Mengenal Pura Pengrebongan Sebagai Jendela Keagungan Budaya Bali Klasik

Pura Pengrebongan, sebuah tempat ibadah yang lebih dari sekadar bangunan batu dan patung-patung, menjelma menjadi jendela yang membawa kita lebih dekat dengan keindahan klasik dan pesan-pesan spiritual yang mengalir dalam budaya Bali.

Sep 9, 2023 - 00:23
Sep 8, 2023 - 19:12
Mengenal Pura Pengrebongan Sebagai Jendela Keagungan Budaya Bali Klasik
Pura Pengrebongan (Sumber Photo : Koleksi Redaksi)

Di tengah sorotan dunia atas kecantikan alamnya, seni yang memukau, dan spiritualitas yang kaya, Bali juga menyimpan harta budaya yang tak ternilai. Di tengah budaya Bali, terdapat satu tempat suci yang menghadirkan keagungan dan kekayaan warisan budaya Bali. Pura Pengrebongan, sebuah tempat ibadah yang lebih dari sekadar bangunan batu dan patung-patung, menjelma menjadi jendela yang membawa kita lebih dekat dengan keindahan klasik dan pesan-pesan spiritual yang mengalir dalam budaya Bali. Dalam artikel ini, kita akan melakukan perjalanan mendalam ke dalam dunia magis Pura Pengrebongan dan menggali makna serta peran pentingnya dalam melestarikan dan merayakan kekayaan budaya Bali yang klasik.

Pura Petilan atau yang lebih sering dikenal dengan Pura Pengrebongan adalah salah satu pura legendaris yang terletak di desa Kesiman. Keberadaan pura yang terletak di sisi utara Jalan W.R Supratman, Denpasar tersebut sangat erat kaitannya dengan sejarah puri di Kesiman. Untuk menelusuri sejarah dari Pura Pengrebongan, kita perlu untuk mundur beratus-ratus tahun yaitu tepatnya pada tahun 1779 silam. Pada saat itu, terjadi pertikaian yang mengakibatkan Raja dari Puri Kesiman pindah ke Sanur. Dengan pindahnya Raja ke Sanur, maka rakyat Kesiman menjadi tidak terurus dengan baik. Kondisi ini kemudian didengar oleh Raja Badung yang bertahta di sebelah barat sungai Badung atau tepatnya di Puri Pemecutan. Untuk mengatasi permasalahan itu, Raja Badung kemudian mengutus putranya untuk menetap di Puri Kesiman dan menjadi raja di Kesiman. Untuk membuat rakyat senang, Raja Kesiman membuatkan tempat pemujaan baru di wilayah Kesiman yang dinamai dengan Pura Pengrebongan. Pura tersebut lalu dijadikan pusat persembahyangan dan tempat pelaksanaan segala upacara. Sampai saat ini, Pura Pengrebongan mencakup sembilan wilayah atau dusun yaitu Banjar Kedaton, Kedaton Kelod, Banjar Batanbuah, Banjar Kehen, Banjar Meranggi, Banjar Bukit Buwung, Banjar Abiannangka Kelod, Banjar Abiannangka Kaja, dan Banjar Dukuh. 

Pura Pengrebongan memiliki arsitektur yang khas Bali Klasik. Bangunan-bangunan yang berdiri di dalam areal pura dibangun dengan menggunakan bahan-bahan alami, seperti batu, kayu, dan batu bata. Bangunan-bangunan tersebut juga dihiasi dengan ornamen-ornamen khas Bali klasik, seperti ukiran dan relief. Di bagian timur pura, terdapat bangunan yang difungsikan sebagai tempat pemujaan dari beragam komunitas seperti warga Pasek, warga Gaduh, dan warga Dangka. Di tengah-tengah areal pura, dibangun pelinggih gedong agung dengan dasar bedawang nala yang berfungsi sebagai tempat menstanakan arca. Di sebelahnya juga terdapat gedong lain yang digunakan sebagai tempat menstanakan pura manca pengerob dan semua pecanangan atau pratima dari seluruh pura di desa Kesiman.

