Kisah Gunung Agung sebagai Penyeimbang Bali dan Jawa

Bhatara Hyang Paçupati memindahkan puncak Gunung Mahameru dari India untuk menyeimbangkan Jawa dan Bali. Saat Bali tetap goyah, ia menciptakan Gunung Agung. Letusannya membawa perubahan besar dan para dewa bersemayam di gunung-gunung. Apakah keseimbangan pulau benar-benar tercapai?

Oct 10, 2024 - 00:01
Oct 10, 2024 - 00:48
Kisah Gunung Agung sebagai Penyeimbang Bali dan Jawa
gambar Gunung Mahameru yang sedang dipindahkan ke pulau Jawa (sumber: koleksi pribadi)

Dahulu kala, sebelum terciptanya Gunung Agung di Bali, Pulau Jawa dan Bali berada dalam keadaan yang sangat tidak stabil. Kedua pulau itu seperti perahu tanpa pengemudi, terombang-ambing dan tidak menentu arah. Kemudian Bhatara Hyang Paçupati ingin membawa puncak Gunung Mahameru dari India sebagai pancang agar pulau tidak bergoyang.

Bhatara Hyang Pacupati memerintahkan para dewa. (sumber : koleksi pribadi) 

Melihat kondisi pulau Jawa dan Bali saat itu membuat Bhatara Hyang Paçupati prihatin dan memerintahkan para Dewa untuk Membantu Memindahkan Gunung Mahameru ke pulau Jawa. Berbagai macam Dewa turut membantu Bhatara Hyang Paçupati untuk membantu memindahkan Gunung Mahameru. 

Bhatara Wisnu ditugaskan menjadi naga untuk memutar gunung. Bhatara Brahma berubah menjadi kura-kura raksasa sebagai alas untuk menggotong gunung. Sedangkan Bhatara Bayu sebagai dewa kekuatan bersama para dewa lainnya, golongan resi, raksasa, bidadara, dan makhluk setengah dewa lainnya mengangkat gunung Mahameru. 

Proses pemindahan gunung Mahameru. (sumber : koleksi pribadi)

Setelah beberapa waktu, akhirnya para Dewa sampai di pulau Jawa. Selanjutnya, Gunung Mahameru di letakkan di bagian Barat Pulau Jawa. Namun, Pulau Jawa menjadi berat sebelah, bagian Barat menjadi turun, sedangkan bagian Timur naik. Akibatnya, terjadi gempa dan tanah retak yang menyebabkan pulau Jawa menjadi kacau. Agar pulau Jawa menjadi seimbang dan keadaan jadi lebih baik, Bhatara Hyang Paçupati lalu memangkas bagian atas puncak Gunung Mahameru dan dibawa ke timur. Sementara Bongkotnya tetap berada di barat menjadi Gunung Kelasa.

Pada saat potongan Puncak Mahameru di bawa ke Timur, terdapat bagian-bagian dari gunung yang berceceran. Bagian yang tercecer tersebut menjadi gunung juga. Ceceran yang pertama menjadi Gunung Katong, kedua menjadi Gunung Wilis, ketiga menjadi Gunung Kampud, keempat menjadi Gunung Kawi, kelima menjadi Gunung Arjuna, dan yang keenam menjadi Gunung Kumukus.

para naga memindahkan gunung semeru. (sumber : koleksi pribadi)

Untuk menstabilkan Bali, Bhatara Hyang Paçupati memotong puncak Gunung Semeru di Jawa Timur. Bhatara Hyang Paçupati memerintahkan Sang Bhadawangnala menjadi dasar bumi. Naga Ananthabhoga dan Sang Bhasukih diperintahkan sebagai pengikatnya. Sedangkan Sang Naga Taksaka ditugaskan untuk menerbangkan potongan Gunung Semeru tersebut.

Potongan Gunung Semeru dibawa ke Bali pada hari Wraspati Umanis, Wara Merakih, Panglong Ping 15, Sasih Karo, Tenggek 1, Rah 1, Candra Sangkala Eka Tang Bhumi, tahun Içaka 11 (bulan Agustus 89 M). Ketika membawa potogan Gunung Semeru, ada bagiannya yang tercecer. Bagian yang kecil menjadi Gunung Lebah (yang kini disebut Gunung Batur terletak di Kintamani, Bangli). Sedangkan bagian yang lebih besar menjadi Gunung Tohlangkir yang sekarang dikenal sebagai Gunung Agung di Karangasem. Dengan adanya tambahan dua gunung, maka sejak itu pulau Bali terdapat Sad Pralinggagiri (enam buah gunung).

Setelah 70 tahun lamanya, pada hari Sukra (jumat) Keliwon, Wara Tolu, Sasih Kelima, Penanggal Ping 3, Rah Tenggek 13 (bulan November), turun hujan yang sangat lebat disertai gempa bumi hebat selama 2 tahun. Pada tahun Içaka 113 (tahun 119 M), Gunung Agung Meletus.

Untuk menenangkan Pulau Bali, Bhatara Hyang Paçupati memerintahkan ketiga anaknya untuk bersemayam di gunung yang ada di Bali. Yang pertama Bhatara Hyang Putrajaya yang juga disebut Bhatara Hyang Mahadewa berparhyangan di Besakih.

Bhatara Hyang Pacupati memerintahkan anaknya ke bali. (sumber : kolekasi pribadi)

Adiknya, yaitu Bhatara Hyang Dewi Dhanuh berparhyangan di Hulundanu atau di Gunung Batur. Sedangkan Bhatara Hyang Gnijaya berparhyangan di Gunung Lampuyang. Selanjutnya mereka bertiga disebut sebagai Bhatara Hyang Tri Purusa.

Setelah itu, menyusul pula putra Bhatara Hyang Paçupati yang lain, yakni Bhatara Hyang Tumuwuh yang berparhyangan di Gunung Batukaru. Bhatara Hyang Manik Gumawang, berparhyangan di Gunung Beratan, Bhatara Manik Galang yang berparhyangan di Pejeng, dan Bhatara Hyang Tugu berparhyangan di Gunung Andakasa. Kemudian mereka dikenal sebagai Sapta Bhatara.

Sejak saat itu, Bali kemudian di kenal dengan adanya Sapta Lingga Sari. Akhirnya Pulau Jawa dan Bali dalam keadaan stabil dan tidak lagi terombang ambing di lautan luas. Terdapat banyak kehidupan yang terlihat dan para manusia bisa hidup dengan rasa aman dan nyaman.

Files