Nunas Tirta Penyuda dan Tari Baris Poleng Katekok Jago: Dua Tradisi Unik Di Desa Darmasaba
Desa Darmasaba adalah salah satu desa adat yang terletak di Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, Bali. Desa ini memiliki beberapa tradisi unik seperti nunas tirta penyuda yang dilakukan setiap sehari setelah galungan dan tradisi Tari Baris Poleng Katekok Jago merupakan tari sakral yang biasa digunakan saat upacara Dewa Yadnya dan Pitra Yadnya

Desa Darmasaba adalah salah satu desa adat yang terletak di Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, Bali. Desa ini memiliki tradisi unik yang disebut nunas tirta penyuda, tradisi ini dilakukan Setelah Hari Raya Galungan atau tepatnya pada umanis galungan seperti yang dikatakan oleh Bendesa Adat Desa Darmasaba, “jadi kalau tradisi yang ada di Desa Adat Darmasaba jadi ada tradisi nunas tirta penyuda untuk setiap di Umanis Galungan tirta penyuda ini di tunas pagi hari, besok pagi-pagi dari jam lima sudah nunas tirta disini di Taman Beji ini sesudah nunas tirta ini di Taman Beji baru di masing-masing Jeroan, tirta ini dijalankan di pelinggih-pelinggih dahulu. Sesudahnya di pelinggih baru di rumah, setelah itu baru masyarakat nunas tirta penyuda ini” tutur beliau.
Nunas tirta penyuda adalah tradisi memohon air suci (tirta) yang berasal dari sumber mata air di Desa Darmasaba, yang disebut dengan Penyuda. Air suci ini dipercaya memiliki kekuatan magis dan berkah untuk membersihkan diri dari pengaruh negatif dan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan.
Setelah sembahyang, para warga mengambil air suci dari sumber mata air dengan menggunakan kendi atau botol, yang kemudian dibawa pulang ke rumah masing-masing. Air suci ini digunakan untuk mandi, minum, atau mencuci barang-barang yang dianggap penting, seperti pakaian, perhiasan, atau senjata.
Tradisi nunas tirta penyuda ini memiliki makna bahwa manusia harus selalu bersih secara lahir dan batin, serta bersyukur atas segala nikmat yang diberikan oleh Tuhan. Tradisi ini juga merupakan bentuk penghormatan kepada leluhur dan para dewa yang bersemayam di sumber mata air.
Tradisi nunas tirta penyuda ini telah dilakukan oleh masyarakat Desa Darmasaba secara turun termurun, dan masih dilestarikan hingga saat ini. Tradisi ini menjadi salah satu ciri khas dan keunikan dari Desa Darmasaba, yang menunjukkan kekayaan budaya dan kearifan lokal masyarakat Hindu di Bali. Selain tradisi ini, terdapat juga tradisi berupa Tari Baris Poleng Katekok Jago.
Tari Baris Poleng Katekok Jago merupakan sebuah tarian tradisional dari Bali yang menampilkan komposisi kelompok dengan formasi berbaris, berderet, dan berjajar. Dinamakan Baris Poleng Katekok Jago karena pakaian dan aksesoris yang digunakan secara dominan berwarna loreng "poleng" hitam dan putih.
Menurut Bendesa adat Desa Darmasaba mengatakan “Tari Baris Katekok ini dilaksanakan di Pura Arya Bang Pinatih, Baris Katekok ini digunakan disaat akan karya ageng saat upacara Pitra Yadnya atau ngaben ageng artinya, upacara ini berada di tingkat mapranawa”.
Jadi Tari Baris Poleng Katekok Jago ini memiliki fungsi sebagai tarian dalam upacara Pitra Yadnya seperti yang dikatakan oleh Bapak Bendesa Adat Desa Darmasaba, namun selain untuk upacara Pitra Yadnya, Tari Baris Poleng Katekok Jago juga digunakan dalam upacara Dewa Yadnya. Tari ini juga merupakan tari sakral yang digunakan pada upacara yadnya pada tingkatan Madya dan tingkatan Utama sebagai simbol dari kesatria yang mengawal turunnya Para Dewa ke bumi di setiap upacara Dewa Yadnya, seperti Karya Ngenteg Linggih, Karya Padudusan Agung, Karya Padudusan Alit dan sebagainya.
Dalam kehidupan beragama Hindu di Bali, terdapat tiga jenis kain poleng yakni: saput poleng rwabhineda, saput poleng tridatu, dan saput poleng sudamala. Pengaplikasian busana poleng dalam Baris Poleng Katekok Jago lebih didominasi oleh penggunaan poleng rwabineda dan juga poleng sudhamala. Pada poleng rwabineda berbentuk strip melintang sebagai hiasan pada desain kaki celana dan lengan baju, sedangkan poleng sudhamala menjadi hiasan pada saput seperti kain poleng tridatu, kain-kain kuno seperti cepuk, gringsing dan sejenisnya, menjadi hiasan tambahan yang kuat memberikan kesan angker dan kuno pada tampilan figur dari masing-masing penarinya.
Seperti yang dikatakan oleh Bapak Bendesa diatas bahwa Tari Baris Poleng Katekok Jago di Desa Darmasaba digunakan dalam upacara Pitra Yadnya (ngaben), namun tarian ini hanya diperuntukkan bagi kaum yang memiliki kasta (catur warna) tertinggi. Maknanta adalah Penari Baris Poleng Katekok Jago ini akan menjadi perajurit yang mengawal arwah menuju tujuan akhirnya atau moksa.