Pura Dalem Pacung: Mengungkap Sejarah Sakral dan Budaya Desa Bresela
Pura Dalem Pacung di Desa Bresela merupakan situs religius bersejarah yang terkait dengan perjalanan Rsi Markandeya dan menjadi bagian dari Kayangan Tiga. Pura ini memiliki struktur mandala berlapis dengan berbagai pelinggih penting, seperti Padmasana dan Gedong Tanah, yang digunakan dalam upacara keagamaan. Selain sebagai pusat spiritual, pura ini mencerminkan harmoni tradisi, budaya, dan warisan agraris masyarakat Bresela.

Pura Dalem Bresela, yang juga disebut Pura Dalem Pacung, merupakan situs religius yang memiliki nilai sejarah dan spiritual penting di Desa Adat Bresela. Nama "Pacung" berasal dari letak pura yang berada di tengah-tengah kawasan kebun Pacung, mencerminkan karakter geografisnya yang unik. Berdasarkan kisah para tetua desa, Pura Dalem Pacung memiliki hubungan erat dengan perjalanan spiritual Rsi Markandeya, seorang tokoh penting dalam penyebaran ajaran Hindu di Bali. Awalnya, pura ini berfungsi sebagai tempat pemujaan sekaligus lokasi pemakaman atau setra. Namun, karena berbagai alasan, setra yang dulunya berada di sebelah timur pura dipindahkan ke kawasan Banjar Gadungan. Hingga saat ini, warisan masa lalu seperti lingga batu masih dapat ditemukan di beberapa area persawahan, menjadi saksi sejarah kehadiran Rsi Markandeya di wilayah Bresela.
Kawasan Pura Dalem Pacung (Sumber Gambar : Koleksi Pribadi)
Selain menjadi pusat keagamaan, Desa Bresela juga dikenal sebagai pelopor sistem irigasi tradisional di Bali yang disebut Subak, yang digunakan para pengikut Rsi Markandeya untuk bertani. Hal ini menunjukkan peran ganda desa tersebut, tidak hanya sebagai tempat ibadah tetapi juga dalam perkembangan sistem agraris Bali. Pura Dalem Pacung adalah bagian dari Kayangan Tiga, bersama dengan Pura Desa dan Pura Puseh. Pura Puseh Bresela, yang juga disebut Pura Gunung Mas Merenteng, dipuja sebagai tempat keberadaan Dewa Wisnu, simbol kesejahteraan dan kemakmuran. Pengelolaan kegiatan keagamaan di Pura Dalem Pacung dilakukan secara bergiliran oleh tiga banjar adat, yaitu Banjar Adat Bresela, Tri Wangsa, dan Gadungan, dengan total 570 kepala keluarga. Tradisi ini terus dipertahankan sebagai bentuk pelestarian budaya.
Kawasan Pura Dalem Pacung (Sumber Gambar : Koleksi Pribadi)
Pura Dalem Bresela memiliki struktur yang terdiri dari tiga tingkatan atau mandala, yaitu Nista Mandala, Madya Mandala, dan Utama Mandala. Pada bagian Madya Mandala terdapat bale gong dan pelinggih Ratu Lingsir, sementara di Utama Mandala terdapat pelinggih utama seperti Padmasana dan Gedong Tanah. Gedong Tanah menjadi tempat penyimpanan Prelingga yang digunakan dalam prosesi khusus pada saat Odalan Besar, memberikan suasana sakral pada upacara tersebut. Selain itu, terdapat pelinggih Ida Ratu Sakti berupa Rangda yang beristana di Gedong Utama Mandala, melambangkan kekuatan spiritual yang melindungi masyarakat. Beragam pelinggih ini mencerminkan manifestasi Tuhan yang dipuja dalam berbagai aspek kehidupan umat Hindu.
Kawasan Pura Dalem Pacung (Sumber Gambar : Koleksi Pribadi)
Setiap pelinggih di Pura Dalem Bresela memiliki fungsi yang dirancang untuk mendukung kehidupan spiritual masyarakat Hindu. Selain Padmasana sebagai simbol pemujaan Tuhan Yang Maha Esa, terdapat pula pelinggih-pelinggih kecil yang melambangkan aspek-aspek penting dalam kehidupan manusia. Pura ini juga dilengkapi dengan Bale Patok, tempat Jero Mangku melaksanakan puja dan memimpin ritual keagamaan. Dengan keberagaman elemen spiritual, desain arsitektur, dan tradisi yang terus dijaga, Pura Dalem Bresela tidak hanya berfungsi sebagai pusat ibadah tetapi juga sebagai simbol harmoni, persatuan, dan identitas budaya masyarakat Desa Bresela. Pura ini tetap menjadi kebanggaan desa dan terus dilestarikan oleh generasi penerus.