Mepalu Jerimpen: Tradisi Rasa Syukur Petani Di Desa Perean Kangin Tabanan
Mepalu Jerimpen adalah salah satu upacara unik yang dilakukan masyarakat Desa Perean Kangin, Tabanan, Bali. Tradisi ini bukan hanya simbol rasa syukur atas hasil panen padi yang melimpah, tetapi juga merupakan wujud harmoni manusia dengan alam dan Tuhan. Dengan prosesi yang melibatkan masyarakat beriringan membawa jerimpen, kepala babi, dan ekor babi, tradisi ini menjadi cerminan budaya Bali yang tetap lestari di tengah modernitas.
Di Desa Perean Kangin, Tabanan, Bali, terdapat tradisi unik yang telah dilaksanakan secara turun-temurun oleh masyarakat. Tradisi ini disebut Mepalu Jerimpen, sebuah ritual adat yang menjadi wujud rasa syukur petani atas berkah panen yang melimpah. Penduduk desa yang mayoritas adalah petani, melaksanakan tradisi ini sebagai bentuk penghormatan kepada Betari Sri, yang dipercaya sebagai Dewi Kemakmuran.
Upacara Ngusaba Padi (Sumber: Koleksi Pribadi)
Upacara ini digelar di Pura Dukuh, yang terletak di Desa Pakraman Banjar Anyar, Perean Kangin. Tempat ini menjadi pusat kegiatan spiritual masyarakat setempat. Biasanya, tradisi ini dilakukan menjelang panen, ketika padi mulai menguning, menandakan masa panen sudah dekat. Tidak ada tanggal pasti untuk upacara ini, karena waktunya bergantung pada siklus panen padi yang terjadi dua kali setahun.
Persiapan upacara melibatkan berbagai bahan, salah satunya adalah jerimpen, yang terbuat dari jajan cacah, yaitu beras ketan yang digoreng, diikat pada anyaman bambu, dan dihiasi dengan sampian dari janur. Jerimpen ini menjadi elemen utama dalam prosesi. Selain itu, kepala babi dan ekor babi juga digunakan sebagai bagian dari persembahan.
Iring-Iringan Mepalu Jerimpen (Sumber: Koleksi Pribadi)
Pada hari pelaksanaan, masyarakat berkumpul di Pura Dukuh untuk memulai upacara dengan sembahyang bersama. Doa dipanjatkan sebagai ungkapan rasa syukur atas hasil panen yang melimpah dan permohonan keselamatan. Setelah itu, prosesi berlanjut dengan iring-iringan mengelilingi pura. Barisan dimulai dengan kepala babi di depan, diikuti oleh jerimpen, dan diakhiri dengan ekor babi di bagian belakang.
Selama prosesi, masyarakat membenturkan jerimpen satu sama lain dengan penuh sukacita. Tradisi ini diyakini dapat membawa berkah tambahan bagi panen yang akan datang. Suasana penuh kebersamaan dan kegembiraan terasa selama ritual berlangsung, memperkuat hubungan antarwarga desa.
Mepalu Jerimpen (Sumber: Koleksi Pribadi)
Tradisi Mepalu Jerimpen tidak hanya menjadi wujud rasa syukur kepada Tuhan dan Dewi Kemakmuran, tetapi juga mencerminkan harmoni antara manusia dan alam. Filosofi Tri Hita Karana, yang menekankan keseimbangan hubungan manusia dengan Tuhan, sesama, dan alam, tercermin dalam pelaksanaan tradisi ini. Meskipun zaman terus berubah, masyarakat Desa Perean Kangin tetap menjaga warisan budaya ini dengan baik.
Keunikan dan kesakralan tradisi ini menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang berkunjung ke Bali. Mepalu Jerimpen menunjukkan bagaimana budaya lokal dapat tetap lestari di tengah modernisasi, sekaligus menjadi bukti bahwa rasa syukur dan harmoni adalah nilai-nilai universal yang relevan sepanjang masa.