Dari Sawah ke Panggung: Megandu, Permainan Tradisional Bali yang Hidup Kembali
Di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan derasnya arus modernisasi permainan anak-anak, Bali masih menyimpan kearifan lokal berupa tradisi yang sarat nilai budaya. Salah satunya melalui permainan tradisional khas masyarakat agraris yang tumbuh dari kehidupan persawahan di Banjar Ole, Marga Dauh Puri, Kabupaten Tabanan, Bali.

Permainan ini bermula dari kreativitas anak-anak desa yang menemani orang tua saat panen padi. Seusai membantu di sawah, mereka memanfaatkan waktu luang dengan membuat permainan dari bahan sederhana yang tersedia di sekitar, seperti jerami, pelepah kelapa, hingga tanah sawah. Dari proses spontan tersebut, lahirlah Megandu—sebuah permainan yang bukan hanya sekadar hiburan, tetapi juga sarat makna sosial, budaya, dan spiritual.
Megandu hadir sebagai wujud syukur kepada Tuhan atas hasil panen yang melimpah. Lebih dari sekadar permainan fisik, tradisi ini mencerminkan kedekatan masyarakat agraris Bali dengan alam. Sawah tidak hanya dipandang sebagai sumber pangan, tetapi juga ruang interaksi sosial. Dengan menggunakan bola jerami berbentuk telur sebagai objek permainan, Megandu menghadirkan simbol kehidupan, kesuburan, dan keberlanjutan hasil bumi. Anak-anak pun belajar menghargai kerja keras sekaligus keberkahan dari panen yang diperoleh.
Megandu dimainkan di sawah yang baru dipanen dengan sebuah tongkat kayu ditancapkan di tengah arena sebagai pusat permainan. Bola dari jerami kering yang dipadatkan dengan tanah sawah dijadikan simbol telur yang harus dijaga. Peserta dibagi menjadi dua tim beranggotakan 10–20 orang. Satu pemain berperan sebagai “burung” penjaga telur, sementara lainnya menjadi pencuri yang berusaha membawanya ke markas. Sang burung menjaga dengan melempar bola atau menyentuh pencuri menggunakan daun kering. Pemain yang terkena lemparan atau sentuhan tereliminasi, dan permainan berakhir ketika seluruh pencuri gugur atau telur berhasil direbut tim lawan.
Lebih dari sekadar sarana rekreasi, Megandu mengandung nilai pendidikan karakter. Permainan ini menumbuhkan rasa persaudaraan, solidaritas, kerja sama, tanggung jawab, strategi, serta sportivitas. Nilai-nilai tersebut memperkuat ikatan sosial masyarakat desa dan menjaga warisan tradisi agraris Bali.
Pencuri Mencuri Telur dalam Permainan Megandu (Sumber Foto : Koleksi Pribadi)
Seiring kesadaran akan pentingnya melestarikan warisan budaya, Megandu kini telah diusulkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia. Selain itu, permainan ini juga telah mendapatkan Sertifikat Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) dari Kementerian Hukum dan HAM.
Kini, Megandu tidak hanya dimainkan di areal sawah, tetapi juga kerap ditampilkan dalam berbagai festival budaya dan kegiatan seni. Dari arena panen yang sederhana, Megandu naik ke panggung kebudayaan sebagai identitas sekaligus kebanggaan masyarakat Tabanan.
Transformasi ini membuktikan bahwa permainan tradisional tidak pernah benar-benar mati. Selama ada generasi yang mau mengenalnya, memainkannya, dan menjadikannya bagian dari hidup, Megandu akan terus hidup dan menjadi saksi betapa kearifan lokal Bali tetap lestari di tengah arus globalisasi.