Desa Adat Sulangai: Unik Kahyangan Tiga Terdiri dari Empat Pura
Desa Adat Sulangai di Bali menampilkan keunikan dengan memiliki empat pura dalam konsep Kahyangan Tiga, yang biasanya terdiri dari tiga pura di desa adat lainnya di Bali. Kahyangan Tiga di Desa Adat Sulangai terdiri dari Pura Puseh, Pura Desa, Pura Dalem Swarga, dan Pura Dalem Tungkub.

Pura Desa Desa Adat Sulangai (Sumber Photo: Koleksi Pribadi)
Bali sering dikenal dengan beberapa julukan menarik oleh para wisatawan, salah satunya disebut sebagai "Bali, the island of the thousand temples," yang menggambarkan pulau ini memiliki ribuan pura. Nama lain yang sering disebut adalah "the island of Gods" atau pulau dewata. Kehadiran banyak pura yang tersebar di seluruh wilayah Bali memang menjadi ciri khasnya. Pura berasal dari bahasa Sanskerta yang berarti kota atau benteng. Tempat-tempat suci ini dibuat khusus dengan tembok sebagai batasnya untuk menjalin kontak dengan kekuatan yang suci. Di Bali, tempat suci ini disebut pura dan digunakan untuk pemujaan Sang Hyang Widhi Wasa serta roh suci leluhur.
Salah satu contoh penting adalah Pura Kahyangan Tiga yang terdapat di setiap desa adat di Bali. Secara etimologis, istilah Kahyangan Tiga terdiri dari kata "kahyangan" yang berasal dari "hyang" yang berarti suci dengan tambahan awalan "ka" dan akhiran "an" yang menunjukkan tempat, serta "tiga" yang artinya tiga. Kahyangan Tiga merupakan salah satu unsur dari Tri Hita Karana yaitu unsur parahyangan yang artinya hubungan masyarakat desa dengan Sang Hyang Widhi Wasa sebagai pelindung mereka. Secara lengkap, Khayangan Tiga merujuk pada tiga tempat suci, yaitu Pura Puseh, Pura Desa, dan Pura Dalem.
Pura Puseh Desa Adat Sulangai (Sumber Photo: Koleksi Pribadi)
Berbeda dengan desa adat lainnya yang memiliki tiga pura pada Kahyangan Tiganya, di Desa Adat Sulangai Kahyangan Tiganya terdiri dari empat pura. Pura Kahyangan Tiga tersebut, terdiri dari Pura Puseh, Pura Desa, Pura Dalem Swarga, dan Pura Dalem Tungkub. Kahyangan Tiga ini juga tidak terlepas dengan konsepsi Tri Murti, yaitu tiga kekuatan Tuhan atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Tiga kekuatan ini dapat dianggap sebagai representasi dari tiga tahapan dalam siklus kehidupan makhluk hidup, yaitu kelahiran, kehidupan, serta kematian. Bagian dari konsep Tri Murti ini juga menggambarkan tiga jenis dewa, yakni Dewa Brahma, Wisnu, dan Siwa.
Pura Puseh Desa Adat Sulangai digunakan sebagai tempat pemujaan Dewa Wisnu dalam fungsinya sebagai pemelihara. Dewa Wisnu dilambangkan dengan Aksara Ung dan warna hitam serta senjata Cakra. Upacara atau piodalan di Pura Puseh Desa Adat Sulangai ini bertepatan dengan hari Anggara Kliwon Julungwangi. Pura Puseh ini memiliki luas paling besar daripada pura Kahyangan Tiga lainnya di Desa Adat Sulangai, hal tersebut disebabkan karena pada Pura Puseh ini terdapat upacara yang mendatangkan banyak masyarakat. Sebenarnya Puseh berasal dari kata "puser" yang artinya pusat. Dalam konteks ini, "pusat" merujuk pada sumber kesejahteraan dunia yang membawa kemakmuran dan kebahagiaan bagi manusia. Karena alasan ini, upacara-upacara yang berkaitan dengan kesuburan dunia diadakan di Puseh. Mengenai denah Pura Puseh tidak terlepas dengan konsep Tri Mandala, yaitu konsep pembagian wilayah yang membagi bangunan pura menjadi tiga bagian yakni Nista Mandala, Madya Mandala, dan Utama Mandala. Pada halaman Madya Mandala atau Jaba Tengah terdapat beberapa bangunan, seperti Candi Bentar, Bale Kulkul, Pawaregan, Bale Gong, Apit Lawang dan Candi Kurung. Biasanya pada halaman Utama Mandala atau Jeroan terdapat pula beberapa buah bangunan, seperti Sanggar Agung, Meru Tumpang Tujuh, Ratu Made Jelawung, Sedahan Penglurah, Gedong Pertiwi, dan Batur Sari.
