Memande: Mengukir Pusaka Suci dalam Tradisi Masyarakat Bali
Pulau Bali dengan pesona alamnya yang memukau dan budayanya yang beragam telah menjadi destinasi yang terkenal di seluruh dunia. Tak hanya keindahan panorama alam dan keramahan masyarakatnya, Bali juga kaya akan warisan tradisi yang begitu berharga dan tak tergantikan nilainya. Salah satu warisan budaya leluhur yang dapat dijumpai hingga saat ini ketika kita berkunjung ke Bali adalah “Memande”.
Memande merupakan salah satu tradisi turun temurun yang membentuk identitas unik pada masyarakat Bali dalam seni pembuatan senjata. Tradisi Memande sendiri telah ada sejak berabad-abad lamanya dan mengukir sejarah pada penciptaan pusaka suci senjata di Bali. Tradisi Memande menghasilkan peralatan yang berasal dari perunggu, emas, perak maupun besi. Lahirnya tradisi Memande tidak terlepas dari keberadaan dan perkembangan warga Pande di wilayah Nusantara, khusunya Bali yang konon diceritakan bermula dari kedatangan seorang Brahmana bernama Sri Agni Jaya Sakti setelah Rsi Markandeya dengan membawa sejumlah pekerja dan ajaran mengenai senjata. Kendati demikian, dalam lensa masyarakat Bali “Pande“ merupakan istilah atau sebutan bagi keturunan yang leluhurnya memiliki profesi sebagai seorang pembuat senjata. Terdapat keunikan dan keistimewaan tersendiri dalam tradisi Memande yang tidak banyak diketahui oleh orang awam bahwa tidak semua warga keturunan Pande memiliki keahlian dalam seni pembuatan pusaka suci senjata ini. Melainkan hanya orang-orang tertentu yang dapat mewarisi keahlian Memande tersebut.
Pande Besi dalam pembuatan perkakas (sabit)
(Sumber foto: Koleksi Redaksi)
Memande erat kaitannya dengan kesenjataan tradisional Bali hingga menjadi bagian integral dari tradisi yang hidup dan berkembang hingga saat ini. Tak hanya digunakan untuk melindungi diri serta wilayah, senjata-senjata yang dihasilkan dari Memande juga memiliki peran penting dalam upacara-upacara adat dan ritual keagamaan di Bali khususnya pada perayaan rerahinan Tumpek Landep. Ritual upacara “Tumpek Landep” ini terbilang unik sebab seluruh pusaka dan senjata suci akan diupacarai dengan harapan memohon “landep” yakni ketajaman pikiran dalam dharma atau kebaikan yang diyakini oleh umat Hindu. Salah satu senjata tradisional Bali yang kerap diupacarai adalah Keris, pisau khas Bali yang bergelombang dengan mata yang sangat tajam. Di Bali, Pande besi adalah satu-satunya warga Pande yang mewarisi keterampilan khusus dalam pembuatan senjata ini. Lantas bagaimana sejatinya proses pembuatan senjata tersebut?
Tentunya proses Memande tidak kalah menarik untuk kita ulik. Pasalnya penggunaan teknik tradisional yang berpadu dengan kekuatan dan keterampilan tangan dalam mengolah logam menjadi daya pikat dan pertunjukan yang sangat mahal bahkan langka untuk disaksikan. Peleburan logam hingga menjadi senjata-senjata yang indah dan berfungsi, ditempa dengan semangat dan keberanian yang membara dalam api merah menyala pada sebuah bangunan kuno yang disebut “Prapen” atau per-api-an. Logam-logam yang dilebur pada api sesekali akan dicelupkan pada air dan kembali ditempa hingga mencapai bentuk yang diinginkan. Kepulan asap dari peleburan logam menari bebas ke udara bersentuhan lembut dengan aroma arang yang khas sembari terdengar ketukan-ketukan melengking di telinga dari kerasnya pukulan demi pukulan yang dilemparkan pada logam. Harmoni yang terdengar membuat rasa penasaran kian memuncak dan menggugah diri kita untuk hanyut menyaksikan seorang Pande dalam berkarya.
Peleburan besi dalam bara api Prapen
(Sumber foto: Koleksi Redaksi)
Ruang menyerupai tungku berapi “Prapen” menjadi saksi gejolak ambisi perjuangan dan keahlian dari seorang Pande dalam melahirkan sebuah mahakarya pusaka suci yang bernilai tinggi. Eksistensi Prapen dalam tradisi Memande juga menyimpan makna yang kental dan sarat akan kepercayaan-kepercayaan yang dianut. Menurut penuturan I Made Weda, salah seorang warga Pande Besi di Banjar Selat Kajakauh, Desa Selat, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli, yang juga aktif dalam aktivitas Memande mengatakan bahwa sebuah “pelinggih” yang juga terletak di bangunan Prapen identik dengan kain merah melambangkan pemujaan serta wujud syukur kehadapan Dewa Brahma, yang mana dalam mitologi masyarakat Hindu di Bali Dewa Brahma diyakini sebagai Pencipta oleh para leluhur. Hal ini turut menjadikan tradisi Memande memiliki kesan sakral yang dijaga kesuciannya.
Pelinggih Prapen sebagai sibol pemujaan Dewa Brahma dalam Tradisi Memande
(Sumber foto: Koleksi Redaksi)
Tradisi Memande juga mengambil peranan penting dalam kehidupan masyarakat Bali. Tak hanya dalam pembuatan senjata, kini seiring perkembangan jaman dan luasnya pengaruh modernisasi Memande juga turut menjadi mata pencaharian serta sumber penghasilan. Disamping keahlian dalam pembuatan senjata, para Pande juga menghasilkan berbagai barang logam lainnya seperti alat pertanian, perkakas, hingga barang rumah tangga. Meskipun tradisi Memande telah bertahan selama berabad-abad, namun tidak menutup fakta bahwa pengaruh modernisasi dan perubahan sosial telah menghadirkan tantangan baru bagi keberlangsungan tradisi Memande ini kedepannya. Pasalnya, Pande tradisional kini harus menguatkan pijakan untuk tetap berdiri dan mempertahankan daya saing dengan produksi masal dan senjata modern.
Keterampilan mereka dalam Memande telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kehidupan sehari-hari masyarakat Bali. Tradisi Memande di Bali mungkin telah berubah seiring berjalannya waktu, tetapi nilainya dalam menjaga pengetahuan, warisan serta melestarikan budaya Bali yang kaya dan unik tetap tak ternilai. Dengan adanya upaya pelestarian serta dukungan dari masyarakat, tradisi ini dapat terus hidup dan berkembang dalam mengolah logam menjadi karya seni dan alat yang berguna, menjaga koneksi antara masa lalu dan masa kini, hingga memastikan bahwa keindahan dan keunikan tradisi Memande di Bali tetap hidup dalam generasi mendatang.