Pura Taman Pule, Jejak Perjalanan Dang Hyang Dwijendra
Pura Taman Pule, sebuah tempat suci yang terletak di Bali, memiliki sejarah yang sangat menarik dan berkaitan erat dengan perjalanan seorang tokoh suci bernama Dang Hyang Dwijendra. Pura ini menjadi salah satu destinasi spiritual yang penting bagi umat Hindu di Bali.
Tempat suci bagi Agama Hindu di Indonesia adalah kawasan tertentu yang dipandang suci atau telah disucikan dengan suatu upacara tertentu. Tempat suci merupakan media pengamalan ajaran Agama Hindu berdasarkan Weda dan sarana membantu mendekatkan diri kepada Hyang Widhi. Tempat suci bagi pemeluk Agama Hindu disebut dengan pura. Salah satu pura yang terkenal di Bali serta memiliki sejarah yang menarik adalah Pura Taman Pule.
Pura Taman Pule adalah pura yang terletak di Desa Pakraman Mas, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali, tepatnya di sebelah timur lapangan Desa Mas. Sebagai batas dari pura ini, yaitu sebelah utara dan sebelah timur adalah sungai, sebelah selatan adalah wilayah Puri Krama Banjar Tarukan dan Satriya, dan di sebelah barat adalah lapangan Desa Mas. Luas wilayah Pura Taman Pule menurut pengukuran dari Badan Peratahanan Nasional Kabupaten Gianyar adalah seluas 17.232 m2 + 3.250 m2: 20.482 m2.
Pura Taman Pule merupakan Pura Dang Kahyangan yaitu pura untuk memuliakan orang suci yang sangat berjasa dalam mengemban serta menyebarkan ajaran dharma. Sejarah Pura Taman Pule diyakini berkaitan erat dengan kedatangan seorang Maha Rsi Dang Hyang Dwijendra ke Bali.
Dikisahkan, Dang Hyang Dwijendra tiba di Pantai Purancak, kemudian melanjutkan perjalanan masuk ke pedalaman Bali hingga menuju ke timur. Desa-desa yang dikunjungi, seperti Gading Wani, Mundeh, Kapal, dan Kuta. Di Desa Gading Wani, Dang Hyang Dwijendra disambut oleh Ki Bendesa Gading Wani karena saat itu beliau dapat menyembuhkan penduduk yang dilanda wabah penyakit. Kemudian, dalam Geguritan Sebun Bangkung tertulis bahwa Ki Bendesa Gading Wani didiksa menjadi pendeta dan dianugerahi ajaran kerohanian.
Kedatangan Dang Hyang Dwijendra di Bali beritanya tersebar sampai di Desa Mas, Kecamatan Ubud. Oleh karena itu, Ki Bandesa Mas menjemput Dang Hyang Dwijendra dari Desa Gading Wani menuju Desa Mas untuk diasramakan. Dang Hyang Dwijendra menyetujui dan beliau disambut sekaligus diasramakan di pasraman Bendesa Mas. Dari desa tersebut, Dang Hyang Dwijendra menyebarkan ajaran Siwa Sidhanta, bahkan Ki Bendesa beserta rakyatnya menjadi murid Dang Hyang Dwijendra.
Selama Dang Hyang Dwijendra menetap, Desa Mas sangat aman damai, seluruh penduduk tidak ada tertimpa bahaya dan penyakit, tidak ada orang berpikiran iri hati kepada sesama, segala yang ditanam tumbuh subur, dan segala yang dibeli sangat murah. Manakala seperti itu, tentang kedamaian di Desa Mas.
Suatu hari, Dang Hyang Dwijendra mengadakan pertemuan dengan Ki Bendesa Mas dengan niat mendirikan sebuah pura. Rencana ini mendapat persetujuan dari Ki Bendesa serta seluruh masyarakat. Akhirnya, pura tersebut diberi nama Pura Pule. Selain itu, dibuatkanlah sebuah taman di sebelah timur Pura Pule yang digunakan sebagai tempat bercengkrama. Karena Pura Pule berdekatan dengan taman, maka pura ini dinamakan Pura Taman Pule.
Setelah Parahyangan didirikan di Taman Pule, pasraman Dang Hyang Dwijendra kemudian diberi nama Griya Taman Pule. Di dalam taman ini, sebuah kolam dibangun untuk keperluan ritual pembersihan dan airnya diambil dari sumur Ki Bandesa Mas. Hingga saat ini, kolam ini sering digunakan untuk tujuan penyembuhan atau penyucian. Seiring berjalannya waktu, kolam ini juga dikenal dengan nama Taman Kalembu atau Pura Beji.
Kolam di Pura Beji (Sumber Foto: Koleksi Redaksi)
Pura Taman Pule terdiri dari beberapa bagian, yaitu Pura Beji, Pura Anyar, Jroan Tengah, serta Jroan Pura Taman Pule. Bagian pertama adalah Pura Beji. Bangunan pura ini terletak di sisi timur pintu masuk kawasan Pura Taman Pule. Setiap pengunjung yang datang wajib sembahyang di Pura Beji sebelum melanjutkan ke Jroan Pura Taman Pule. Pura Beji memiliki sebuah kolam seluas 150 m2. Di tengah-tengah kolam terdapat Pelinggih Padmasana ‘linggih’ Dang Hyang Dwijendra yang dikelilingi oleh arca delapan putra (purusa) beliau. Arca-arca tersebut terdiri dari 1 Putra Kemenuh di arah barat, 3 Putra Manuaba di arah utara, 2 Putra Keniten di arah timur dan tenggara, serta 2 Putra Mas di arah selatan dan barat daya.
Bagian kedua adalah Pura Anyar. Pura Anyar diyakini sebagai tempat ‘pangastawa ring arca’ Dang Hyang Dwijendra. Di sini terdapat pohon beringin besar yang menambah kesakralan Pura Anyar. Bagian ketiga adalah Jroan Tengah Pura Taman Pule. Pura ini dipercaya sebagai tempat berstananya Ida Ratu Gede Anglurah Agung. Bagian keempat adalah Jroan Pura Taman Pule yang merupakan pura utama dilaksanakannya persembahyangan. Pura utama ini berstana Ida Bhatara Kawitan Bendesa Manik Mas/Ida Dang Hyang Dwijendra, terdapat juga Padmasana yang dijadikan sebagai ‘pangastawa’ kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Kori Agung Pura Taman Pule (Sumber Foto: Koleksi Redaksi)
Pura Taman Pule juga memiliki keunikan tersendiri yang membuatnya berbeda dengan pura-pura lainnya di Bali. Salah satu keunikan pura ini adalah bentuk arsitektur pura yang sangat khas. Pura Taman Pule memiliki pintu utama (kori agung) yang indah dan megah dengan ukiran khas Bali. Di dalam kompleks pura juga terdapat kolam suci yang dikelilingi oleh arca-arca perwujudan putra (purusa) Dang Hyang Dwijendra. Selain itu, Pura Taman Pule juga dikelilingi oleh pohon yang hijau dan alami. Keberadaan pohon ini memberikan suasana yang tenang dan damai bagi para pengunjung pura.
Pura Taman Pule tidak hanya memiliki keunikan arsitektur yang menarik, tetapi juga memberikan pengalaman spiritual yang mendalam bagi para pengunjungnya. Keindahan alam sekitar dan suasana yang tenang di dalam pura membuat Pura Taman Pule menjadi tempat yang sangat layak untuk dikunjungi oleh siapa pun yang ingin merasakan keajaiban dan energi spiritual yang ada di Pulau Bali.