Berbeda dengan desa adat lainnya di Desa Adat Sulangai Pura Puseh dan Pura Desa tidak terletak pada satu kawasan, melainkan terpisah. Pura Desa ini digunakan sebagai tempat pemujaan Dewa Brahma dalam fungsinya sebagai pencipta alam semesta. Dewa Brahma dilambangkan dengan Aksara Ang dan warna merah serta senjata Gada. Upacara atau piodalan di Pura Desa Desa Adat Sulangai bertepatan dengan hari Buda Kliwon Gumbreg. Pura Desa berfungsi sebagai pusat kegiatan upacara yang dilaksanakan untuk kepentingan desa, seperti upacara Ngusaba Desa, pasamuhan batara setelah upacara melasti, yang dilaksanakan sebelum upacara Penyepian. Mengenai denah Pura Desa, pada Madya Mandala tidak jauh beda dengan bangunan yang ada di Pura Puseh, akan tetapi di Pura Desa terdapat bangunan yang disebut dengan Bale Agung yang memiliki fungsi sebagai tempat pesamuhan (pertemuan) para batara ketika berlangsung upacara ngusaba dan setelah upacara melasti. Pada Utama Mandala terdapat bangunan-bangunan pokok, seperti Sanggar Agung, Gedong Agung, Ratu Ketut Petung, dan Sedahan Penglurah.
Pura Dalem Swarga Desa Adat Sulangai (Sumber Photo: Koleksi Pribadi)
Desa Adat Sulangai dibuat unik, karena memiliki dua pura dalem yakni Pura Dalem Swarga yang bertempat di Banjar Sulangai dan Pura Dalem Tungkub yang terletak di Banjar Abing. Pura Dalem ini digunakan sebagai tempat memuja Dewa Siwa dalam wujud Dewi Durga dengan fungsi sebagai pemralina alam semesta. Dewa Siwa dilambangkan dengan Aksara Mang dan warna panca warna atau campuran hitam, putih, merah, kuning serta senjata Padma. Upacara atau piodalan di Pura Dalem Swarga bertepatan dengan hari Tilem Kedasa, sedangkan untuk di Pura Dalem Tungkub dilaksanakan pada hari Buda Wage Merakih.
Kata "Dalem" memiliki arti harfiah sebagai "jauh" atau "sulit dicapai". Istilah ini digunakan karena Dewa Siwa, dalam kenyataannya, sulit dijangkau oleh manusia karena sifatnya yang abstrak dan sulit dipahami, sebagai niskala dan wyapi-wyapaka. Sakti (kekuatan) dari Dewa Siwa diwakili oleh Dewi Durga, yang memiliki arti "jangan mendekat". Hal ini mencerminkan sifat krodha (kegeraman) dari Dewa Siwa yang berfungsi dalam mempralina alam ciptaan Tuhan. Mengenai denah Pura Dalem Swarga dan Pura Dalem Tungkub tidak jauh beda dengan Pura Desa, namun terdapat beberapa pembeda salah satunya yaitu di Pura Dalem Swarga maupun Pura Dalem Tungkub tidak terdapat bangunan yang bernama Bale Agung.
Pura Dalem Tungkub Desa Adat Sulangai (Sumber Photo: Koleksi Pribadi)
Desa Adat Sulangai di Bali menampilkan keunikan dengan memiliki empat pura dalam konsep Kahyangan Tiga, yang biasanya terdiri dari tiga pura di desa adat lainnya di Bali. Kahyangan Tiga di Desa Adat Sulangai terdiri dari Pura Puseh, Pura Desa, Pura Dalem Swarga, dan Pura Dalem Tungkub. Setiap pura memiliki fungsi tersendiri yang mencerminkan konsep Tri Murti, mewakili aspek kelahiran, kehidupan, dan kematian. Keberadaan dua pura Dalem menambah keistimewaan desa ini, memperkuat pemujaan terhadap Dewa Siwa dalam wujud Dewi Durga yang merepresentasikan sifat-sifat abstrak dan kekuatan alam semesta. Pembeda lainnya adalah Pura Puseh dan Pura Desa yang terletak terpisah, sedangkan pada umumnya kedua pura ini berada dalam satu kawasan di desa adat lainnya. Konsep Tri Mandala dan konsep Tri Murti tercermin dalam denah serta fungsi dari masing-masing pura, menjadikan Desa Adat Sulangai sebagai contoh unik dalam kompleksitas kepercayaan dan ritual keagamaan masyarakat Bali.