Mengenal Pura Kahyangan Tiga di Desa Jatiluwih: Warisan Budaya dan Spiritual Bali

Pulau Bali, yang sering dijuluki sebagai “The Island of the Thousand Temples” atau “The Island of Gods”, dikenal karena keindahan alamnya dan kekayaan spiritual yang memukau wisatawan dari seluruh dunia. Ribuan pura yang tersebar di seluruh penjuru Bali menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakatnya. Salah satu wujud harmoni antara tradisi, alam, dan spiritualitas adalah keberadaan Pura Kahyangan Tiga di setiap desa adat, termasuk di Desa Adat Jatiluwih, yang menjunjung filosofi Tri Hita Karana.

Jun 8, 2025 - 10:04
Jan 4, 2025 - 08:10
Mengenal Pura Kahyangan Tiga di Desa Jatiluwih: Warisan Budaya dan Spiritual Bali
Papan Nama Pura Desa dan Puseh Pangulu Desa Adat Jatiluwih (Sumber Foto: Koleksi Pribadi)

Pura Kahyangan Tiga adalah sebuah kompleks pura yang terdiri dari tiga pura utama yang terletak di wilayah desa adat di Bali. Nama “Kahyangan Tiga” merujuk pada konsep tiga tempat suci yang berfungsi untuk menyatukan dan menyelaraskan kehidupan manusia dengan alam dan Tuhan dalam ajaran Hindu Bali. Ketiga pura ini memiliki peran dan fungsi yang berbeda, namun tetap terkait erat dalam menjaga keseimbangan spiritual dan alam di Bali.

Kahyangan Tiga merupakan salah satu unsur dari Tri Hita Karana yaitu unsur parhyangan dari setiap desa adat di Bali. Pada Kahyangan Tiga masyarakat desa memohon keselamatan dan kesejahteraan untuk desa dan masyarakatnya. Unsur yang ke dua dan tiga dari Tri Hita Karana disebut dengan pelemahan dan pawongan. Dengan demikian maka di dalam mewujudkan rasa aman, tentram, sejahtera lahir batin dalam kehidupan desa adat berlandaskan tiga hubungan harmonis yaitu hubungan manusia dengan alam atau hubungan krama desa dengan wilayah desa adat (palemahan), hubungan manusia yang satu dengan manusia yang lainnya dalam desa adat (pawongan), dan hubungan krama desa dengan Hyang Widhi sebagai pelindung (parhyangan). Inilah yang dinamakan Tri Hita Karana dalam desa adat di Bali.

Dengan tercakupnya unsur ketuhanan dalam kehidupan desa adat di Bali, maka desa adat di Bali mencakup pula pengertian sosio-religius yaitu segala bentuk sosialisme yang berdasarkan pada nilai religius. Maka dari itu perpaduan antara adat dengan agama Hindu di Bali adalah erat sekali sehingga sulit memisahkan secara tegas unsur-unsur adat dengan unsur agama, karena adat-istiadat di Bali dijiwai oleh agama Hindu dan aktivitas agama Hindu didukung oleh adat istiadat di masyarakat.

Berikut Ini Pura Kahyangan Tiga dan fungsinya:

  1. Pura Desa sebagai tempat pemujaan Dewa Brahma dalam fungsinya sebagai pencipta alam semesta.
  2. Pura Puseh sebagai tempat pemujaan Dewa Wisnu dalam fungsinya sebagai pemelihara.
  3. Pura Dalem sebagai tempat memuja Dewa Siwa dalam wujud Dewi Durga dengan fungsi sebagai pemralina alam semesta.

Pura Desa dan Puseh Pangulu Desa Adat Jatiluwih (Sumber Foto: Koleksi Pribadi)

Bagi masyarakat Desa Adat Jatiluwih, Pura Kahyangan Tiga memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari mereka. Setiap tahun, berbagai upacara adat dan keagamaan dilaksanakan untuk menjaga hubungan harmonis dengan alam dan leluhur. Pura ini juga menjadi tempat yang sakral bagi masyarakat Bali khususnya masyarakat desa Jatiluwih, yang datang untuk memohon keselamatan, kesejahteraan, serta kelimpahan hasil pertanian mereka.

