Pura Pabean: Jejak Keagungan di Pantai Utara Bali
Pura Pabean merupakan salah satu pura yang terletak di kawasan Pulaki, Buleleng, Bali. Pura ini memadukan unsur religi Hindu Bali dan Cina yang mencerminkan keragaman budaya dari masa lampau. Pura ini memiliki tiga zona utama yang mengedepankan simetri dan harmoni, mencerminkan keseimbangan dan ketenangan spiritual. Desainnya tidak hanya estetis tetapi juga merefleksikan nilai-nilai historis, tradisional, dan filosofi kehidupan masa lalu.

Pura Pabean merupakan salah satu pura yang cukup terkenal yang ada di Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali. Pura ini memiliki posisi yang cukup strategis dan cocok untuk dikunjungi, yaitu tepat menghadap ke lautan lepas. Pura Pabean memiliki banyak keunikan di dalamnya baik dari segi penempatan, bentuk, ataupun makna yang ada dari pura tersebut.
Pura Pabean atau Pabean berasal dari kata "bea" yang memiliki makna tempat aktivitas yang berhubungan dengan pajak atau bea-cukai terhadap kapal yang singgah. Sehingga dengan imbuhan "pa" di bagian depan dan akhiran "an" maka muncullah nama Pabean, tempat di mana kapal-kapal melakukan persinggahan. Pura ini memiliki arsitektur yang penuh sejarah serta memiliki tiga zona khusus yang mengikuti nilai tradisional Bali.
Kawasan Pura Pabean (Sumber Foto: Koleksi Pribadi)
Pura Pabean terbagi menjadi tiga zona utama yang sesuai dengan tata ruang tradisional Bali. Zona tersebut antara lain yaitu, zona jaba sisi, jaba tengah, dan jeroan. Zona jaba sisi mencakup jalan setapak hingga pelataran depan Gelung Kori, sementara zona jaba tengah terdiri atas dua Wantilan, Bale Peninjauan, serta Bale Kulkul. Penataan bangunan pura mengikuti pola simetri dengan sumbu orientasi kaja (gunung) dan kelod (laut), mencerminkan keseimbangan dan konsentrasi menuju titik paling suci, yaitu Padmasana di zona jeroan sebagai tempat Hyang Maha Tunggal.
Di zona jeroan, terdapat deretan palinggih dengan Padmasana sebagai pusatnya, dihiasi aksara ongkara dan relief emas acintya. Arsitektur pura ini mengandung simbol magis-spiritual seperti bentuk segi delapan pada Palinggih Pengaruman Agung yang melambangkan asta dala atau delapan penjuru mata angin. Selain itu, terdapat palinggih-palinggih lain seperti Lingga Ida Batara Baruna dan palinggih Dewi Kwan Im, yang mengadopsi ornamen khas Cina seperti motif naga dan uang kepeng. Bangunan ini mencerminkan perpaduan nilai spiritual, filosofis, dan budaya yang perlu dipahami melalui proses tafsir mendalam.
Arsitektur Patung Naga yang Menghadap ke Arah Laut (Sumber Foto: Koleksi Pribadi)
Arsitektur Pura Pabean dirancang oleh arsitek Ida Bagus Tugur dengan bahan utama berupa batu padas hitam. Pemugaran dimulai pada tahun 1995 dengan memindahkan sementara Ida Batara Pabean ke lokasi di selatan pura. Upacara malaspas alit dilaksanakan pada tahun 1999, dan ngenteg linggih diadakan pada 19 November 2002, bertepatan dengan purnama kelima sekaligus Penampahan Galungan. Lokasi pura yang terletak di pesisir Buleleng ini menyimpan banyak cerita sejarah, termasuk temuan artefak berupa piring Cina dan kerangka manusia yang diduga berasal dari Dinasti Yim sekitar 2500 SM.
Kisah unik terkait pura ini juga mencakup perjalanan Dang Hyang Dwijendra yang tiba di Pulaki, tempat Ida Batara Pulaki telah lebih dulu malinggih. Salah satu cerita yang diceritakan oleh Jero Mangku Teken menyebutkan bahwa Ida Batara Pulaki menguji kesaktian Dang Hyang Dwijendra dengan menampakkan diri dalam wujud manusia tanpa kaki dan lengan. Riwayat lain, termasuk pengaruh perahu-perahu dagang dari Tiongkok, Bugis, dan Melayu, juga turut memperkaya sejarah Pura Pabean sebagai saksi persilangan budaya dan agama di pesisir Buleleng.
Arsitektur Pintu Masuk Pura Pabean (Sumber Foto: Koleksi Pribadi)
Pura ini memiliki keistimewaan dalam penataan palinggih, desain arsitektur, dan makna simbolis yang terkandung. Berlokasi di atas bukit kecil yang berhadapan langsung dengan Pura Pulaki, pura ini dilengkapi jalan setapak melingkar yang berfungsi sebagai jalur masuk dan keluar. Pola lingkaran pada tapaknya melambangkan kura-kura yang diapit oleh naga Anthaboga dan naga Basuki, masing-masing mewakili lapisan bumi dan sumber air. Posisi ekor naga yang mengarah ke gunung dan kepala ke laut menciptakan makna filosofis yang dalam. Gerbang utama, gelung kori, memiliki ornamen setengah lingkaran serta motif kuda laut dan kera, menonjolkan keaslian dan keunikan pura.
Di area bawah pura, terdapat dua palinggih istimewa yang dirancang oleh Ida Bagus Tugur, yaitu linggih Dewa Ayu dan linggih Patih Agung. Palinggih ini dibentuk dari bebatuan pantai yang disusun dengan kreatif, menyatu dengan lingkungan sekitar. Sebagai simbol tempat peristirahatan, desainnya menciptakan suasana damai dan selaras dengan panorama pantai. Jalur menuju palinggih ini disusun dari batuan pantai, menambah keindahan visual sekaligus berfungsi sebagai akses ke lokasi peristirahatan tersebut.
Sekumpulan Monyet di Kawasan Pura Pabean (Sumber Foto: Koleksi Pribadi)
Pura Pabean merupakan salah satu pura yang harus dikunjungi ketika berkunjung ke Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali. Pura ini menawarkan keindahan dan keberagaman dari berbagai macam budaya yang ada. Selain itu, pemandangan pantai atau laut yang dapat dilihat dari Pura Pabean merupakan daya tarik tersendiri sehingga banyak orang yang ingin berkunjung ke pura ini.
Saat berkunjung ke Pura Pabean, pengunjung dapat melihat keberadaan sekumpulan monyet yang hidup di sekitar pura. Keunikan ini menambah daya tarik tersendiri, selain arsitektur dan nuansa spiritualnya. Seluruh pengalaman yang ditawarkan mencerminkan harmoni antara budaya, alam, dan kehidupan di Bali.
Selain itu, perpaduan budaya Hindu dan Cina yang ada di Pura Pabean memberikan pandangan yang baru terhadap perbedaan yang ada. Sesuai dengan Semboyan yang ada di Indonesia yaitu "Bhinneka Tunggal Ika" yang memiliki makna persatuan dalam perbedaan diterapkan di Pura Pabean. Hal ini tercermin dalam arsitektur pura, di mana dibangun berbagai palinggih sebagai tempat bersemayamnya para dewa-dewi, Ida Batara, serta roh-roh suci leluhur dari beragam etnis dan kepercayaan.