Prosesi Upacara Ngerebong (Sumber Photo : Koleksi Redaksi)

Hal yang paling menarik dari Pura Pengrebongan adalah bahwa pura ini dijadikan tempat berlangsungnya upacara Ngerebong. Upacara Ngerebong ini merupakan salah satu budaya dan tradisi unik yang ada di Bali, kelestarian serta keberadaannya masih terjaga dengan baik sampai sekarang ini. Tradisi Bali klasik warisan leluhur warga desa adat Kesiman ini, menjadi suguhan ataupun atraksi yang menarik bagi wisatawan yang sedang berlibur di Pulau Bali. Ngerebong sendiri merupakan bahasa Bali yang memiliki arti berkumpul. Pada saat tradisi Ngerebong diadakan, dipercaya jika para dewa sedang berkumpul. Tradisi Ngerebong akan diadakan setiap 6 bulan sekali sesuai dengan penanggalan Bali, yaitu setiap 8 hari setelah Hari Raya Kuningan. Dalam upacara Pengrebongan, semua elemen sakral dari seluruh Pura Desa di Kesiman, termasuk pratima, barong, rangda, dan ratu ayu, dihadirkan ke Pura Dalem Pengrebongan. Seiring dengan kedatangan mereka, masyarakat telah berkumpul di area acara dengan suasana yang sudah dipenuhi dengan bunga-bungaan yang memikat, penjor-penjor yang menjulang, dan diiringi oleh alunan musik tradisional yang merdu. Sebelum upacara dimulai, para pecalang atau yang biasa disebut polisi adat akan mengosongkan jalanan atau menutup jalan. Jalanan ditutup sebab upacara dan serangkaian tradisi ngerebong memang sakral.Untuk mengawali upacara ini, masyarakat akan sembahyang di Pura Petilan. Kemudian acara akan semakin ramai, karena dilanjutkan dengan adanya acara adu ayam di wantilan. Wantilan merupakan bangunan yang menyerupai bale-bale. Setelah itu masyarakat mengarak barong yang merupakan lambang kebaikan bagi masyarakat penganut Hindu dan diarak menuju Pura Pengerebongan. Kemudian masyarakat juga keluar dari pura dan mengelilingi tempat adu ayam atau wantilan tadi sebanyak tiga kali. Pada saat melakukan ritual ini banyak dari orang yang mengusung barong dan rangda mengalami kerauhan dengan menusukkan keris ke dadanya. Suasana magis begitu terasa ketika acara ini berlangsung. Setelah ritual mengelilingi wantilan usai, acara dilanjutkan dengan melakukan persembahyangan bersama, yang mana acara ini merupakan acara puncak dari serentetan acara yang telah dilakukan sebelumnya.

Pura Pengrebongan memiliki daya tarik yang luar biasa karena mampu menjadi perekat bagi seluruh masyarakat, terutama warga Kelurahan Kesiman dengan beragam latar belakang dan profesi yang berbeda. Pura ini menjadi pusat penyatuan mereka, bukan hanya dalam konteks ibadah kepada Tuhan dan roh suci leluhur, melainkan juga dalam hal menjalin koneksi sosial dan memperkuat aspek budaya mereka. Upacara Ngerebong juga turut andil dalam aspek budaya Bali Klasik yang kental di pura ini. Upacara ini bukan sekadar seremoni, melainkan simbol keharmonisan yang mendalam. Upaya untuk menjaga hubungan antara manusia dengan sesamanya, manusia dengan alam sekitarnya, dan manusia dengan Tuhan diangkat melalui ritual sakral ini, sementara juga memperkuat dimensi spiritual dari komunitas Hindu. Tak kalah pentingnya, upacara ini juga bertujuan untuk mempertahankan warisan budaya Bali yang berharga dalam menghadapi arus globalisasi yang mengancam. Di era dimana unsur-unsur budaya sering kali tergerus oleh pengaruh budaya modern yang mendominasi. Pura Pengrebongan dan Upacara Ngerebongnya menjadi simbol komitmen keras dalam menjaga kesinambungan budaya Bali yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas pulau ini selama bertahun-tahun.