Topeng Sidakarya: Kutukan Brahmana Keling
Topeng Sidakarya adalah salah satu warisan budaya Bali yang sarat dengan nilai spiritual dan sejarah, yang berakar pada kisah kutukan Brahmana Keling. Tari topeng ini tidak hanya digunakan dalam upacara keagamaan, tetapi juga mengandung simbolisme mendalam yang mencerminkan keseimbangan antara kebaikan dan keburukan. Melalui pertunjukan yang penuh makna ini, umat Hindu Bali diajarkan pentingnya kesucian, pengendalian diri, dan hubungan harmonis dengan alam semesta.
![Topeng Sidakarya: Kutukan Brahmana Keling](https://budayabali.com/uploads/images/202501/image_870x_67772740e6498.jpg)
Topeng Sidakarya adalah seni pertunjukan sakral asal Bali yang masuk dalam Daftar Warisan Budaya Takbenda Indonesia UNESCO pada 2015. Nama "Topeng Sidakarya" terdiri dari kata "topeng" yang berarti tutup dan "Sidakarya" yang berarti mencapai tujuan atau menyelesaikan pekerjaan. Artinya, Topeng Sidakarya melambangkan keberhasilan dalam menyelesaikan suatu tugas atau karya dengan baik. Saat ini, tari ini menjadi bagian dari upacara Yadnya di Bali, di mana tari wali Sidakarya selalu ditampilkan sebelum pemujaan untuk memastikan kelancaran dan keselamatan upacara. Pada akhir pertunjukan, penari menghamburkan uang kepeng dan beras kuning sebagai simbol pemberian berkat kesempurnaan dan kemakmuran.
Sumber tertulis yang mengungkap sejarah Dalem Sidakarya adalah lontar Bebali Sidakarya yang dikoleksi oleh Ida Pedanda Gede Nyoman Gunung dari Biau, serta Babad Sidakarya yang disusun oleh I Nyoman Kantun, S.H., M.H., dan Drs. I Ketut Yadnya. Dalam sumber tersebut, disebutkan bahwa di sebuah desa di Keling, Jawa Timur, terdapat seorang pendeta terkenal dengan ilmu "Kelepasan Jiwa" yang dikenal sebagai Brahmana Keling. Brahmana ini adalah putra dari Dang Hyang Kayumanis, cucu Empu Candra, dan cicit Empu Beradah, serta merupakan keturunan dari keluarga Brahmana yang terhormat. Dia mendirikan pesraman di lereng Gunung Bromo dan kemudian pergi ke Bali, setelah mendengar kabar dari ayahnya bahwa Raja Dalem Waturenggong, yang memerintah di Keraton Gelgel, sedang berada di Pura Besakih untuk mempersiapkan upacara. Sesampainya di Pura Besakih, Brahmana Keling disambut ragu oleh para pengayah yang tidak langsung mengakui pengakuannya sebagai saudara Raja.
Brahmana Keling ( Sumber: Koleksi Pribadi )
Brahmana Keling, yang tidak diakui oleh para pembantu raja, kemudian memasuki Pura Besakih dan beristirahat di pelinggih karena kelelahan. Ketika Raja Waturenggong datang dan melihatnya dalam keadaan berpakaian lusuh, ia salah mengira Brahmana Keling sebagai orang gila dan mengusirnya. Brahmana Keling, yang merasa tidak dihargai, mengucapkan kutukan yang berisi: "Wastu tata astu, karya yang dilaksanakan tan sidakarya (tidak sukses), bumi kekeringan, rakyat kekeringan, sarwa gumatat-gumititi ngrubeda," sebelum meninggalkan Pura Besakih dan pergi menuju Desa Sidakarya.
Tak lama setelah kutukan itu diucapkan, Pulau Bali diserang wabah dan hama. Dang Hyang Nirarta, yang berusaha memohon keselamatan melalui upacara, tidak berhasil. Dalem Waturenggong yang merasa berdosa karena mengusir saudaranya, kemudian bersemedi dan menerima petunjuk bahwa hanya Brahmana Keling yang bisa mengembalikan keadaan. Rakyat kemudian diutus untuk mencari Brahmana Keling, dan akhirnya ia ditemukan di Bandanda Negara, yang sekarang dikenal sebagai Desa Sidakarya. Brahmana Keling setuju untuk mengembalikan keadaan seperti semula.
Ida Ratu Dalem Waturenggong ( Sumber: Koleksi Pribadi )
Untuk mengenang jasa Brahmana Keling, yang dikenal sebagai Dalem Sidakarya, Dalem Waturenggong memerintahkan pendirian Pura Dalem Sidakarya pada tahun 1518 M. Sejak saat itu, umat Hindu di Bali diwajibkan untuk memohon tirta penyida karya di Pura Dalem Sidakarya agar upacara yang mereka lakukan menjadi sukses. Selain itu, setiap upacara keagamaan di Bali juga diiringi dengan pertunjukan Topeng Sidakarya sebagai bagian dari penghormatan dan pelengkap upacara penting umat Hindu.
Karakter Topeng Sidakarya
Tari Topeng Sidakarya memiliki berbagai karakter topeng yang khas. Masing-masing juga memiliki makna filosofisnya sendiri.
1. Topeng Warna Putih
Topeng warna putih melambangkan bahwa Dalem Sidakarya adalah orang yang suci. Warna putih juga dianggap sebagai simbolis dewa dan Brahmana.
2. Topeng Mata Sipit
Mata sipit disimbolkan sebagai rasa mawas diri dan memperhatikan keadaan sekitar. Dalam yoga, mata sipit juga merupakan lambang pengendalian dan pemusatan pikiran.
3. Topeng Gigi Jonggos
Topeng ini memang terlihat seram dan menakutkan. Mungkin kita berfikir bahwa topeng satu ini memiliki makna buruk. Namun ternyata, topeng gigi jonggos merupakan simbol dari kesederhanaan.
4. Wajah Setengah Demanik
Topeng setengah wajah manusia dan setengah demanik ini merupakan simbol dari Rwa Bhineda. Kedua karakter tersebut harus diseimbangkan agar sifat demanik/keraksasaan dapat diubah menjadi sifat manusia.
5. Rambut Panjang
Rambut panjang diartikan sebagai simbol tidak terikat, sementara warna rambut yang putih melambangkan kesucian.
Ida Bhatara Dalem ( Sumber: Koleksi Pribadi )