Menyusuri Tradisi Ngusaba Bukakak: Upacara Sakral Penjaga Keseimbangan Alam dan Kehidupan di Bali Utara
Ngusaba Bukakak merupakan sebuah upacara sakral di Bali Utara yang bertujuan menjaga keseimbangan alam dan kehidupan. Dilaksanakan sebagai bentuk syukur kepada Sang Hyang Widhi Wasa, tradisi ini melibatkan persembahan babi guling yang dihias, iring-iringan warga, dan ritual di pura. Di tengah modernisasi, Ngusaba Bukakak tetap dipertahankan sebagai simbol harmonisasi manusia dengan alam dan pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem. Tradisi ini dilaksanakan di beberapa desa di Bali, seperti Desa Sudaji, Desa Giri Emas, dan Desa Sangsit.
Bali dikenal dengan kekayaan akan tradisi dan budaya yang tak lekang oleh waktu. Dari sekian banyak warisan tradisi-tradisi yang ada di Bali dan masih dilestarikan hingga kini, salah salah satunya adalah Ngusaba Bukakak, yaitu sebuah upacara sakral yang berlangsung di wilayah Bali Utara. Upacara ini bukan hanya sekedar ritual adat, tetapi sebuah bentuk penghormatan terhadap alam semesta dan penjaga keseimbangan kehidupan masyarakat Bali.
Ngusaba Bukakak berasal dari kata “Ngusaba” yang berarti upacara atau persembahan, dan “Bukakak” yang merujuk pada persembahan berbentuk babi guling yang dihias dengan janur serta aneka simbol keagamaannya. Upacara ini secara tradisional dilakukan oleh Masyarakat di Desa Bali Utara, khususnya di Desa Pekraman Sangsit, Kabupaten Buleleng.
Ngusaba Bukakak disini bertujuan untuk menjaga keseimbangan antara alam, manusia, dan dunia niskala (spiritual). Dalam filosofi Hindu-Bali, keseimbangan alam adalah fondisi utama dalam keberlangsungan hidup, dan apabila terganggu dapat menyebabkan bencana, baik secara fisik maupun spiritual. Oleh karena itu, melalui upacara ini, masyarakat memohon restu dan perlindungan dari dewa-dewi agar keseimbangan tetap terjaga.
Upacara Ngusaba Bukakak ini diadakan dua tahun sekali, tepatnya pada Rahina Purnama Sasih Kedasa. Upacara ini dilakukan bertujuan untuk mengucap Syukur kepada Sang Hyang Widhi Wasa atas keberkahan yang diberikan kepada alam, khususnya dalam bidang pertanian. Prosesi upacara ini melibatkan berbagai tahapan yang penuh makna dan simbolisasi.
Iring-Iringan Bukakak di Jalan (Sumber Photo : Koleksi Pribadi)
Rentetan acara pertama untuk Ngusaba Bukakak dimulai dari beberapa hari sebelum upacara puncak, yaitu masyarakat bersama-sama membuat gebogan atau rangkaian persembahan dari buah-buahan, bunga, dan hasil panen lainnya. Babi guling yang digunakan dalam upacara ini dipersiapkan secara khusus, dihias dengan janur, dan ditempatkan di area persembahan.
Pada hari pelaksanaannya, iring-iringan warga mengarak babi guling serta hasil bumi menuju pura atau lokasi upacara. Proses ini diiringi dengan tabuhan gamelan dan tarian sakral dan mencipkan suasana khidmat dan penuh energi spiritual. Sepanjang perjalanan, para pemangku adat dan masyarakat memanjatkan doa-doa agar alam semesta diberkahi dan dilindungi dari berbagai marabahaya.
Setibanya di pura, para pemangku adat melaksanakan serangkaian ritual pemujaan. Dari persembahan babi guling kepada Dewa Baruna, dewa yang melambangkan kekuatan air dan lautan. Persembahan ini diyakini sebagai simbol penghormatan kepada kekuatan alam yang menghidupi, baik di darat maupun di laut.
Setelah persembahan utama, rangkaian upacara akan ditutup dengan mebanten atau ritual persembahyangan kecil lainnya sebagai simbol penghormatan terakhir kepada para leluhur dan dewa-dewa penjaga alam. Persembahan ini juga mencerminkan harapan agar keberlangsungan hidup masyarakat Bali selalu diperkati.
Iring-Iringan Bukakak di Pantai (Sumber Photo : Koleksi Pribadi)
Di tengah arus modernisasi, Ngusaba Bukakak tetap lestari dan dipraktikkan oleh masyarakat Bali Utara. Upacara ini menjadi simbol kekuatan tradisi yang mampu bertahan melawan zaman. Pemerintah daerah dan berbagai komunitas budaya juga turut aktif dalam melestarikan upacara ini, mengingat nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya.
Ngusaba Bukakak bukan hanya sekadar ritual keagamaan, melainkan juga sebuah pesan moral yang relevan dengan kondisi lingkungan saat ini. Dengan perubahan iklim dan kerusakan lingkungan yang semakin nyata, tradisi seperti Ngusaba Bukakak mengajarkan pentingnya menjaga keseimbangan alam dan kehidupan. Kearifan lokal ini menyadarkan kita bahwa manusia tidak dapat berdiri sendiri tanpa keharmonisan dengan alam.
Ngusaba Bukakak adalah salah satu dari sekian banyak tradisi Bali yang menunjukkan betapa pentingnya hubungan harmonis antara manusia dan alam. Melalui upacara ini, masyarakat Bali Utara terus memelihara keseimbangan spiritual dan ekologis, menjaga harmoni antara dunia nyata dan dunia spiritual. Tradisi ini bukan hanya warisan leluhur, tetapi juga pelajaran bagi generasi masa depan untuk selalu menjaga alam dan kehidupannya dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.