Kisah Misterius di Balik Pura Petitenget : Si Raksasa Penjaga Peti Ida Dang Hyang Dwijendra

Bali, Pulau Dewata yang selalu menarik wisatawan dengan pesona wisata yang tidak pernah membosankan. Mulai dari pantai, kuliner hingga tempat ibadahnya yang bisa anda kunjungi, salah satunya di Pura Petitenget. Dibalik Pura yang terlihat pura berbau magis di daerah Pantai nan eksotis berpasir emas ini terdapat Sejarah didalamnya.

Sep 9, 2023 - 01:01
Sep 9, 2023 - 02:43
Kisah Misterius di Balik Pura Petitenget : Si Raksasa Penjaga Peti Ida Dang Hyang Dwijendra
Pura Petitenget (Sumber Photo : Koleksi Redaksi)

Pura Petitenget merupakan salah satu Pura Dang Kahyangan di Bali, yang dibangun pada abad XV, terletak di wilayah Kelurahan Kerobokan Kelod, Desa Adat Kerobokan, Kecamatan Kuta Utara Kabupaten Badung, Sekitar 15 kilometer kearah barat kota Denpasar. Pura Petitenget terletak di pesisir Pantai, bila dilihat dari arah mata angin, maka Pura Peti Tenget lokasinya termasuk di arah Selatan Pulau Bali. 

Nama Petitenget terdiri dari dua suku kata yaitu Peti dan Tenget. Kata Peti berarti Kotak atau Tempat sirih (Pecanangan) dan kata Tenget berarti Pingit. Dalam lotar Dwijendra Tatwa dijelaskan lebih utuh perjalanan Dang Hyang Dwijendra ke Bali, Lombok dan Sumbawa. Beliau Mengunjungi seantero jagat bali, mendirikan sejumlah Pura, mengajarkan berbagai pengetahuan dan juga menjadi guru para pemimpin, serta akhirnya menjadi Purahito atau Padiksian dan Patirtani jagat bali. Salah satu Pura yang berhubungan dengan perjalanan suci beliau adalah Pura Pettitenget. Perjalanan ini dimulai dari Dang Hyang Dwijendra dengan Bhatara Pura Masceti menuju arah barat.

Ditengah perjalanan, beliau singgah di Pura Sakenan, Desa Serangan dan disana beliau beristirat sejenak. Sebelum meninggalkan pura, Dang Hyang Dwijendra memberikan amanat bagi warga Desa Serangan untuk menjaga dan merawat Pura Sakenan. Setelah itu beliau melanjutkan perjalanan menuju arah barat hingga sampai di sebuah hutan diujung barat Desa Kerobokan. Namun, Ketika beliau ingin beristirahat sejenak datanglah raksasa tinggi dan besar. Beliau dikenal sebagai Ki Bhuto Ijo, yang berkuasa di hutan yang berada pada Desa Kerobokan ini. Setelah terjadinya komunikasi antara Dang Hyang Dwijendra dengan Ki Bhuto Ijo. Dang Hyang Dwijendra mengutarakan sebuah niatnya untuk menuju moksa di hutan yang dikuasai oleh Ki Bhuto Ijo.

Untuk itu, seluruh perlengkapan yang dibawa oleh Dang Hyang Dwijendra ini diserahkan oleh Ki Bhuto Ijo termasuk disinilah beliau menepatkan “Pecanangan”, yang mana pecanangan beliau merupakan simbol pusat ilmu pengetahuan yang meliputi bidang ekonomi, politik, keamanan, dan sosial budaya.

Pura Petitenget (Sumber Photo : Koleksi Redaksi)

Yang kemudian Pecanangan tersebut dijaga oleh Ki Bhuto Ijo. Selanjutnya Dang Hyang Dwijendra disarankan oleh Bhatara Masceti untuk menuju ke arah Selatan dan mencari sebuah bukit yang menonjol ke barat yang menyerupai perahu yang hendak ingin berlayar. Bukit tersebut adalah sebuah Pura besar yang dinamai sebagai Pura Uluwatu. Di Pura Uluwatu beliau akan melaksanakan moksa. Lalu ada kejadian aneh dihutan yang dikuasai oleh Ki Bhuto Ijo. Nah, kejadian tersebut terjadi karena ada seseorang yang hendak mencari kayu bakar, tanpa sengaja dibabatlah hutan tersebut. Tak lama setelah kejadian itu penduduk Desa Kerobokan banyak yang sakit.

Mendengar Dang Hyang Dwijendra sedang berada di Pura Uluwatu, kemudian datanglah salah satu penduduk di Desa Kerobokan beliau menceritakan bahwa terjadi gerubug di Desa Kerobokan dan beliau memohon bantuan. Setelah itu Dang Hyang Dwijendra berkata bahwa yang menyebabkan penduduk jatuh sakit itu adalah Ki Bhuto Ijo.

Dang Hyang Dwijendra meminta untuk dibuatkan tempat pemujaan untuk Ki Bhuto Ijo sebagai stananya. Karena sebelum Dang Hyang Dwijendra meninggalkan tempat hutan tersebut menuju Uluwatu untuk moksa beliau memberikan Ki Bhuto Ijo tugas mulia, serta ia mendapatkan anugrah berupa “Mantra Mandi”. Ki Bhuto Ijo juga ditugaskan untuk “Nengetang” Pecanangan beliau, sehingga disebutlah Petitenget. Setelah mendengarkan petujuk itu. Akhirnya, didirikanlah sebuah pura sekitar hutan tersebut dan diberi nama Pura Petitenget. Setelah itu, wabah penyakit yang menyerang Kawasan Desa Kerobokan hilang dan seluruh warga di Desa Kerobokan Kembali sejahtera.

Di Pura Petitenget terdapat dua pura di satu lingkungan pura petitenget. Pertama adalah Pura Masceti Ulun Tanjung yang terletak diselatan merupakan sebuah panyawangan Ida Bhatara Masceti, Kedua sebelah utara adalah Pura Petitenget yang berisikan Palinggih Ki Bhuto Ijo yang berada di madya pura, dan panyawangan Dang Hyang Dwijendra terdapat di jeroan pura. Pujawali Pura Petitenget jatuh setiap 210 hari sekali tepatnya pada Rahina Bhuda Cemeng Merakih.