Pura Penataran Ped: Jejak Sejarah Hingga Misteri Hilangnya 3 Tapel Milik Ida Pedanda Abiansemal
Nusa Penida adalah sebuah pulau yang terletak di sebelah tenggara Bali, Indonesia. Pulau ini terkenal karena keindahan alamnya yang menakjubkan, termasuk pantai-pantai berpasir putih, tebing-tebing tinggi, dan terumbu karang yang spektakuler di sekitar perairannya. Nusa Penida juga memiliki budaya dan warisan Hindu Bali yang kaya, yang tercermin dalam pura-pura suci yang tersebar di seluruh pulau. Salah satu pura yang sangat penting di Nusa Penida adalah Pura Penataran Ped.
Pura Penataran Ped adalah salah satu tempat suci yang paling sakral di Nusa Penida, sebuah pulau yang terletak di sebelah tenggara Bali, Indonesia. Pura ini bukan hanya menjadi tujuan spiritual bagi umat Hindu, tetapi juga menarik perhatian wisatawan yang datang untuk mengagumi arsitektur tradisional Bali yang indah dan pemandangan alam yang spektakuler. Pura Penataran Ped juga memiliki kisah sejarah yang unik yang terkait erat dengan hilangnya tiga tapel milik Ida Pedanda Abiansemal.
Pura Penataran Ped Nusa Penida berlokasi di Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali. Tepatnya di Desa Ped. Posisi Pura ini sangat strategis karena tepat berada disamping jalan raya dan membelakangi Pantai. Tentunya selain akses nya yang mudah, Pura ini juga memiliki Pemandangan yang menakjubkan.
Tidak ada catatan pasti tentang tanggal pembangunan Pura Penataran Ped, tetapi seperti kebanyakan Pura Hindu lainnya, tempat suci ini memiliki sejarah yang sangat tua. Beberapa pihak berpendapat bahwa Pura Penataran Ped telah ada selama berabad-abad dan terus diperbarui dan diperindah seiring berjalannya waktu.
Sejarah penamaan Pura Penataran Ped dimulai dengan munculnya tiga tapel yang memiliki kekuatan mistis yang ditempatkan di Pura Dalem Nusa. Penemuan ketiga tapel ini menjadi awal mula penamaan "Ped." Pada zaman tersebut, tapel-tapel ini sangat terkenal, sehingga seorang pedanda yang bernama Ida Pedanda Abiansemal melakukan perjalanan ke Nusa untuk secara langsung menyaksikan ketiga tapel yang memiliki kekuatan luar biasa di Pura Dalem Nusa tersebut.
Sebelumnya, Ida Pedanda Abiansemal telah kehilangan tiga tapel yang sangat berharga dari Griya/tempat tinggalnya. Ketiga tapel ini dipercayai memiliki kekuatan penyembuhan yang luar biasa, mampu mengatasi berbagai macam penyakit, baik penyakit spritual maupun fisik. Maka, ketika mendengar kabar tentang adanya tiga tapel di Pura Dalem Ped, Ida Pedanda Abiansemal segera melakukan perjalanan untuk memastikan kebenaran kabar tersebut.
Sesampai nya di Nusa Penida, Ida Pedanda Abiansemal menyadari bahwa ketiga tapel tersebut adalah miliknya yang hilang. Namun, beliau tidak mengambilnya kembali dengan syarat bahwa penduduk Nusa Penida harus menjaganya dengan baik dan selalu melaksanakan upacara sesuai dengan tradisi yang berlandaskan dengan hati yang tulus.
Pura Ratu Gede (Sumber Photo: Koleksi Redaksi)
Tidak lepas dari legenda hilangnya 3 Tapel milik Ida Pedanda Abiansemal, Pura Penataran Ped juga memiliki legenda yang berkaitan erat dengan Keberadaan Ratu Gede Mecaling.
Dahulu Kala, ada seorang Pangeran bernama Renggan, ia menikah dengan seorang perempuan yang bernama Ni Merahim. Hasil pernikahan mereka dikaruniai 2 orang anak putra dan putri yang bernama I Gede Mecaling dan Ni Tole.
I Gede Mecaling dikenal sebagai seorang Pertapa Ped, dikarenakan ketekunanannya yang selalu melakukan Tapa Brata Yoga Semadhi di Pura penataran Ped. Tapa Brata yang ia lakukan ditujukan kepada Ida Bhatara Siwa.
Disisi lain, Ida Bhatara Siwa merasa luluh akan ketekunan I Gede Mecaling dalam melakukan Tapa Brata Yoga. sehingga beliau menganugrahkan sebuah kekuatan kepadanya. Kekuatan tersebut bernama Kanda Sanga.
Anugrah yang diturunkan oleh Ida Bhatara SIwa membuat wujud I Gede Mecaling berubah menjadi besar, bertaring panjang dan menyeramkan. Ia juga memiliki kesaktian tingkat tinggi, yang membuat jagad raya dan para Dewa resah.
Akhirnya sang pemberi anugrah, yaitu Ida Bhatara Siwa memotong taring Panjang milik I Gede Mecaling. Setelah pemotongan tersebut, jagad raya akhirnya Kembali tentram.
Setelah tragedi tersebut, I Gede Mecaling Kembali melakukan tapa yoga yang ditujukan kepada Dewa Rudra. Melihat ketekunan I Gede Mecaling, akhirnya Dewa Rudra menganugrahkan berupa Panca Taksu kepadanya. Dengan panca taksu tersebut I Gede Mecaling telah memimpin wong samar dan bhuta kala yang ada di bumi.
Akhir kisah I Gede Mecaling menghembuskan nafas terakhirnya di Pura Penataran Ped. Dari situlah akhirnya I Gede Mecaling mendapat gelar Sugra Pakulun ‘’Ida Bhatara Ratu Gede Mas Mecaling’’ atau ‘’Ida Bhatara Ratu Sakti Mas Mecaling’’.
Hari besar/piodalan Pura Penataran Ped jatuh setiap 6 bulan sekali tepatnya pada Rahina Buda Cemeng Klawu. Piodalan tersebut berlangsung selama 3 hari.
Adapun tata cara/urutan persembahyangan di Pura Penataran Ped, dimulai dari Pura Segara, Pura Ratu Niyang, Pura Taman, dan terakhir Pura Ratu Gede.
Ada beberapa pantangan yang harus ditaati penangkil saat berkunjung ke Pura Penataran Ped, diantaranya tidak boleh mengenakan kebaya lengan pendek, tidak boleh mengenakan saput poleng ataupun bunga pucuk, dan terakhir tidak boleh menyanyikan Gending Janger.