Tradisi Lampad: Persembahan Luhur di Desa Adat Pangsan

Eksplorasi Tradisi Lampad di Desa Adat Pangsan, Bali, membawa kita dalam perjalanan luhur ke dalam kekayaan budaya yang dipelihara dengan penuh kehangatan. Dengan penuh semangat, Truna dan Daha menjaga warisan leluhur mereka melalui ritual penuh makna, mulai dari proses pembuatan lampad hingga persembahan di Pura Penataran Agung. Melibatkan unsur-unsur alam, setiap lampad menjadi simbol keharmonisan antara manusia dan alam, mencerminkan rasa syukur dan penghargaan terhadap anugerah alam. Temukan keindahan dan keunikan Tradisi Lampad, sebuah persembahan luhur yang menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas Desa Adat Pangsan.

May 20, 2025 - 06:04
May 20, 2025 - 08:26
Tradisi Lampad: Persembahan Luhur di Desa Adat Pangsan
Tradisi Lampad (Sumber: Koleksi Penulis)

Bali, yang terkenal dengan keindahan alam dan kekayaan budayanya, menyimpan sejumlah tradisi unik di setiap desa. Salah satu tradisi yang menarik untuk dijelajahi adalah Tradisi Lampad dari Desa Adat Pangsan, terutama di Pura Penataran Agung. Pura Penataran Agung ini terletak di Desa Pangsan, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung, Bali. Tradisi Lampad adalah sebuah proses menghaturkan sajian berupa lampad atau segala jenis sayur-sayuran yang ada di wilayah Desa Pangsan, khususnya di wilayah Banjar Sekarmukti lan Pundung. Tradisi ini dijalankan oleh karang taruna atau remaja-remaja baik pria maupun wanita, dimana yang pria disebut dengan Truna dan yang wanita disebut dengan Daha.

 

Tradisi ini melibatkan sejumlah kegiatan, seperti ngerisak atau membersihkan rumput dan sampah di area pura, ngayah atau gotong royong pada saat piodalan, serta yang paling unik adalah pesangkepan. Pesangkepan sendiri merupakan proses menghaturkan sajian berupa lampad, sebagai persembahan kepada sesuhunan yang bertempat di Pura Penataran Agung, dan dilakukan setiap Hari Raya Purnama.

 

Proses pembuatan lampad dimulai sehari sebelum Hari Raya Purnama. Bahan-bahan yang diperlukan dalam pembuatan lampad diambil dari sekitar daerah Banjar Sekarmukti lan Pundung, dan menariknya, masyarakat setempat mendukung pengambilan bahan oleh para Truna dan Daha dan tidak ada yang berani melarang para Truna dan Daha tersebut. Bahan lampad yang telah dikumpulkan kemudian diproses melalui berbagai tahap, seperti perebusan, penggorengan, pengukusan, pemotongan, dan penumbukan, dilanjutkan proses pengadonan dengan menambahkan bumbu yang disebut dengan Basa Manis. Uniknya, saat proses pengadonan, bahan-bahan tidak boleh dicicipi sama sekali.

 

Setelah semua bahan siap, para daha melakukan proses metanding atau menata berbagai bahan sesaji sehingga menjadi sebuah keutuhan sebuah banten, dan daha tersebut diwajibkan dalam keadaan bersih. Proses metanding lampad dilakukan dengan cara, lampad diletakkan di atas ceper, yaitu alas dari sebuah canang yang memiliki bentuk segi empat dan melambangkan badan. Susunan lampad ini mencakup berbagai bahan, mulai dari paling bawah, yaitu buah-buahan seperti nangka dan jantung pisang, dilanjutkan dengan kacang-kacangan seperti kacang ucu dan kacang kecai. Di atas kacang, disusun dengan sayur-sayuran seperti daun anti dan daun muncuk waluh. Pada bagian paling atas, diisi dengan buah pare, kecicang, bulung, dan empol.

 

Lampad (Sumber: Koleksi Penulis)

Semua bahan-bahan yang digunakan pada lampad mewakili berbagai macam rasa yang ada pada tubuh manusia. Selanjutnya, setelah semua lampad ditanding, lampad disusun di atas dua buah dulang yang masing-masing berjumlah 72 dan 73 tanding. Setelah semua lampad tersusun, lampad akan dihias dengan daun sabo dan berbagai macam bunga. Lampad yang sudah selesai disusun akan  dihaturkan di Pura Penataran Agung yang dinamakan dengan proses nyangkepin, di mana Truna dan Daha berkumpul untuk melakukan persembahyangan.

 

Proses pesangkepan akan diakhiri dengan membagikan lampad kepada seluruh daha truna yang hadir pada Hari Raya Purnama tersebut. Dalam proses pembagian lampad, masing-masing Truna dan Daha mendapatkan sebuah tanding lampad dengan tambahan nasi dan ketan kukus yang dibungkus menggunakan daun aren yang sudah dijahit.

 

Setelah proses pesangkepan, suasana kebersamaan di Desa Adat Pangsan semakin terasa. Para Truna dan Daha bersatu untuk menyelesaikan proses terakhir dalam rangkaian Tradisi Lampad. Setiap lampad yang dibagikan memiliki makna tersendiri, mewakili keberagaman dan kekayaan alam yang ada di sekitar Desa Adat Pangsan. Tidak hanya sebagai bentuk persembahan, lampad juga menjadi simbol solidaritas dan persatuan antara masyarakat. Melalui proses pembagian ini, terjalinlah ikatan batin yang erat di antara mereka, mengukuhkan rasa kebersamaan dan saling menghargai.

 

Lampad tidak hanya dinikmati sebagai hidangan lezat, tetapi juga sebagai representasi dari upaya bersama dalam menjaga dan merayakan tradisi nenek moyang. Dalam momen ini, terasa hangatnya kebersamaan keluarga, tetangga, dan seluruh komunitas Desa Adat Pangsan yang bersatu untuk mempertahankan warisan budaya yang sangat berharga.

 

Pentingnya Tradisi Lampad dalam memperkokoh identitas lokal dan melestarikan nilai-nilai budaya turut diresapi oleh generasi muda Desa Adat Pangsan. Para Truna dan Daha tidak hanya menjadi pelaku utama dalam menjaga tradisi ini tetap hidup, tetapi juga menjadi pewaris yang tangguh dalam melanjutkan warisan nenek moyang. Dengan penuh kebanggaan, mereka menerima tanggung jawab untuk melibatkan diri dalam setiap tahap Tradisi Lampad, menjaga agar ritual ini tidak terputus dan tetap menjadi bagian integral dari kehidupan mereka.

 

Selama proses pembagian lampad, terdengar riuh rendah suara tawa dan cerita di antara masyarakat Desa Adat Pangsan. Momen ini juga menjadi waktu yang tepat untuk saling berbagi pengalaman dan pengetahuan tentang tradisi mereka. Dengan demikian, Tradisi Lampad di Desa Adat Pangsan tidak hanya menjadi perayaan keagamaan, tetapi juga sebuah wujud kearifan lokal dan kebersamaan yang tumbuh dan berkembang dari satu generasi ke generasi berikutnya. Keunikan dan kekayaan tradisi ini semakin menjadi inspirasi bagi masyarakat Bali dan seluruh dunia untuk menjaga dan menghargai warisan budaya yang memiliki nilai mendalam ini.