Pura Kahyangan Tiga di Desa Adat Jatiluwih telah ada sejak zaman leluhur, karena tatanan Kahyangan Tiga menjadi bagian yang tak terpisahkan dari struktur spiritual desa adat di Bali. Seperti desa adat lainnya, Desa Jatiluwih juga memiliki tiga pura utama, yaitu Pura Desa, Pura Puseh, dan Pura Dalem. Namun, ada sejarah unik terkait Pura Puseh di Desa Jatiluwih yang membedakannya dari desa adat lain. Awalnya, pura ini dikenal sebagai Pura Pangulu, dinamai demikian karena lokasinya yang berada di hulu desa. Ketika tatanan Kahyangan Tiga mulai diterapkan secara formal, nama asli Pura Pangulu dihilangkan, sehingga menjadi Pura Puseh saja.

Setelah perubahan tersebut, Desa Jatiluwih menghadapi musibah besar. Sebagian besar anak-anak di desa mulai terlibat dalam tindakan kriminal seperti pencurian dan perampokan, yang menciptakan rasa tidak nyaman dan mengganggu keamanan desa. Melalui berbagai upacara baik secara sekala (fisik) maupun niskala (spiritual), masyarakat desa menemukan bahwa musibah tersebut disebabkan oleh hilangnya “pokok” atau inti dari Pura Pangulu. Kesadaran ini mendorong masyarakat untuk mengembalikan esensi Pura Pangulu dengan menggabungkan kembali nama “Pangulu” pada Pura Puseh, menjadi Pura Puseh Pangulu. Setelah perubahan itu, musibah di desa perlahan menghilang, dan Jatiluwih kembali menjadi desa yang aman dan damai.

Selain kisah sejarahnya, pelaksanaan Pujawali atau upacara keagamaan di Pura Kahyangan Tiga Desa Jatiluwih juga memiliki keunikan. Pujawali dilaksanakan serentak pada hari Anggara Kasih Prangbakat di ketiga pura tersebut. Namun, terdapat perbedaan dalam skala upacara di masing-masing pura. Jika di Pura Puseh dan Bale Agung, Pujawali dilaksanakan dalam skala besar atau dikenal sebagai Piodalan Gede, maka di Pura Dalem, upacara yang dilakukan adalah Pujawali Alit atau dalam skala kecil, begitu pula sebaliknya jika pada Pura Puseh dan Bale Agung dilaksanakan pujawali alit, maka di Pura Dalem dilaksanakan pujawali gede. Masyarakat pengempon pura biasanya memulai rangkaian Pujawali di pura yang pujawalinya alit terlebih dahulu, baru kemudian melanjutkan ke pura-pura lain dengan pujawali yang lebih besar. Tradisi ini mencerminkan keharmonisan dan kebersamaan masyarakat Desa Jatiluwih dalam menjaga warisan budaya dan spiritualnya.

Pura Dalem Desa Adat Jatiluwih (Sumber Foto: Koleksi Pribadi)

Tidak hanya kaya akan nilai spiritual, Pura Kahyangan Tiga di Jatiluwih juga menawarkan keindahan alam yang luar biasa. Pura ini terletak di kaki Gunung Batukaru dan dikelilingi oleh sawah terasering yang hijau, memberikan pemandangan yang menenangkan dan menyegarkan. Arsitektur pura yang khas dengan ornamen Bali yang indah juga menambah keistimewaan tempat ini. Sebagai bagian dari warisan budaya Bali, Pura Kahyangan Tiga memiliki peran yang penting dalam melestarikan tradisi dan spiritualitas Bali. Pura Kahyangan Tiga di Desa Adat Jatiluwih bukan hanya sekadar tempat ibadah, tetapi juga merupakan simbol dari keseimbangan hidup yang tercipta antara manusia, alam, dan Tuhan. Sebagai warisan budaya yang tak ternilai, pura ini mencerminkan bagaimana masyarakat Bali menjaga kearifan lokal dan tradisi spiritual yang telah ada selama berabad-abad. Mengunjungi Pura Kahyangan Tiga berarti turut merasakan kedamaian dan keindahan yang berasal dari kebudayaan Bali yang kaya akan makna.