Pura Yeh Gangga: Jejak Peradaban Abad ke-14 dan Simbol Kesucian di Atas Tebing Sungai
Meru Tumpang Tujuh yang menjadi ciri khas Pura Yeh Gangga melambangkan perpaduan ajaran Siwaisme dan Buddhisme serta keharmonisan spiritual di Bali. Pura ini berdiri di tebing Sungai Tukad Yeh Enu, Desa Perean, Tabanan, sejak tahun 1256 Saka atau 1334 Masehi. Setelah ditemukan pada tahun 1820, dipulihkan tahun 1920, dan dipugar tahun 1954, Pura Yeh Gangga kini berfungsi sebagai pusat pemujaan air suci sekaligus bagian penting dari warisan budaya masyarakat Bali.

Di balik hamparan sawah hijau dan kesejukan udara pegunungan Tabanan, berdiri sebuah pura kuno yang menyimpan kisah panjang peradaban Bali. Pura itu bernama Pura Yeh Gangga, sebuah situs bersejarah yang berdiri kokoh di tebing Sungai Tukad Yeh Enu, Desa Perean, Kecamatan Baturiti. Bukan sekadar tempat suci, pura ini adalah jejak peradaban abad ke-14 sekaligus simbol kesucian yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Prasasti candrasangkala mencatat Pura Yeh Gangga berdiri pada 1256 Saka (1334 M). Sempat hilang dari ingatan hingga ditemukan kembali pada 1820, pura ini diperbaiki pada 1920 oleh Dinas Purbakala Hindia Belanda dan direstorasi besar pada 1954 oleh J.C. Krijgsman. Sejak saat itu, Pura Yeh Gangga kembali tegak sebagai penjaga warisan spiritual dan budaya leluhur.
Meru Tumpang Tujuh (Sumber Foto : Koleksi Pribadi)
Keunikan pura ini terletak pada Meru Tumpang Tujuh yang berdiri megah di halaman utama. Atap bertingkat tujuh tersebut bercorak Siwaistik, sementara landasannya justru menampilkan pengaruh Buddhis. Perpaduan itu bukan kebetulan, melainkan cermin sinkretisme dua ajaran besar yaitu Siwaisme dan Buddha Mahayana, yang berkembang pada masa pemerintahan Raja Udayana dan permaisurinya, Mahendradatta. Tak heran, banyak ahli menyebut bangunan ini sebagai simbol keharmonisan spiritual di Bali.
Arsitektur Pada Pura Yeh Gangga (Sumber Foto : Koleksi Pribadi)
Secara arsitektur, Pura Yeh Gangga berbeda dari pura pada umumnya. Bagian depannya terbuka tanpa pintu, sisi kiri-kanan berupa pilar batu yang menyatu dengan lapik arca dwarapala, sementara ruang dalamnya pernah menyimpan lingga, tengkorak, dan ular sebagai simbol sakral. Dinding pura dipenuhi tempelan keramik kuno, sementara jejak peradaban lain tampak dari tiga candi perwara, sisa pagar dengan gapura, hingga ceruk-ceruk pertapaan di tebing sungai yang masih menyimpan lingga.
Lebih dari sekadar bangunan tua, Pura Yeh Gangga telah ditetapkan sebagai situs cagar budaya nasional melalui SK No. PM.85/PW.007/MKP/2011. Pura ini menjadi pusat spiritual tirtha, dengan air sucinya diyakini membawa keselamatan bagi jiwa sekaligus kehidupan sehari-hari. Tak hanya religius, keberadaan pura juga menjadi simbol identitas dan persatuan masyarakat agraris Perean.
Pura Yeh Gangga dari Bawah Tebing Sungai (Sumber Foto : Koleksi Pribadi)
Kini, siapa pun yang datang ke Pura Yeh Gangga bukan hanya akan menemukan arsitektur kuno yang unik, tetapi juga merasakan ketenangan khas pura yang berdiri di atas tebing. Dengan panorama lembah yang indah dan suasana spiritual yang kental, pura ini menyajikan pengalaman berbeda yaitu sebuah perjalanan menyusuri jejak peradaban, sekaligus meresapi makna kesucian yang masih hidup hingga hari ini.