Pesona Kain Tenun Seraya Timur: Sentuhan Alam dari Kayu Secang hingga Kulit Delima
Di Desa Seraya Timur, yang terletak di ujung timur Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem, Bali, dikenal dengan tradisi tenun khasnya. Hingga saat ini, proses pembuatan kain tenun di desa ini masih menggunakan bahan alami sebagai pewarna, menjadikannya daya tarik tersendiri bagi peneliti maupun pecinta kriya tekstil, Terutama dari Kayu Secang, Kulit Delima dan juga Daun Indigo.
Kriya tekstil erat kaitannya dengan kain sebagai bahan dasar pembuatannya. Kain yang dihasilkan dari proses tenun memiliki nilai seni dan ekonomi tinggi karena melalui serangkaian proses yang memakan waktu. Seperti yang kita ketahui, Tekstil merupakan hal yang mencakup berbagai jenis kain yang dibuat melalui metode seperti tenun, ikat, dan pres, dengan tujuan menghasilkan produk siap jual di pasaran. Prosesnya dimulai dari pemilihan serat yang kemudian dipintal menjadi benang panjang untuk ditenun atau dirajut, menghasilkan kain berkualitas tinggi.
Di Indonesia, tenun telah menjadi warisan budaya yang diwariskan secara turun-temurun di berbagai daerah penghasil kain tenun. Setiap daerah memiliki ciri khas motif dan teknik pembuatan, mencerminkan identitas budaya lokal. Kain tenun diminati berbagai kalangan karena bentuk, warna, motif, dan keunikan proses pembuatannya, termasuk penggunaan alat tenun tradisional serta pewarna alami.
Kelompok Karya Sari Warna Alam (Sumber Foto : Koleksi Pribadi)
Menurut Poppy, pengelola usaha kain tenun “Karya Sari Warna Alam” di Desa Seraya Timur, proses pembuatan kain tenun di wilayah ini sepenuhnya memanfaatkan bahan-bahan alami. Pewarnaan benang, perebusan kain, hingga penjemuran dilakukan secara tradisional, memanfaatkan sumber daya alam sekitar, termasuk sinar matahari. Pewarna alami yang digunakan diperoleh dari tanaman lokal yang dibudidayakan sendiri, menambah keunikan Kain Tenun Bebali, sebutan untuk kain khas daerah ini.
Gapura Usaha Kain Tenun Seraya (Sumber Foto : Koleksi Pribadi)
Bahan Pewarna Alami
Proses pewarnaan kain tenun di Desa Seraya Timur memanfaatkan berbagai bahan alami yang didapatkan dari tumbuhan sekitar, seperti akar, daun, buah, dan kulit pohon. Berikut adalah bahan-bahan alami yang digunakan:
1. Daun Indigo (Tarum)
Tanaman Indigofera tinctoria, atau dikenal sebagai tarum, telah digunakan selama berabad-abad sebagai sumber pewarna alami. Daun segar tanaman ini direndam dalam air untuk memulai proses fermentasi yang menghasilkan cairan biru pekat. Cairan ini kemudian digunakan untuk mewarnai benang, menciptakan warna biru yang khas dan tahan lama. Pewarna alami ini banyak dimanfaatkan dalam pembuatan kain tradisional seperti batik dan tenun.
Daun Indigo (Sumber Foto : Koleksi Pribadi)
2. Buah Pinang
Pohon pinang (Areca catechu) tidak hanya memiliki nilai budaya, tetapi juga kegunaan praktis. Buahnya yang matang, terutama yang kulitnya telah mengkerut, direbus untuk menghasilkan warna krem alami. Warna ini sering digunakan sebagai dasar pewarnaan atau dicampur dengan warna lain untuk menciptakan gradasi lembut pada kain tradisional.
3. Akar Mengkudu
Kulit akar tanaman mengkudu (Morinda citrifolia) dikenal sebagai sumber pewarna merah alami. Kandungan karotenoid di dalamnya memberikan rona merah yang kuat setelah proses perebusan. Warna ini sering digunakan untuk mewarnai kain tradisional, memberikan nuansa hangat dan berani yang tahan lama. Selain itu, mengkudu juga memiliki nilai dalam pengobatan tradisional.
4. Kulit Buah Delima
Kulit buah delima (Punica granatum) memiliki kandungan tannin yang tinggi, membuatnya sangat cocok untuk menghasilkan warna kuning alami. Proses perebusannya yang memakan waktu 2-3 jam memastikan warna kuning yang dihasilkan cukup pekat untuk digunakan pada benang. Dengan mencampurkan benang yang telah diwarnai kuning ini dengan pewarna biru, dapat diperoleh warna hijau alami yang sering digunakan dalam berbagai tekstil tradisional.
5. Bunga Sidawayah
Bunga Sidawayah (Woodfordia floribunda) adalah bahan pewarna alami yang unik karena mampu menghasilkan warna cokelat dan hitam. Pewarnaan hitam dilakukan dengan merebus benang yang sebelumnya telah diwarnai biru menggunakan bunga ini. Warna gelap yang dihasilkan memberikan kesan elegan pada kain tradisional, sering digunakan dalam motif-motif tertentu.
