Mengenal Pura Kancing Gumi, Pusat Pengunci Keseimbangan Bumi
Pura Kancing Gumi menyimpan misteri yang menarik dan penuh kekuatan spiritual. Apa hubungan rahasia antara pura ini dan Pura Penataran Baturaya yang jarang diketahui orang? Bagaimana Lingga Pasupati yang terdapat di dalamnya dipercaya mampu mengunci keseimbangan bumi dan mendatangkan fenomena alam yang menakjubkan?

Pura Kancing Gumi, terletak di Desa Adat Batu Lantang, Sulangai, Petang, Badung, memiliki sejarah yang erat kaitannya dengan mitologi dan kepercayaan masyarakat setempat. Menurut Lontar Dewa Purana Giri Wana, pura ini merupakan stana dari Hyang Gunung Alas atau Lingga Pasupati, yang diyakini sebagai manifestasi dari Sang Hyang Siwa.
Nama "Kancing Gumi" sendiri berarti "Pengunci Bumi". Pura ini dianggap sebagai penekek jagat atau penjaga stabilitas dunia. Masyarakat percaya bahwa dengan adanya lingga di pura ini, keseimbangan dan kestabilan Pulau Bali, bahkan dunia, dapat terjaga.
Catu Meres, Catu Mujung, Meru Tumpang-2 Gedong Sari dan Padmasana dari sebelah kiri (Sumber: Koleksi Pribadi)
Pura Kancing Gumi, yang terletak di Desa Adat Batu Lantang, Sulangai, Petang, Badung, memiliki beberapa pelinggih dengan fungsi dan makna khusus dalam kepercayaan Hindu Bali. Salah satu pelinggihnya adalah Catu Meres, yang merupakan bangunan suci di pura ini. Secara umum pelinggih bernama "Catu" sering dikaitkan dengan tempat pemujaan dewa-dewa tertentu atau simbol elemen alam. Lalu terdapat Catu Mujung memiliki fungsi serupa dengan pelinggih Catu Meres.
Meru Tumpang-2 Gedong Sari adalah pelinggih berbentuk meru dengan dua atap yang digunakan sebagai tempat pemujaan. meru dengan dua atap biasanya digunakan untuk pemujaan dewa tertentu dalam hierarki kepercayaan Hindu Bali. Terakhir, Padmasana adalah pelinggih yang melambangkan tempat bersemayamnya Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa. Pelinggih ini digunakan sebagai tempat pemujaan tertinggi, tempat umat memohon keselamatan, kesejahteraan, dan berkah dari Tuhan.
Lingga Pancer Kancing Gumi yaitu Taru Mer, Taru Paci, Lempuyak, Taru Sugih (Sumber: Koleksi Pribadi)
Lingga Pasupati di Pura Kancing Gumi merupakan simbol sakral dalam kepercayaan Hindu Bali. Lingga ini dianggap sebagai manifestasi dari Sang Hyang Siwa dalam wujud Pasupati, yang melambangkan kekuatan pemelihara dan pelindung alam semesta. Secara fisik, Lingga Pasupati di Pura Kancing Gumi memiliki bentuk unik yang mencerminkan perwujudan Tri Murti yaitu Brahma, Wisnu, dan Siwa. Hal ini menegaskan peran lingga sebagai simbol keseimbangan dan kesatuan dari tiga aspek utama dalam ajaran Hindu.
Pura Kancing Gumi sendiri dikenal sebagai pusat spiritual yang menjaga keseimbangan Pulau Bali. Keberadaan Lingga Pasupati di pura ini memperkuat keyakinan bahwa pemujaan terhadapnya dapat memberikan perlindungan dan kestabilan bagi alam dan kehidupan masyarakat.
Dalam praktik keagamaan, Lingga Pasupati digunakan sebagai media pemujaan untuk memohon keselamatan, kesuburan, dan kesejahteraan. Ritual yang dilakukan di sekitar lingga ini mencerminkan penghormatan mendalam terhadap Sang Hyang Siwa Pasupati sebagai sumber kehidupan dan pelindung alam semesta. Dengan demikian, Lingga Pasupati di Pura Kancing Gumi tidak hanya berfungsi sebagai simbol religius, tetapi juga sebagai pusat spiritual yang vital bagi keseimbangan dan harmoni Pulau Bali.
