Intip Monumen Bersejarah Pendaratan I Gusti Ngurah Rai

Monumen tua bersejarah tempat pendaratan Pasukan I Gusti Ngurah Rai di Pekutatan, Jembrana.

Sep 9, 2023 - 04:29
Sep 9, 2023 - 21:38
Intip Monumen Bersejarah Pendaratan I Gusti Ngurah Rai

 Monumen Patung Jukung (Sumber Foto : Koleksi Redaksi)

 

Pekutatan - Sudah bukan rahasia lagi bahwasanya Pulau Bali memiliki banyak obyek wisata yang menawarkan pesona alam yang memanjakan mata. Dari pantai yang indah hingga gunung berapi yang megah beribu kisah ada di dalamnya. Dalam pesona alam itu terdapat pula kisah-kisah dan sejarah yang diabadikan dan diagungkan agar nantinya sejarah tersebut tetap abadi bagi Masyarakat Bali. 

 

Membahas mengenai sejarah, sebagian objek wisata memiliki jejak sejarah yang kini berupa peninggalan. Selama masa perjuangan Masyarakat Bali melawan Belanda yang dipimpin oleh I Gusti Ngurah Rai, banyak sekali monumen-monumen yang dibangun sebagai bentuk penghormatan kepada para pahlawan di Bali. 

 

Nah di Kabutapen Jembrana, terdapat salah satu monumen tua bersejarah yang tidak boleh kamu lewatkan ketika melewati jalur Denpasar-Gilimanuk. Monumen tua ini berlokasi di pinggir pantai Pekutatan, Desa Pekutatan, Kabupaten Jembrana. Monumen ini tampak indah ketika dilihat pada sore hari sambil disinari jingganya matahari terbenam. Memperlihatkan indahnya perjuangan para pahlawan kita terdahulu.Namun sangat disayangkan banyak masyrakat yang kurang familiar dengan monumen satu ini. Salah satu penyebabnya adalah letak geografis dari monumen ini dan “kurangnya” informasi terkait sejarah yang ada di balik tugu tua yang terletak di pinggir pantai ini.  

 

 Nisan Patung Jukung (Sumber Foto : Koleksi Redaksi)

Monumen tugu ini kerab disebut dengan “Patung Jukung I Gusti Ngurah Rai”. Tugu ini menceritakan pendaratan pasukan I Gusti Ngurah Rai di Bali Barat yang didampingin oleh 3 pejuang. Ketiga pejuang ini turut digambarkan pada monumen. Adapun ketiga pejuang yang menemani perjalanan Ngurah Rai yakni: Wayan Ledang, I Gusti Putu Wisnu, dan Cokorda Ngurah, yang mana mereka merupakan para Staf TKR (Tentara Keamanan Rakyat). Diatas monumen tugu juga terdapat sebuah nisan yang bertuliskan “Pada Tanggal 4 April 1946 Setelah Kembali Dari Tugas Melapor Kepada Pimpinan Negara Republik Indonesia di Yogya”. Namun tulisan ini sudah tidak bisa terbaca lagi karena sudah di penuhi dengan lumut. 

  

Pendaratan ini berawal dari I Gusti Ngurah Rai bersama dengan pasukannya menggelar Ekspedisi Lintas Laut dari Bali menuju Yogyakarta untuk memohon kepada pemerintah pusat yang tengah beribukota di Yogyakarta. Perjalanan melalui Celukan Bawang, Buleleng menggunakan perahu seorang nelayan dan sampai di Banyuwangi, Jawa Timur pada 1 Januari 1946. Dari sana, perjalanan dilanjutkan menuju Yogyakarta dengan menyamar untuk menghindari endusan serdadu dari Jepang. Di Yogyakarta, I Gusti Ngurah Rai bersama rombongan menghadap Presiden Soekarno, Menteri Pertahanan, Amir Syarifudin, dan Kepala Staf Umum dan Panglima Besar Sudirman. Akhir dari pertemuan itu adalah dilantiknya I Gusti Ngurah Rai sebagai Komandan Resimen TRI Sunda Kecil.

  

Setelah sukses menerima dukungan dari Pemerintah Pusat, rombongan kembali ke Bali dan sampai di Pantai Pekutatan, Jembrana pada 5 April 1946. Dari titik itu, mereka menuju ke Banjar Munduk Malang, Desa Dalang, Tabanan. Pendaratan inilah yang mendasari Pemerintah untuk membangun monumen yang berumur kurang lebih 70 tahunan.

  

Mendaratnya Pasukan I Gusti Ngurah Rai yang memiliki dampak besar terhadap perjuangan Bali melawan Belanda, menjadi kebanggaan sendiri bagi masyrakat Pekutatan. Sehingga di bangunlah monumen “Patung Jukung I Gusti Ngurah Rai”. Bahkan pantai yang semula bernama Pantai Pekutatan berubah menjadi Pantai Jukung, hal ini menunjukkan sebegitu bangganya Masyarakat terhadap monumen berbentuk jukung ini.

  

Monumen ini kerab menjadi obyek wisata yang sering dikunjungi oleh tamu mancanegara yang berada dikisaran Desa Pekutatan. Karena akses menuju monumen ini sangat mudah untuk dicari, yaitu dengan menelusuri Pantai Pekutatan yang di sekelilingnya terdapat karang-karang yang akan memanjakan mata dan yang terpenting akses menuju monumen ini tidak di pungut biaya. Kecuali pada masa perayaan hari Raya Galungan dan Kuningan maka akan dikenakan biaya parkir untuk motor sebesar Rp 2.000 dan Mobil sebesar Rp 5.000, karena pada Hari Raya Galungan & Kuningan akan ada keramaian layaknya pasar malam. Masyarakat setempat akan beramai-ramai untuk datang ke pantai menikmati indahnya pesisir pantai yang di tengahnya terdapat monumen bersejarah. Ketika anda berkunjung kesini, anda akan mendapati ramainya nelayan yang sedang bersiap untuk berlayar dengan menggunakan kapal lautnya. Jam terbaik untuk datang ke pantai Pekutatan ini adalah kisaran jam 17.30 – 19.00 WITA karena akan ditemani dengan indahnya pemandangan matahari terbenam.