleks Pura Besakih, Bali. Pura ini berfungsi sebagai tempat pengadilan atma (roh) oleh Ida Bhatara Sanghyang Jogor Manik dan menjadi simbol neraka dalam tradisi Hindu Bali. Dengan elemen seperti pohon Taru Curiga yang melambangkan penderitaan akibat dosa, pura ini mengajarkan pentingnya hidup sesuai dharma. Piodalan pura ini dirayakan pada Buda Kliwon Wuku Ugu, menjadikannya tempat spiritual yang sarat makna dan pelajaran moral bagi umat Hindu.

Jul 23, 2025 - 19:00
Jan 15, 2025 - 02:12
Pura Tegal Penangsaran: Tempat Berstana Ida Bhatara Sanghyang Jogor Manik sebagai Simbol Neraka dan Pengadilan Roh
Pura Tegal Penangsaran (Sumber Foto : Koleksi Pribadi)

Pura Tegal Penangsaran merupakan salah satu pura penting dalam tradisi Hindu di Bali. Pura ini dikenal sebagai tempat berstananya Ida Bhatara Sanghyang Jogor Manik, sosok spiritual yang berperan dalam mengadili atma atau roh manusia berdasarkan perbuatan mereka selama hidup. Dalam konteks spiritual Bali, pura ini memiliki makna mendalam sebagai simbol neraka dan tempat peradilan bagi roh-roh yang penuh dosa, di mana keadilan karma ditegakkan.

Pura ini tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga sarana refleksi spiritual bagi umat Hindu. Melalui ritual-ritual yang dilaksanakan, umat diajak untuk merenungkan makna hidup, memperbaiki diri, dan menyadari pentingnya menjalani kehidupan dengan kebajikan. Dengan arsitektur yang mencerminkan nilai-nilai spiritual dan mitologi Bali, Pura Tegal Penangsaran menjadi simbol pengingat bagi manusia akan tanggung jawab mereka terhadap karma dan keseimbangan alam semesta.

Pura Tegal Penangsaran ( Sumber Foto : Koleksi Pribadi)

Pura Tegal Penangsaran digambarkan sebagai tempat pengadilan bagi roh-roh yang selama hidupnya berbuat dosa, khususnya mereka yang menyebabkan penderitaan atau rasa sakit hati bagi orang lain. Dalam Lontar Atma Prasangsa, disebutkan bahwa pura ini disediakan khusus bagi atma yang belum bersih dari dosa akibat perbuatan buruknya.

Pura ini memiliki sebuah Pelinggih yang disebut Pelinggih Tegal Penangsaran. Di belakang palinggih ini terdapat sebuah pohon besar bernama Taru Curiga, yang merupakan simbol pohon berbuah senjata tajam yang dipercaya tumbuh di neraka. Kehadiran Taru Curiga menjadi pengingat tentang konsekuensi dari perbuatan buruk selama hidup di dunia.

Pohon Taru Curiga  ( Sumber Foto : Koleksi Pribadi)

Pura Tegal Penangsaran memiliki hari piodalan yang jatuh pada Buda Kliwon Wuku Ugu, sebuah hari suci yang memiliki makna mendalam dalam tradisi Hindu Bali. Pada momen ini, umat Hindu berkumpul di pura untuk melaksanakan persembahyangan bersama, memohon berkah, dan memperkuat hubungan spiritual dengan Sang Hyang Widhi Wasa.

Selain piodalan, pada bulan ketujuh kalender Bali (sasih kapitu), pura ini menjadi pusat kegiatan spiritual yang sangat penting dengan diselenggarakannya upacara Yadnya Ngusaba Kapitu. Upacara ini biasanya dilaksanakan pada tanggal 1, 3, atau 5 sasih kapitu, tergantung pada penentuan waktu yang dihitung berdasarkan kalender tradisional Bali. Yadnya Ngusaba Kapitu merupakan salah satu upacara besar yang bertujuan untuk memohon keselamatan, keseimbangan semesta, serta harmonisasi antara alam sekala dan niskala.

Melalui rangkaian ritual yang khidmat, umat Hindu menghaturkan berbagai persembahan sebagai wujud penghormatan kepada Ida Sanghyang Jogor Manik, yang dipercaya sebagai manifestasi Tuhan dalam menjaga keseimbangan alam semesta. Persembahan ini meliputi banten (sesaji), tarian sakral, kidung puja, dan simbol-simbol religius lainnya yang mengandung doa-doa suci.

Candi Bentar Pintu Masuk Ke Pura Tegal Penangsaran ( Sumber Foto : Koleksi Pribadi)

Selain itu, pura ini juga menjadi bagian dari rangkaian prosesi upacara mediksa atau penyucian diri. Setelah seseorang mengalami seda raga (kematian), roh yang belum diupacarai dengan Pitra Yadnya diyakini akan berada di tempat ini. Dalam cerita spiritual, area Tegal Penangsaran digambarkan sebagai padang pasir yang luas dan kering, tempat berkumpulnya roh-roh yang terbaring tanpa daya.

Pura Tegal Penangsaran juga terhubung dengan Pura Dalem Puri Besakih. Di dalam kompleks Pura Besakih, terdapat sebuah tanah lapang yang juga dinamakan Tegal Penangsaran. Menurut tradisi, di tempat inilah Sri Jayakasunu menerima pewarah-warah atau sabda dari Bhatari Durga mengenai pelaksanaan upacara besar seperti Eka Dasa Rudra, Tawur Kesanga, Galungan, dan KuninganSebagai bagian dari Tri Mandala Pura Besakih, Pura Tegal Penangsaran berperan sebagai sor mandala atau area luar. Ini menjadi simbol pengadilan akhir bagi atma yang belum mencapai kesucian sempurna.

Jeroan Pura Tegal Penangsaran ( Sumber Foto : Koleksi Pribadi)

Pura Tegal Penangsaran tidak hanya menjadi simbol keadilan dan peradilan atma, tetapi juga pengingat akan pentingnya berbuat kebaikan selama hidup. Pura ini mengajarkan umat Hindu untuk merenungkan perbuatan mereka melalui ritual-ritual sakral yang memohon keselamatan dan pengampunan dosa.

Keberadaan pohon Taru Curiga menambah makna spiritual pura ini, dipercaya sebagai simbol kekuatan magis yang mengingatkan hubungan manusia dengan alam. Kisah-kisah yang mengelilinginya memperkaya nilai religius pura ini dalam tradisi Hindu Bali. Dengan tradisi yang dilestarikan, Pura Tegal Penangsaran menjadi lambang harmoni antara manusia, alam, dan Sang Hyang Widhi, menginspirasi umat untuk menjalani hidup dengan kebijaksanaan dan kasih sayang.