Dewi Melanting: Kisah Cinta, Keberanian, dan Keabadian
Dewi Melanting, putri Dang Hyang Nirartha, dikenal sebagai pedagang yang cerdas dan bijaksana, berperan penting dalam membangun komunitas di Bali. Setelah ditinggal ayahnya, ibunya berdoa untuk keabadian, yang membuat mereka terlepas dari siklus waktu. Cinta dan kesetiaan mereka berujung pada keabadian spiritual, terwujud dalam tempat suci yang melambangkan kekuatan dan pengabdian mereka.
Dewi Melanting atau Ida Bhatari Melanting digambarkan sebagai Ratu Ayu Mas Melanting yang memiliki nama asli Dyah Ayu Swabhawa yaitu anak dari Dang Hyang Nirartha. Dewi Melanting memiliki karakter cerdas, bijaksana, dan ahli dalam berdagang. la juga dikenal sebagai pedagang yang cantik dan digemari pelanggannya.
Kedatangan Dang Hyang Nirartha di Bali disebabkan jatuhnya kerajaan Majapahit dan munculnya pengaruh Islam di Pulau Jawa. Perjalanan tersebut mengajak keluarganya seperti istri dan anak-anaknya. Dang Hyang Nirartha juga dikenal dengan gelar Dang Hyang Dwijendra dan Pedanda Sakti Wawu Rauh.
Perjalanannya dari Jawa ke Bali pasti sangat jauh dan lama sehingga istrinya Danghyang Biyang Patni Keniten yang saat itu sedang hamil besar merasa kelelahan. Sendi-sendi kakinya bengkak dan nyeri, dan Beliau tidak sanggup mengangkat kakinya untuk melanjutkan perjalanan ke Timur Jauh. Oleh karena itu, Beliau merasa bingung apakah akan mendampingi istrinya hingga melahirkan atau melanjutkan perjalanan spiritual tersebut.
Dang Hyang Nirartha Melanjutkan Perjalanan ke Bali (Sumber: Koleksi Pribadi)
Akhirnya Dang Hyang Nirartha memutuskan untuk melanjutkan perjalanannya dan meninggalkan istrinya di desa bersama salah satu putrinya, Dyah Ayu Swabawa, dan beberapa pengikutnya. Sedangkan putra-putri lainnya yang masih bisa berjalan diajak melanjutkan perjalanan, kemudian ketika Dang Hyang Nirartha tiba, para pengikutnya diutus untuk mengajak istri dan anak-anaknya berkumpul kembali dengan keluarga besarnya.
Danghyang Biyang Patni Keniten beserta pengikutnya dan seorang putrinya beristirahat hingga benar-benar sehat, kemudian membuka lahan untuk tempat tinggal dan menanam padi. Dengan segudang ilmu kehidupan, ilmu agama dan kesaktian dari istri Peranda. Dengan kearifannya dalam mengajarkan ilmu-ilmu kehidupan kepada masyarakat setempat, lama kelamaan Beliau semakin terkenal, memiliki ribuan pengikut dan menjadi ibu dari seluruh masyarakat di sini.
Beliau akhirnya melahirkan seorang anak laki-laki bernama Bagus Bajra yang memiliki paras menawan. Anak-anak Danghyang Biyang Patni Keniten tumbuh semakin besar, begitu juga Dyah Ayu Swabawa yang tumbuh menjadi gadis yang cerdas, penuh pesona, kebijaksanaan dan kewibawaan seperti ayahnya, bahkan tampak lebih dewasa dari usianya.
Dyah Ayu Swabhawa Berdagang Di Pasar (Sumber: Koleksi Pribadi)
Dyah Ayu Swabawa mempunyai keahlian dalam ilmu dagang, sangat ahli dalam menarik pembeli atau memilih barang yang diinginkan pembeli, sehingga pembeli setia untuk kembali lagi. Daerah yang terkenal sehingga menjadi pusat perdagangan karena masyarakat senang tempat tinggalnya merupakan tempat perdagangan berbelanja di sana.
Setelah sekian lama menunggu, harapan Danghyang Biyang Patni Keniten sekeluarga agar datang utusan Dang Hyang Nirartha mencarinya tak kunjung datang, bahkan Dyah Ayu Swabawa hampir setiap hari memanjat pohon untuk mengamati dari atas sambil berayun di pohon menunggu kedatangan utusan dari ayahandanya. Masyarakat setempat sangat menyayangi Dyah Ayu, karena kebiasaannya memanjat dan berayun di pohon, masyarakat memberinya nama hormat Dyah Ayu Melanting dari nama Dyah Ayu, sejarah nama pura.
Dang Hyang Biyang Patni Keniten Berdoa Agar Tetap Abadi Bersama Warganya (Sumber: Koleksi Pribadi)
Waktu berlalu, utusan Dang Hyang Nirartha tak kunjung datang menjemputnya, tak ada kabar, peranda istri itu menyesali perpisahan yang lalu, Beliau merasa putus asa, beliau menangis di tempat pemujaan untuk mendoakan dirinya dan semuanya kepada dewa agar warganya abadi dan tidak termakan usia. Karena kekusukannya, para dewa akhirnya memberikan restunya namun dengan satu syarat. Peranda Istri atau Mpu Alaki akan lepas dari siklus waktu, lepas dari usia tua dan kematian namun tidak akan terlihat oleh orang lain. Karena cinta dan kesetiaan, penantian panjang dibalas dengan keabadian yang tak terlihat.
Ketika mengetahui hilangnya Danghyang Biyang Patni Keniten atau istrinya, Dang Hyang Nirartha mengira istri, anak, dan pengikutnya telah meninggal. Dan hal itu baru ia sadari ketika Dang Hyang Nirartha moksa di ujung selatan Bali, di Pura Uluwatu. Kemudian disusul oleh Danghyang Patni Keniten tempat moksa peranda istri diberi nama Pura Pulaki sesuai gelarnya Mpu Alaki. Sedangkan Putri Dya Subawa Melanting distanakan di Pura Melanting dan putranya Bagus Bajra distanakan di Pura Kerta Kawat sebagai pangeran Mentang Yuda sebagai sumber keadilan dalam pengambilan keputusan.