Jro Mangku Gede Pura Penataran Baturaya (sebelah kiri) (Sumber: Koleksi Pribadi)
Dalam menyusun tulisan ini, penulis tidak hanya mengandalkan informasi dari berbagai media, tetapi juga melakukan wawancara langsung dengan Jro Mangku Gede Pura Penataran Baturaya, yaitu Jro Mangku Nyoman Sudana, yang merupakan pemangku di Pura Penataran Baturaya berlokasi di Desa Tumbu, Karangasem. Beliau menjelaskan bahwa Pura Kancing Gumi dan Pura Penataran Baturaya memiliki hubungan yang sangat erat.
Jro Mangku Nyoman Sudana juga mengungkapkan bahwa Pura Penataran Baturaya memiliki Lingga Yoni yang dipercaya memiliki kekuatan sakral. Fenomena unik yang terjadi adalah tumbuhnya padi secara alami di sekitar Lingga Yoni tersebut, yang semakin menegaskan kesakralan tempat itu. Beliau menambahkan bahwa pada tahun 2006, Lingga Yoni tersebut dipindahkan ke Karangasem dengan alasan tertentu, termasuk adanya sejumlah kejadian mistis yang beliau alami sendiri, terutama saat upacara melaspas di Pura Kancing Gumi.
Lebih lanjut, Jro Mangku menjelaskan bahwa bersama para pelingsir Pura Kancing Gumi, mereka memutuskan dan memohon izin kepada Sang Hyang Siwa untuk membuat tembok penyengker dengan tinggi yang tidak terlalu besar. Hal ini dilakukan karena sebelumnya, pembatas pura tersebut hanya berupa ancak saji. Keputusan ini diambil berdasarkan berbagai pertimbangan spiritual dan tradisi setempat. Penuturan langsung dari Jro Mangku memberikan wawasan mendalam tentang hubungan spiritual antara kedua pura ini dan nilai-nilai sakral yang terkandung di dalamnya.
Peling Agung (Sumber: Koleksi Pribadi)
Selain pelinggih-pelinggih seperti Catu Meres, Catu Mujung, Meru Tumpang-2 Gedong Sari, Padmasana, serta Lingga Pasupati, di Pura Kancing Gumi juga terdapat sebuah pelinggih penting lainnya, yaitu Pelinggih Peling Agung.
Pelinggih Peling Agung merupakan salah satu pelinggih utama yang berfungsi sebagai tempat pemujaan terhadap manifestasi tertinggi Sang Hyang Widhi Wasa dalam aspek penguasa semesta. Pelinggih ini digunakan untuk memohon anugerah perlindungan dan keharmonisan bagi umat manusia dan alam semesta. Secara khusus, Pelinggih Peling Agung melambangkan hubungan spiritual yang mendalam antara umat manusia dengan Tuhan sebagai penguasa segala aspek kehidupan.
Dalam konteks spiritual di Pura Kancing Gumi, Pelinggih Peling Agung menjadi tempat di mana umat Hindu memusatkan doa dan upacara untuk menjaga keseimbangan dunia, baik secara fisik maupun spiritual. Keberadaan pelinggih ini juga menegaskan peran Pura Kancing Gumi sebagai pusat penjaga keseimbangan bumi dan kehidupan, sesuai dengan makna namanya, "Kancing Gumi" yang berarti "Pengunci Bumi".
Pemaruman (Sumber: Koleksi Pribadi)
Di sebelah kiri dari Pelinggih Peling Agung di Pura Kancing Gumi, terdapat Pemaruman, yang merupakan salah satu elemen penting dalam struktur pura tersebut. Pemaruman berfungsi sebagai tempat untuk meletakkan sesajen dan sebagai tempat ngias yang berfungsi menyucikan serta mempersembahkan doa kepada Tuhan. Pemetaan atau persiapan sesajen di tempat ini biasanya juga melibatkan air atau bahan-bahan yang dianggap suci.
Secara fungsional, Pura Kancing Gumi menjadi tempat bagi masyarakat untuk memohon keselamatan, kesuburan pertanian, dan kesejahteraan. Pemujaan melalui media lingga dilakukan dengan harapan agar senantiasa dilindungi dan diberikan kemakmuran oleh Hyang Siwa.
Dengan demikian, Pura Kancing Gumi disebut sebagai "Pengunci Bumi" karena perannya yang vital dalam menjaga keseimbangan dan stabilitas alam menurut kepercayaan Hindu di Bali.