6. Kayu Secang
Kayu secang (Caesalpinia sappan) merupakan salah satu bahan pewarna alami yang populer untuk menghasilkan warna merah muda. Proses pewarnaannya dapat dilakukan secara berulang hingga intensitas warna yang diinginkan tercapai. Selain digunakan untuk pewarnaan kain, ekstrak kayu secang juga dikenal dalam dunia herbal sebagai bahan minuman tradisional yang menyehatkan.
7. Kapur Sirih
Kapur sirih memainkan peran penting sebagai bahan pendukung dalam proses pewarnaan alami. Dalam fermentasi daun tarum dan perebusan kulit akar mengkudu, kapur membantu mempercepat reaksi kimia yang menghasilkan warna biru dan merah yang pekat. Selain itu, kapur sirih membantu membentuk pasta pewarna, menjadikannya lebih mudah diaplikasikan pada benang atau kain.
Areal Produksi Karya Sari Warna Alam (Sumber Foto : Koleksi Pribadi)
Alat dan Tahapan Proses
Pembuatan kain tenun dengan pewarna alami memanfaatkan alat-alat sederhana seperti baskom, panci besar, lesung sebagai alat tumbuk tradisional, gentong untuk merendam, saringan, blender untuk mempercepat proses pelarutan, serta bak semen untuk menampung cairan pewarna. Alat-alat ini memungkinkan proses pewarnaan dilakukan secara tradisional namun tetap efisien. Setiap alat memiliki fungsi spesifik, seperti panci besar untuk merebus bahan pewarna hingga mengeluarkan pigmen alaminya, dan gentong untuk merendam benang dalam cairan pewarna hingga mendapatkan warna yang diinginkan.
Proses Pencucian Daun Indigo (Sumber Foto : Koleksi Pribadi)
Gambar diatas menunjukkan proses pencucian dan peremasan Daun Indigo yang nantinya akan di proses lagi melalui proses perebusan menggunakan kayu bakar sebagai bahan utama dari sumber apinya. Tahap pencucian dilakukan 3 - 5 kali agar kotoran yang masih menempel di daun Indigo ini menghilang dan siap di proses. Seluruh bahan baku utama sebagai pewarna alami, termasuk Daun Indigo ini di dapat dari lahan milik warga yang sengaja dibudidayakan agar melestarikan kualitas Tenun yang pewarnanya berasal dari alam. Proses pewarnaannya dimulai dengan merebus bahan-bahan pewarna alami, seperti daun indigo atau kulit buah delima, hingga menghasilkan cairan pekat berwarna.
Perebusan Pasta Pewarna alami dengan Kayu Bakar (Sumber Foto : Koleksi Pribadi)
Setelah itu, benang dicelupkan ke dalam cairan pewarna beberapa kali untuk mencapai intensitas warna yang diinginkan, diikuti dengan pembilasan untuk menghilangkan sisa pewarna yang tidak menempel sempurna. Pencelupan dilakukan sesuai dengan seberapa pekat konsistensi warna yang diinginkan pada sebuah benang yang nantinya akan siap di Tenun dan menghasilkan kain yang indah. Langkah terakhir adalah menjemur benang yang telah diwarnai di bawah sinar matahari, agar warna mengering dan menempel dengan kuat pada serat benang, sehingga siap untuk proses tenun selanjutnya.
Penjemuran Kain dibawah Terik Matahari (Sumber Foto : Koleksi Pribadi)
Setelah benang selesai di jemur di bawah terik matahari, benang akan di celupkan kembali ke dalma bak berisi pasta pewarna yang akan dibuat berbagai motif dengan memberikan ikatan simpul di beberapa sisi agar menciptakan motif yang unik. Proses ini dapat dilakukan beberapa kali untuk menghasilkan gradasi warna tertentu. Setelah pewarnaan selesai, benang siap digunakan untuk proses tenun, menghasilkan kain dengan berbagai motif dan warna unik yang mencerminkan keindahan warisan budaya Desa Seraya Timur.
Hasil Kain yang sudah siap di Tenun (Sumber Foto : Koleksi Pribadi)
Benang yang sudah selesai di jemur dengan warna yang diinginkan akan dibawa ke proses Tenun. Biasanya warga sekitar akan mengambil benang yang siap di Tenun dan akan dikerjakan sendiri di rumah masing-masing dan hasilnya akan di kumpulkan kembali ke Kelompok Karya Sari Warna Alam yang nantinya siap diperjual belikan. Kain tenun Desa Adat Seraya Timur ini bahkan sudah dikenal hingga ke mancanegara dan juga pernah di pamerkan di PKB ( Pentas Kesenian Bali ) yang saat itu digelar di Pusat Kota Denpasar. Kain tenun dari Desa Seraya Timur tidak hanya menjadi bukti kekayaan budaya Indonesia, tetapi juga menjadi produk bernilai seni tinggi yang terus diminati di pasar lokal dan internasional.