Sejarah Unik Berdirinya Desa Adat Yangbatu

Denpasar merupakan ibu kota dari provinsi bali. Yang dimana kota denpasar memilika berbagai macam budaya, tradisi, dan sejarah. Denpasar juga terbagi atas 4 kecamatan dan 27 desa yang terdapat di denpasar. Salah satu desa yang berada di denpasar timur memiliki sejarah yang cukup unik atas berdirinya desa adat tersebut. Desa itu bernama desa adat yangbatu.

Sep 23, 2023 - 08:00
Sep 23, 2023 - 08:00
Sejarah Unik Berdirinya Desa Adat Yangbatu
Desa Adat Yangbatu (Sumber Photo : Koleksi Redaksi)

Sejarah berdirinya desa adat yangbatu. Diceritakan ada seorang brahmana yang berasal dari keeling yang hendak pergi ke Bali. Brahmana tersebut merupakan putra dari Dahyang Kayumanis. Sesampainya beliau di Desa Muncar, beliau bertemu dengan ayahnya dan beliau diberitahu bahwa yang sedang berkuasa di Bali yaitu Dalem Waturenggong yang didamping oleh Dahyang Nirartha sebagai purohito, yang dimana keduanya masih merupakan saudara.

Tidak diceritakan dalam perjalanannya, sampailah sang brahmana ini di istana Gelgel, Bali. Ketika itu di istana sedang sepi karena Dalem Waturenggo sedang berada di Pura Besakih dalam rangka Karya Eka Dasa Rudra. Brahmana Keling segera menuju Pura Besakih. Sesampainya di Besakih Brahmana Keling yang terlihat Lelah, lusuh, badannya kotor, dan bau, langsung menuju tempat upacara. Beliau yang dilihat oleh pengayah yang berada di Pura Besakih langsung di tanya, dan beliau mengaku merupakan saudara dari Dalem Waturenggong. Tadak ada satu pun yang percaya dengan perkataannya. Dalem Waturenggong tidak tahu mehu dengan orang yang mengaku saudaranya. Brahmana Keling dicemooh dan diusir dari Pura Besakih karena dianggap mencemari karya.

Brahmana Keling pergi dari Pura Besakih menuju ke arah barat daya, sambal mengucapkan kutukan agar karya yang dilaksanakan tan sidakarya (tidak berjalan lancar). Bumi tiba-tiba menjadi kekeringan, pohon – pohon menjadi layu, sarwa gumatat gumitit ngrubeda di seluruh jagat Bali. Beliau menghilang dari pandangan mata, tidak ada yang tahu kemana beliau pergi.

Kutukan yang diucapkan Brahmana Keling tersebut menjadi kenyataan. Tanaman seketika layu dan mati, yang sudah berbuah tiba – tiba berguguran, busuk dimakan ulat. Padi dan palawija yang sudah siap di panen tiba-tiba diserang hama, tikus, dan balang sangit. Manusia dan hewan banyak yang sakit. Dalem Waturenggong menjadi sedih, tak tau apa yang harus di lakukan.

Purohito kerjaan yakni Danghyang Nirartha Bersama Dalem Waturenggong melakukan yoga semadi. Beliau mendapatkan pawisik, bahwa penyebab semua itu adalah kutukan seorang Brahmana Keling. Hanya beliaulah yang mempu mengembalikan semua keadaan seperti sediakala. Maka Dalem Waturenggong memerintahakan patih dan rakyat nya untuk mencari keberadaan Brahmana tersebut sampai ketemu.

Singkat cerita terdengar kabar Brahmana Keling berada di suatu daerah  yang berada di Bandana Negara (Badung) di pesisir Selatan. Para patih dan utusan menjemput untuk di ajak ke Besakih. Setelah sesampainya di Pura Besakih, Brahmana Keling di sambut dengan kehormatan, kemudian diahapkan kepada Dalem Waturenggong. Dalem Waturenggo berkata bahwa Brahmana Keling di mohon untuk menarik kutukannya dan jika keadaan Kembali seperti semula, maka Dalem Waturenggong akan mengakuinnya sebagai saudaranya.

Brahmana Keling melakukan hening sejenak, mengucapkan mantra – mantra sakti tanpa menggunakan sarana. Keadaan berangsur- angsur membaik. Dalem Waturenggong kemudian mengakui Brahmana Keling sebagai saudaranya dan dianugrahi gelar Dalem. Berkat kesucian dan kesaktian beliau sehingga yadnya berjalan dengan lancer maka Brahmana Keling di berikan julukan sebagai Brahmana Sidakarya. Kemudian gelar beliau menjadi Dalem Sidakarya.

Tak diceritakan Brahmana Keling tersebut moksa. Dalem Waturenggo memerintahkan agar bekas pesraman Brahmana Keling dibangun Pura yang dimana Pura tersebut diberikan nama Pura Mutering Jagat Dalem Sidekarya.

Seteleh pura tersebut seelesai di bangun, ada keinginan Dalem Waturenggong untuk meninjau ke sana. Beliau memulai perjalannya dari Gelgel diiringi oleh para patih, prajurit, dan rakyat, menuju Gumi Badung yang saat itu dipimpin oleh Kyayi Tegeh Kori di Benculuk (Tonja). Dalem Waturenggong beserta para pengiringnnya melanjutkan perjalannya kea arah Selatan, sampai di Pura Bangun Sakti. Rombongan Dalem Waturenggong lalu bergerak ke Selatan menuju ke Pagehan (Desa Pagan), dan terus menuju Pura Pangonjan. Dari sisni Dalem Waturenggong menuju ke Selatan sampai Pura Tangkas Kori Agung.

Perjalanan Dalem Waturenggong dilanjutkan ke arah Selatan lagi menuju Pura Penrawangan, dan ke Selatan sedikit sampailah beliau di tempat dimana prajurit berkumpul. Tempat itu kini dibangun Pura Prejurit. Rombongan Dalem Wturenggong bergerak mnuju ke arah barat disambut oleh orang – orang bertubuh gempal dan Masyarakat banyak. Saking banyaknya para penyambut di sana sampai menutupi (nungkub) wilayah tersebut, maka di tempat itu dibangun Pura Dalem Tungkub.

Dari Pura Dalem tungkub beliau Kembali melanjutkan perjalanannya menuju Selatan melewati Alas Madurgama (hutan Angker). Di hutan itu beliau melihat sebuah batu yang mengeluarkan asap berwarna putih membumbung ke angkasa. Menyaksikan hal tersebut, Dalem Waturenggong menghentikan perjanannnya sejena. Dalem Waturenggong mehyang (memuja) Hyang Maha Gaib yang berada di batu itu.

Pura Dalem Nyanggelan Desa Adat Yangbatu (Sumber Photo: Koleksi Redaksi)

Dalem Waturenggong memerintahkan agar nantinya dibangun parahyangan di tempat itu, yang diberikan nama Pura Dalem Nyanggelan Hyangbatu, karena disana perjalannan beliau terhenti sejenak (mejanggelan). Dengan adanya batu mekudus atau batu yang mengeluarkan asap tersebut maka desa itu di namakan Desa Hyang batu. Dari Desa Hyangbatu, Dalem Wturenggong menuju ke Selatan dan sampai di Sidakarya.