Prasi: Lukisan Indah di Atas Lontar
Jika berbicara mengenai komik, mungkin yang terbesit di pikiran Anda adalah komik dari Amerika atau Jpeang, namun di Indonesia, khususnya Bali terdapat sebuah komik tradisional yang disebut dengan prasi. Prasi sendiri ditulis di atas daun lontar dengan menggunakan sebuah pisau yang bernama pengrupak. Cara pembuatannya sendiri cukup unik, yaitu dengan mengukir daun-daun lontar sedemikiran rupa sehingga membentuk sebuah gambar yang diinginkan, kemudian dihitamkan dengan menggunakan kemiri yang sudah dibakar. Setelah itu, daun lontar dibersihkan dengan menggunakan tisu atau kain, lalu seluruh lembaran disusun sehingga berurutan
Selain memiliki keindahan alam yang memukau, Pulau Bali juga merupakan sebuah pulau yang kaya akan warisan budaya dan seni. Di tengah keragaman seni yang ada di Pulau Bali, prasi muncul sebagai suatu sebuah bentuk seni yang indah dan unik. Prasi menggabungkan seni visual dan narasi cerita dalam satu medium yang menakjubkan. Prasi, dengan akarnya yang dalam dalam kesusastraan Bali purwa, memainkan peran penting dalam melestarikan cerita-cerita berharga dan nilai-nilai budaya Bali.
Prasi Saraswati (Sumber Foto: Koleksi Pribadi)
Prasi merupakan salah satu harta karun dari Bali yang sudah ada sejak abad ke-15. Prasi sendiri termasuk ke dalam kesusastraan Bali purwa, yang mana berupa gancaran atau prosa atau cerita. Hal tersebut karena prasi merupakan sebuah cerita yang dilengkapi dengan gambar dengan menggunakan media tradisional yang berupa lontar. Prasi memang karya seni yang cukup unik, karena tidak hanya bernilai estetika, namun juga bernilai sastra yang memuat nilai-nilai religius dan juga nilai-nilai moral yang dibuat dalam media lontar.
Prasi sendiri merupakan penggabungan dari dua buah kata yaitu kata “paras” yang berarti muka atau wajah dan kata “siwalan” yang berarti daun lontar. Secara langsung prasi dapat diartikan sebagai “Wajah di atas daun lontar”. Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan jika prasi merupakan gambar atau lukisan yang dibuat dengan cara diukir di atas daun lontar, prasi juga berisikan narasi-narasi yang berkaitan dengan gambar yang ada.
Prasi Ramayana (Sumber Foto: Koleksi Pribadi)
Dalam sebuah prasi biasanya memuat berbagai cerita-cerita klasik, contohnya seperti epos Ramayana dan juga Bharatayudha. Pengrajin prasi pada umumnya menggambarkan adegan-adegan epik yang dan karakter-karakter utama dalam suatu cerita. Gambar tersebut juga didukung dengan narasi yang kuat.
Tidak seluruh prasi memuat cerita-cerita epik, ada pula prasi yang memuat cerita-cerita tantri atau fabel yang berkaitan dengan hewan sebagai karakter utamanya. Cerita tantri digunakan masyarakat Bali sebagai salah satu sarana hiburan yang cukup populer. Oleh karena itu prasi berisikan nilai budaya yang tinggi, karena melestarikan cerita-cerita dan nilai-nilai luhur Bali.
Prasi Ganesha (Sumber Foto: Koleksi Pribadi)
Prasi sendiri memiliki berbagai fungsi atau peranan dalam kehidupan masyarakat Bali. Fungsi atau peranan tersebut antara lain seperti, sebagai media hiburan masyarakat Bali, dengan gambar yang indah dan cerita yang mendalam tentu dapat menghibur penikmatnya. Kemudian prasi sebagai media untuk melestarikan cerita-cerita yang berkembang di antara masyarakat Bali, dengan visual yang memukau prasi dapat membantu untuk mempertahankan eksistensi dari cerita-cerita tersebut. Lalu prasi juga bisa sebagai media pembelajaran melalui amanat yang ada pada kisah-kisah yang diceritakan di dalam prasi. Peranan lainnya dari prasi yaitu prasi sebagai karya seni yang dapat mempercantik sebuah ruangan, prasi dapat dipajang dengan menggunakan bingkai untuk menghiasi dinding. Yang terakhir dan tak kalah penting prasi dapat menjadi pendapatan bagi para pengrajinnya, tak jarang para wisatawan baik lokal maupun mancanegara membeli karya seni ini sebagai buah tangan. Selain itu biasanya terdapat juga berbagai pameran dan museum yang mempertontonkan hasil karya prasi. Hal tersebut tentu sangat baik karena dapat mempromosikan budaya Bali ke masyarakat luas.
