Anushasana Parwa: Petuah Sang Bhisma yang Agung
Setelah perang Kurukshetra, Yudistira, terbebani rasa bersalah, mendapat petuah dari Bhisma yang agung tentang tanggung jawab raja, yang membantunya memimpin Hastinapura dengan bijak menuju kedamaian dan kesejahteraan.
Setelah perang besar di Kurukshetra berakhir, Yudistira, pemimpin tertua keluarga Pandawa, merasakan beban luar biasa berat di hatinya. Meski Pandawa telah memenangkan perang melawan Kurawa, rasa kemenangan itu sirna di hadapan kenyataan yang menyakitkan. Banyak orang yang ia hormati gugur di medan perang, termasuk Bhisma, Drona, dan Karna. Medan pertempuran yang dulu megah kini hanya menyisakan tumpukan mayat dan senjata yang hancur. Yudistira merasa tertekan oleh rasa bersalah, dan setiap malam dihantui mimpi buruk tentang orang-orang yang tewas. Dia bertanya-tanya, bagaimana mungkin bisa memerintah dengan adil setelah pertumpahan darah yang begitu besar?
Yudistira merasa dilema dalam memerintah Hastinapura (Sumber: Koleksi Pribadi)
Dalam kebingungan yang mendalam, Yudistira memutuskan untuk menemui Bhisma, yang meski terluka parah, masih hidup di ranjang panah. Bhisma memiliki kekuatan untuk memilih waktu kematiannya, dan ia menunggu saat yang tepat. Yudistira berharap mendapatkan bimbingan dari Bhisma, sosok yang ia hormati sebagai tetua yang penuh kebijaksanaan. Dengan penuh hormat, ia duduk di samping Bhisma dan dengan suara dipenuhi keraguan, mulai menyampaikan rasa bersalah dan kebimbangannya. “Aku tidak merasa pantas memerintah Hastinapura setelah semua kematian ini,” ungkapnya dengan nada penuh penyesalan.
Bhisma mendengarkan dengan tenang dan mulai memberikan nasihat yang bijak. Ia menjelaskan bahwa tugas seorang raja tidaklah mudah. Dharma seorang pemimpin, atau kewajiban moralnya, adalah menjaga keadilan dan kesejahteraan rakyatnya, meski itu berarti harus membuat keputusan sulit. Bhisma menekankan bahwa perang yang mereka menangkan bukan sekadar tentang kekuasaan, melainkan tentang menegakkan kebenaran. "Peranmu sebagai raja bukan untuk kepentingan pribadimu, tetapi untuk melayani rakyat dan menjaga keadilan,” ujar Bhisma dengan penuh kebijaksanaan.
Bhisma melanjutkan dengan menekankan pentingnya pengendalian diri dan kedermawanan dalam kepemimpinan. Seorang raja harus mampu mengendalikan emosinya, tidak membiarkan amarah, keserakahan, atau keinginan pribadi mempengaruhi keputusannya. "Kedermawanan," ujar Bhisma, "adalah kebajikan utama yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Seorang raja yang baik harus siap berbagi kekayaan dan kekuasaannya demi kesejahteraan rakyatnya.” Bhisma juga mengingatkan Yudistira bahwa seorang pemimpin harus menjaga kehormatan wanita, yang dianggap sebagai penjaga moral dalam masyarakat.
Bhisma juga menekankan pentingnya kewajiban spiritual seorang raja. Ia menjelaskan bahwa seorang pemimpin tidak hanya bertanggung jawab atas kesejahteraan fisik rakyatnya, tetapi juga harus melaksanakan ritual yang ditujukan kepada para dewa dan leluhur. Kewajiban spiritual ini, menurut Bhisma, menjaga keseimbangan duniawi dan spiritual dalam kerajaan. Dengan melaksanakan kewajiban tersebut, seorang raja akan mendapatkan berkah dan kekuatan untuk memerintah dengan bijaksana dan adil.
Hembusan nafas terakhir sang Bhisma yang Agung (Sumber: Koleksi Pribadi)
Setelah memberikan semua nasihatnya, Bhisma merasa tugasnya di dunia ini telah selesai. Ia tahu waktunya untuk meninggalkan dunia sudah tiba. Pada hari yang telah ia tunggu, saat matahari mulai bergerak ke arah utara, Bhisma dengan tenang memilih untuk melepaskan nyawanya. Dengan penuh kasih dan kebijaksanaan, ia meninggalkan Yudistira dan saudara-saudaranya dengan pesan terakhir: selalu berpegang pada dharma dalam memerintah. Kematian Bhisma membawa kesedihan mendalam, namun juga meninggalkan warisan kebijaksanaan yang berharga.
Setelah pertemuan tersebut, Yudistira kembali ke Hastinapura dengan hati yang lebih tenang. Meskipun masih merasa berat akibat perang, ia kini memiliki pemahaman yang lebih mendalam tentang tugasnya sebagai raja. Dengan nasihat Bhisma yang tertanam dalam hatinya, Yudistira memerintah dengan keadilan dan kebijaksanaan. Di bawah kepemimpinannya, Hastinapura menjadi kerajaan yang makmur dan damai, di mana rakyat hidup dalam kesejahteraan dan harmoni, sesuai dengan ajaran dharma yang diwariskan oleh Bhisma.