Kisah Dewa Candra: Mengarungi Cinta, Kutukan, dan Takdir
Dewa Candra lahir dari pengadukan lautan susu dan menikahi 27 putri Daksha, yang melambangkan 27 Nakshatra. Karena lebih menyayangi Rohini, ia mendapat kutukan dari Daksha. Candra juga menculik Tara, istri Wrehaspati, yang memicu perang antara dewa dan asura, dan dari hubungan itu lahir Budha, dewa planet Merkurius. Cerita ini menggambarkan dinamika kosmis dan emosi manusia seperti cinta, kecemburuan, dan kesombongan di antara para dewa.

Dewa Candra, yang juga dikenal sebagai Soma, lahir pada awal penciptaan alam semesta saat peristiwa pengadukan lautan susu (Samudra Manthan). Pengadukan ini dilakukan oleh para dewa dan asura dengan tujuan mendapatkan Tirta Amerta, minuman suci yang memberikan keabadian. Dalam proses ini, banyak benda dan makhluk ajaib yang muncul, termasuk Candra yang terwujud sebagai bulan purnama yang indah. Cahaya lembut dari Candra melambangkan ketenangan, keindahan, dan siklus kehidupan yang terus berulang, menjadi simbol penting dalam kosmologi Hindu.
Selama proses pengadukan ini, banyak benda berharga dan makhluk ajaib yang muncul dari lautan, mulai dari permata hingga makhluk mitologis. Di antara hal-hal yang terwujud dari pengadukan tersebut, muncul Dewa Candra dalam bentuk bulan purnama yang bercahaya indah, memberikan sinar lembut yang menerangi malam. Cahaya ini melambangkan ketenangan, keindahan, dan siklus kehidupan yang terus berulang. Kehadiran Candra tidak hanya memiliki makna kosmis, tetapi juga merupakan simbol penting dalam berbagai ritual, terutama dalam upacara keagamaan dan astrologi Hindu.
Dalam kitab Purana, Candra dikenal sebagai penguasa Bulan dan hari Senin, yang disebut juga Somavara. Ia adalah putra dari Atri, seorang resi agung, dan cucu dari Brahma, pencipta alam semesta dalam tradisi Hindu. Sebagai dewa bulan, Candra memegang peranan penting dalam mitologi Hindu, di mana ia tidak hanya memengaruhi siklus alam, seperti pasang surut air laut, tetapi juga dianggap mempengaruhi suasana hati dan nasib manusia. Dalam wujudnya yang ilahi, Candra digambarkan sebagai sosok yang sangat tampan, memancarkan cahaya lembut dan menenangkan seperti bulan purnama yang menyinari malam.
Candra sering digambarkan dengan dua lengan, salah satu tangannya memegang gada, yang melambangkan kekuatan dan perlindungan, sedangkan tangan lainnya memegang bunga teratai, simbol dari kemurnian, keindahan, dan spiritualitas. Wujud ini menekankan keseimbangan antara kekuatan fisik dan kesucian hati, karakteristik yang membuatnya dihormati di antara para dewa dan manusia.
Menurut mitologi, setiap malam Candra melakukan perjalanan melintasi langit dengan menaiki keretanya yang megah. Kereta ini ditarik oleh sepuluh kuda putih yang melambangkan kemurnian dan kecepatan. Perjalanan malam Candra melintasi langit dianggap sebagai simbol ketenangan, ketertiban alam semesta, dan keindahan kosmik yang abadi.
Dewa Candra dan Keretanya (Sumber: Koleksi Pribadi)
Candra menikahi 27 putri Daksha, yang melambangkan 27 Nakshatra atau bintang-bintang dalam astrologi Hindu. Masing-masing dari putri Daksha ini dipersonifikasikan sebagai konstelasi bintang yang mengelilingi langit. Dalam tradisi Hindu, pernikahan Candra dengan 27 Nakshatra ini mencerminkan hubungan erat antara fase bulan dan gerakan bintang-bintang, yang sangat penting dalam sistem penanggalan dan astrologi Hindu.
Dari semua istrinya, Candra paling menyayangi Rohini, salah satu Nakshatra yang paling indah dan cemerlang. Karena cintanya yang mendalam pada Rohini, Candra lebih sering menghabiskan waktunya bersamanya, mengabaikan istri-istrinya yang lain. Hal ini memicu kecemburuan di antara para istri Candra yang lain, yang merasa tidak diperlakukan dengan adil. Akhirnya, para istri yang cemburu ini mengadu kepada ayah mereka, Daksha, yang merupakan salah satu Prajapati.