Cara pembuatan prasi cukup unik dan berbeda dengan lukisan pada umumnya. Sebuah prasi dibuat dengan cara diukir menggunakan sebuah pisau kecil yang disebut dengan pengrupak. Selain unik pembuatan prasi dapat dikatakan cukup sulit, karena memerlukan konsentrasi yang cukup tinggi agar tidak terjadi kesalahan, karena apabila terdapat sebuah kesalahan harus mengulang membuat dari awal.
Pengrupak (Sumber Foto: Koleksi Pribadi)
Setelah menggoreskan pengrupak ke lontar sesuai dengan yang diinginkan, langkah selanjutnya adalah mewarnai sebuah prasi dengan menggunakan pewarna hitam. Pewarna hitam yang digunakan bukanlah tinta, melainkan dilakukan dengan cara tradisional, yaitu dengan menggunakan kemiri yang dibakar hingga gosong. Kemiri yang sudah dibakar tersebut kemudian digosokkan ke daun lontar yang sudah diukir dengan menggunakan pengrupak. Selanjutnya bersihkan daun lontar dengan menggunakan, tisu atau pun kain. Langkah terakhir yaitu susun daun-daun lontar sesuai dengan urutan sehingga berurutan. Selanjutnya ikat prasi yang sudah berurutan dengan menggunakan tali atau benang dan juga uang kepeng. Tak lupa juga untuk memberikan bingkai dari bambu dengan ukiran ornamen-ornamen Bali.
Beberapa pengrajin prasi yang terkenal antara lain seperti I Gusti Nyoman Lempad (1862 – 1978), I Gusti Made Deblog (1920 – 2005), I Wayan Bendi (1930 – 2000), dan juga I Nyoman Mandra (1943 – sekarang). I Gusti Nyoman Lempad merupakan pengrajin lontar yang paling ikonik di Bali, hal tersebut dikarena kemampuannya yang luar biasa dalam mengukir prasi, hingga saat ini karya Beliau masih dipajang di berbagai galeri seni di Bali. Selanjutnya I Gusti Made Deblog, Beliau merupakan pengrajin prasi yang terkenal akan karya prasi yang memiliki gaya pengukiran yang rumit dan penuh warna. Karya Beliau sering menggambarkan adegan-adegan pada cerita Ramayana dan Mahabharata. Beliau juga berperan penting dalam pelestarian prasi karena memperkenalkan prasi ke generasi muda. Seniman selanjutnya adalah I Wayan Bendi, Beliau dikenal dengan karya yang ceria dan penuh warna. Tak heran karena beliau cukup banyak membuat karya prasi yang menceritakan tantri atau fabel. Beliau juga membawa karya seni prasi ke arah yang lebih kontemporer. Terakhir ada I Nyoman Mandra, Beliau merupakan seniman prasi yang masih aktif. Karya Beliau sering menampilkan detail halus dan kekayaan warna, sehingga menciptakan karya yang memukau.
Prasi Saraswati (Sumber Foto: Koleksi Pribadi)
Masih sedikit masyarakat Bali yang mengetahui apa itu prasi, terutama generasi muda. Oleh karena itu perlu dilakukan pelestarian prasi. Terdapat beberapa cara untuk melestarikan prasi, di antaranya seperti pendidikan dan pelatihan prasi kepada generasi penerus, promosi dan pameran yang diadakan secara umum, dukungan berbagai institusi, baik pemerintah maupun NGO (Non Govermental Organization) atau organisasi di luar pemerintah, kerjasama internasional, misalnya dengan pertukaran budaya dan juga pengakuan dunia atas prasi, dan juga menyejahterakan kehidupan para pengrajin atau seniman prasi, sehingga banyak orang yang inign mencoba untuk membuat sebuah prasi. Dengan adanya langkah langkah tersebut, diharapkan prasi dapat terus eksis bahkan menjadi ciri khas Pulau Bali.
Prasi adalah salah satu aspek penting dari warisan budaya Bali yang patut dijaga dan dihargai. Ini adalah bentuk seni dan sastra eksklusif yang tidak hanya menghibur, tetapi juga mengajarkan nilai-nilai luhur. Prasi merupakan sebuah cara yang unik untuk melestarikan cerita-cerita berharga dan nilai-nilai budaya Bali dalam bentuk yang abadi melalui media lontar. Jadi, saat Anda mengagumi sebuah Prasi yang menghiasi dinding, ingatlah bahwa itu adalah lebih dari sekadar seni visual, itu adalah pintu menuju sejarah dan budaya yang kaya, yang diukir dengan penuh konsentrasi di atas daun lontar. Oleh karena itu kita perlu untuk melestarikannya agar tetap eksis.