Tradisi Sakral Tapakan dan Pasupati di Pura Luhur Pucak Padang Dawa: Warisan Spiritual Bali
Bali dikenal luas akan kekayaan budaya dan tradisinya yang unik. Salah satu tradisi menarik berlangsung di Pura Luhur Pucak Padang Dawa, yang terletak di Desa Bangli, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan. Setiap Hari Rabu Kliwon Wuku Pahang, yang lebih populer disebut sebagai Buda Kliwon Pegat Uwakan, pura ini menjadi pusat perhatian karena piodalan nadi yang digelar pada hari tersebut.
Pura Luhur Pucak Padang Dawa, sebuah pura kahyangan jagat di Desa Bangli, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, merupakan pusat spiritual penting bagi umat Hindu di Bali. Pura ini dipercaya sebagai tempat suci untuk nunas pasupati, atau memohon penugrahan energi suci pada benda-benda sakral. Di pura ini, terdapat sejumlah pelawatan Ida Bhatara yang berwujud pewayangan, seperti Hanoman, Rahwana, Sugriwa, Singanana, Sempati, Anila, Angada, Sangut, dan Delem. kesembilan pewayangan ini dinamakan Ida Bhatara Dewata Nawa Sanga yang memberikan nuansa unik dalam setiap upacara.
Ida Bhatara Dewata Nawa Sanga (Sumber: Koleksi Pribadi)
Salah satu tradisi khas di Pura Luhur Pucak Padang Dawa adalah kehadiran para Tapakan dari berbagai kabupaten di Bali, seperti Gianyar, Jembrana, Badung, dan Bangli, pada saat piodalan nadi, yaitu peringatan kelahiran pura. Tradisi ini berlangsung setiap tahun bertepatan dengan Buda Kliwon Pahang, yang jatuh 34 hari setelah Hari Raya Galungan. Piodalan tersebut biasanya berlangsung selama tiga hari, di mana para Tapakan datang untuk memohon pasupati pada benda-benda sakral, seperti pratima, agar kembali mendapatkan kekuatan suci dari Ida Bhatara.
Sebelum piodalan, dilakukan ritual mejaba kuta (berkeliling desa) oleh Ida Bhatara Dewata Nawa Sanga yang berstana di pura tersebut. Selama 42 hari, Ida Bhatara melakukan perjalanan melewati desa-desa yang telah ditentukan menuju Pantai Batu Bolong untuk upacara Melasti. Di setiap desa yang disinggahi, Ida Bhatara akan bermalam, dan desa tersebut memastikan Tapakan Barong mereka hadir saat piodalan nadi di Pura Luhur Pucak Padang Dawa.
Pura Luhur Pucak Padang Dawa tidak hanya menjadi pusat spiritual bagi umat Hindu di Bali, tetapi juga tempat penting dalam melestarikan seni dan budaya pewayangan Bali. Keberadaan pelawatan Ida Bhatara yang berwujud tokoh pewayangan ini memberikan dimensi unik dalam setiap upacara yang dilakukan di pura tersebut. Hal ini menambah nilai budaya Bali yang sangat kaya dan beragam, menggabungkan elemen agama, seni, dan tradisi dalam satu kesatuan ritual. Para pemangku di pura ini juga kerap mengadakan pementasan wayang kulit sebagai bagian dari upacara, yang bertujuan untuk memohon perlindungan serta berkat dari Ida Bhatara yang berstana di Pura Luhur Pucak Padang Dawa.
Piodalan Nadi (Sumber: Koleksi Pribadi)
Puncak acara piodalan ditandai dengan prosesi pesucian di Beji Pucak Padang Dawa, sebuah tradisi yang menggambarkan kekayaan spiritual dan budaya Bali. Tradisi tahunan ini menegaskan pentingnya kebersamaan dan keberagaman dalam pelaksanaan ritual agama Hindu di Bali, sekaligus menjaga kesucian dan keberlanjutan adat serta kepercayaan leluhur di satu tempat yang sakral.
Selain itu, pura ini juga memiliki peran strategis dalam menjaga keseimbangan alam Bali. Tradisi seperti Melasti yang dilakukan selama piodalan nadi tidak hanya bermakna religius, tetapi juga merupakan simbol pembersihan diri dan alam semesta. Upacara ini menyatukan umat Hindu dalam sebuah prosesi bersama untuk membersihkan dunia dari pengaruh buruk serta memohon berkah dari alam. Dengan cara ini, Pura Luhur Pucak Padang Dawa terus mempertahankan peran pentingnya dalam menjaga keharmonisan antara manusia, alam, dan Tuhan, sejalan dengan filosofi Tri Hita Karana yang menjadi landasan kehidupan masyarakat Bali.