Daksha, yang dikenal keras dan tegas, merasa geram karena ketidakadilan yang dilakukan oleh Candra terhadap putri-putrinya. Sebagai hukuman, Daksha kemudian mengutuk Candra sehingga cahayanya mulai meredup dan perlahan menghilang, yang kemudian menciptakan siklus bulan berkurang (bulan surut). Candra yang khawatir kehilangan keindahannya dan cahaya bulan yang memudar, memohon pengampunan kepada Daksha. Meskipun kutukan tidak sepenuhnya dicabut, Daksha memberikan keringanan dengan mengizinkan Candra untuk mendapatkan kembali sinarnya secara bertahap, yang menyebabkan terjadinya fase bulan penuh (bulan purnama). Siklus ini terus berulang, menciptakan fase-fase bulan.
Setelah Candra melakukan pengorbanan Rajasuya, ia memperoleh kemuliaan yang luar biasa serta kekuasaan besar yang membuatnya semakin dihormati di antara para dewa. Namun, kesuksesan dan kekuasaan ini membawa perubahan negatif dalam dirinya. Candra menjadi sombong dan mulai berperilaku tidak bermoral. Salah satu tindakan yang paling mencolok dari keangkuhannya terjadi ketika ia bertemu dengan Tara, istri Wrehaspati, yang merupakan dewa kebijaksanaan dan planet Jupiter dalam astrologi Hindu. Tara, yang dikenal karena kecantikannya dan kebijaksanaannya, menarik perhatian Candra. Karena tergoda oleh kecantikannya, Candra membawa Tara pergi secara paksa ke Chandraloka, tempat kediaman dewa Bulan.
Dewa Candra Membawa Tara Pergi (Sumber: Koleksi Pribadi)
Wrehaspati, yang sangat terpukul karena diculiknya istrinya, Tara, oleh Candra, berusaha keras untuk mendapatkan kembali istrinya. Meskipun ia meminta bantuan para dewa dan resi suci, usaha tersebut pada awalnya tidak membuahkan hasil. Bahkan ketika Brahma, pencipta alam semesta, turut campur dan memerintahkan Candra untuk mengembalikan Tara, Candra menolak. Keadaan ini menyebabkan ketegangan yang semakin memuncak hingga meledak menjadi perang besar di antara para dewa.
Perang Antara Para Dewa (Sumber: Koleksi Pribadi)
Di satu sisi, para dewa yang dipimpin oleh Indra, dewa petir dan raja para dewa, berperang untuk membela Wrehaspati dan menuntut kembalinya Tara. Mereka berjuang untuk mengakhiri penghinaan yang dilakukan Candra terhadap Wrehaspati. Sementara di sisi lain, Candra bergabung dengan para asura, yang berpihak padanya dalam pertempuran ini.
Menyadari bahwa situasi semakin tidak terkendali dan banyak pihak menderita akibat konflik tersebut, akhirnya Candra memohon perlindungan kepada Brahma. Brahma, yang menginginkan perdamaian, memerintahkan Candra untuk segera mengembalikan Tara kepada suaminya, Wrehaspati. Candra, dalam kekalahannya, mengikuti perintah Brahma dan mengembalikan Tara.
Ketika Tara kembali, Wrehaspati menyadari bahwa istrinya sedang hamil, yang merupakan akibat dari hubungannya dengan Candra. Dalam kemarahan dan rasa kecewanya, Wrehaspati menolak untuk menerima Tara kembali sampai setelah kelahiran anak tersebut. Setelah mengikuti keinginan Wrehaspati, Tara melahirkan seorang putra, yang kemudian diberi nama Budha. Meskipun Budha lahir dari hubungan yang penuh skandal, ia tumbuh menjadi dewa yang sangat dihormati dan dikenal sebagai dewa planet Merkurius, yang melambangkan kecerdasan, kebijaksanaan, dan logika.
Dewa Candra, Tara, dan Budha (Sumber: Koleksi Pribadi)
Cerita ini mencerminkan dinamika yang kompleks antara para dewa, dengan berbagai emosi manusiawi seperti cinta, kecemburuan, dan kesombongan yang memengaruhi tindakan mereka. Namun pada akhirnya, Budha, yang lahir dari peristiwa yang penuh konflik, membawa keseimbangan dan kebijaksanaan ke dalam dunia kosmis.