Mekotek: Tradisi Penolak Bala dan Simbol Kemenangan Desa Munggu
Bali adalah pulau yang selalu memukau dengan pesona keindahan alamnya, tak hanya dikenal dengan pantai nya yang indah dan sawah teraseringnya yang menawan. Bali juga dikenal karena kekayaan budaya nya yang penuh warna, salah satunya adalah tradisi Mekotek yang unik dan menarik. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi lebih dalam tentang tradisi Mekotek yang kaya akan simbolisme dan makna mendalamnya di Desa Munggu, Bali.
Asal Usul dan Sejarah Tradisi Mekotek
Ngerebek Mekotek atau lebih dikenal dengan Mekotek merupakan salah satu tradisi di Bali yang hanya ada di desa Munggu, kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Mekotek adalah salah satu tradisi tolak bala dari Desa Munggu, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Bali . Mekotek sendiri diambil dari kata “tek-tek” yang merupakan bunyi kayu yang di adu satu sama lain. Tradisi Mekotek ini dilaksanakan dengan tujuan untuk memohon keselamatan. Tradisi mekotek ini merupakan tradisi warisan Leluhur yang yang dilaksanakan turun temurun hingga saat ini oleh umat Hindu di Bali, khususnya pada masyarakat Bali di Desa Munggu.
Tradisi Mekotek (Sumber Photo : Koleksi Redaksi)
Dalam sejarah nya sendiri tradisi mekotek ini bermula dari kisah masa jaya Kerajaan Mengwi yang mampu menguasai wilayah hingga Blambangan (Banyuwangi) sehingga dilakukan untuk menyambut para prajurit kerajaan Mengwi yang datang dengan membawa kemenangan atas Kerajaan Blangbangan di jawa dan kemudian menjadi tradisi yang dikembangkan hingga sekarang.
Keterlibatan masyarakat Munggu pun diakui karena menjadi penyangga keberadaan istana Kerajaan Mengwi yang juga berdiri di desa tersebut. Masyarakat Desa Munggu pun mendapat kepercayaan oleh kerajaan sebagai penggawa pasukan. Pada saat Raja Mengwi mendengar akan ada perlawanan Blambangan dalam perebutan wilayah, masyarakat Munggu juga diturunkan sebagai prajurit yang dinamai Taruna Munggu.
Taruna Munggu kemudian diutus untuk bertempur mengamankan wilayah di Blambangan. Sebelum berangkat, raja melakukan semedi di Pura Dalem Kahyangan Wisesa Munggu, tepat padi hari suci Tumpek Kuningan. Ini yang menjadi cikal bakal pelaksanaan Mekotek. pada masa pemerintahan Belanda pada tahun 1915, tradisi mekotek ini sempat dihentikan karena Belanda khawatir akan ada pemberontakan. Namun, ketika tradisi ini dihentikan banyak terjadi wabah penyakit yang menewaskan hingga 10 orang setiap harinya.
Pelaksanaan Tradisi Upacara Mekotek
Tradisi mekotek ini biasanya dilaksanakan setiap 6 bulan sekali atau 210 hari sekali (berdasarkan kalender Hindu) yaitu pada hari sabtu kliwon kuningan dan tepat pada hari raya Kuningan atau 10 hari setelah hari raya Galungan. Saat pelaksanaanya seribu lebih warga dari 12 Banjar di Desa Munggu akan ikut serta dalam tradisi yang diwariskan saat perayaan kemenangan perang blambangan pada masa kerajaan silam ini.
dahulu perayaan Mekotek ini menggunakan tombak besi, Karena dianggap membahayakan, wujud tombak sebagai simbol semangat juang itu diganti dengan kayu pulet yang dikenal lentur dan kuat hingga 15 tahun jika disimpan baik.
Kayu pulet diperoleh warga dari lahan-lahan desa setempat maupun desa tetangga. Seperti Desa Nyanyi dan Buwit di Tabanan, sampai ke Pererenan di Badung. Ukuran panjang kayu pulet yang digunakan adalah 2 hingga 3,5 meter, dan akan menggabungkan kayu-kayu tersebut hingga membentuk kerucut atau piramid nantinya. Warga kemudian terbagi dalam beberapa kelompok, dimana di masing-masing kelompok biasanya terdiri sekitar 50 orang peserta yang ikut biasanya dari umur 12 tahun hingga 60 tahun. Dalam pelaksanaan nya, tradisi mekotek ini biasanya di laksanakan dengan diiringi musik gamelan untuk menyemangati para peserta mekotek itu sendiri.
Kayu Pulet Yang Digunakan Pada Tradisi Mekotek (Sumber Photo : Koleksi Redaksi)
Simbolisme dan Makna
Mekotek merupakan simbol kemenangan, selain itu upacara ini juga sebagai upaya untuk menolak bala yang pernah menimpa di desa munggu pada puluhan tahun yang lalu. tradisi Mekotek memiliki tiga makna yang tersirat dalam pelaksanaannya yakni:
Penghormatan kepada pahlawan: Makna pertama adalah penghormatan pada jasa para pahlawan. Sebab, tradisi tersebut merupakan peringatan kemenangan perang Kerajaan Mengwi dalam hal perluasan wilayah pada saat itu.
Penolak Bala: Tradisi Mekotek diyakini dapat menolak bala dan memberi keselamatan, serta kesuburan atau kemakmuran untuk sektor pertanian di Desa Adat Munggu.
Pemersatu Warga: Makna ketiga dalam tradisi Mekotek adalah tradisi tersebut merupakan alat pemersatu warga, terutama para pemuda. Dengan melaksanakannya, para pemuda akan berkegiatan positif dan menjauhi segala macam kegiatan negatif seperti narkoba, minuman keras, dan ugal-ugalan.